Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Rabu, 11 Januari 2012

Arti mahar bagi seorang wanita

"Rosulullah bersabda, “Nikah yg paling besar barokahnya itu adalah yg murah maharnya“. (HR Ahmad )
Anggaplah kamu sbagai pemeran utama di kisah berikut ini:
Rumah mu kdatangan tamu yg datang dari jauh. Tamu itu adalah teman lama mu dimasa kecil & dia adalah tamu yg sangat istimewa buat dirimu. Disaat asyik2 nya mengobrol dengan mu, tiba2 saja dia mengeluarkan benda unik dari saku kantongnya. Dia mengeluarkan HP limited edition tipe terbaru.
Kemudian dirimu bertanya, “Wah, keren tuh HP. Berapa harganya?”.
“Sangat mahal“, jawab tamu istimewa mu.


Brapa bayangan dalam pikiran mu stelah mendengar kata “Sangat Mahal“? Tentu tanpa batas bukan?
Okeh lanjut lagi..
Kmudian tamu istimewa mu berkata, “Kutitipkan benda ini kpadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga sbaik-baiknya”. Kmudian tamu itupun berpamitan untuk pulang, kembali ke negeri asalnya.
Kamu pastinya akan sangat gugup mendengar ucapan dari teman mu itu. Terbayang dalam pikiran mu, “andaikata benda ini rusak, bgaimana?”. Pastinya kamu mrasa sangat bersalah dengan teman mu.
Dan hari yg ditakuti itupun tiba. HP titipan pemberian teman mu tiba-tiba saja rusak, layarnya error! kamu kalang kabut, kbingungan stengah mati. Ksana kmari mencari tempat servis terbaik berharap supaya HP milik teman kamu normal sperti sedia kala. Bahkan dirimu rela mengeluarkan uang ratusan juta sampai milyaran rupiah skedar tuk memperbaiki HP yg rusak tersebut. " kamu sangat BERTANGGUNG JAWAB atas benda yg dititipkan teman mu. & kamu tidak ingin mengecewakan teman mu. Sgala hal kamu lakukan, yg TERBAIK yg bisa kamu lakukan tanpa memikirkan btapa lelahnya dirimu.
Catatan: Kisah ini terinspirasi dari pengalaman saya pribadi. Dan saya sadar bahwa kisah ini adalah pendidikan terbaik untuk mengenal Arti dari MAHAR.
Anggaplah HP sbagai wanita, tamu istimewa sbagai ayah dari si wanita & kamu sbagai diri kamu sendiri / pemilik rumah.
Sang ayah si gadis yg ber tahun2 mendidik anaknya dgan prasaan ikhlas datang kerumah mu dan berkata:
“Baik, saya sudah ikhlaskan kamu menikah dengan anak saya”.
Kmudian dirimu bertanya, “Brapa harga anak bapak”. (Ini adalah contoh kalimat prumpamaan untuk menanyakan MAHAR)
Si bapak berkata, “Sangat mahal!“
(Smua orang tua pasti akan berkata dmikian, sebab tiada satupun orang tua yg akan merendahkan nilai anaknya dimata orang lain. Namun yg membedakan adalah apakah orang tua tersebut menyebutkan jumlahnya ataw kah tidak)
Bisa dirimu bayangkan brapa banyak bayangan uang yg ada dibenak mu stelah mendengar kata “Mahal?“, tentu tanpa batas bukan?

Tapi, orang tua si gadis tidak mengatakan dengan pasti brapa jumlah MAHAR yg dinginkannya. Dia tlah mrelakan anaknya dinikahi oleh mu “TANPA MAHAR” ataw mahar seikhlasnya dari mu.
Kmudian ayah si gadis berpesan, “Kutitipkan anakku kepadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi anakku. Mohon untuk dijaga sebaik-baiknya”.
Bisa membayangkan bukan, betapa besarnya TANGGUNG JAWAB mu?
HP yang rusak saja kamu rela mengeluarkan uang milyaran skedar untuk memperbaikinya. Lantas bagaimana jika Istri mu sakit? Bukankah kamu harus lebih bertanggung jawab lebih dari skedar mrawat Handphone?
Namun kbanyakan dari MANUSIA didunia ini justru salah kaprah memaknai arti dari “MAHAR”. Mreka berlomba-lomba menetapkan batasan mahar yg tinggi untuk anak gadisnya (yaitu mahar yg terlihat nominal jumlah dan ukurannya). Bahkan banyak juga yg menuntut profesi sperti dokter, pegawai, pilot, pengacara, anak orang kaya dsb..
Pilihan sperti itu sbenarnya bukan menaikkan harga diri dari seorang anak, tapi justru hanya akan merendahkan martabat dan harga diri anaknya. Kenapa saya berkata demikian? Karena MAHAR yg dibatasi hanyalah suatu etika perdagangan blaka. Ktika barang yg dibeli terbayarkan, slesailah sudah. Lantas apalagi yg akan diberikan sesudah itu?
Berikut contoh kisah sderhana perihal MAHAR yang ditentukan nominal dan ukurannya, yg mungkin pernah kamu alami.
Disuatu waktu datang seseorang teman kamu kerumah mu. Dia menawarkan HP limited edition tipe terbaru. Dan kemudian kamu bertanya, “berapa harganya?”.
Teman mu menjawab, “Mahal?”
Bayangan kamu pasti tidak akan bisa menentukan mahalnya harga dari HP tersebut.
Tapi kmudian teman mu melanjutkan, “harganya 100 juta, mau beli?”.
Dalam sketika, jatuhlah predikat mahal dimata mu. Berhubung kamu sangat kaya, dengan mudah kamu beli HP tersebut.
Dan disaat teman kamu berkata, “Kutitipkan benda ini kpadamu. Benda ini tiada duanya, hanya satu didunia. Aku sangat menyayangi benda ini. Mohon untuk dijaga sebaik baiknya”.
Tapi dalam bnak mu berkata sperti ini, “Ah, ngapain diambil pusing, KAN SAYA SUDAH BAYAR MAHAL. Terserah saya dunk mau diapain benda ini!”

Selanjutnya mungkin kamu akan memamerkannya ke teman dan kerabat kalau dirimu memiliki HP yg sangat MAHAL! Tapi kamu sama skali TIDAK BERTANGGUNG JAWAB atas HP tersebut. kamu tidak merawatnya, bersikap masa bodo dan bahkan ktika HP tersebut tidak bermanfaat lagi,kamu mencari PENGGANTI BARU yg lebih mahal & efisien.
Bukankah itu menyakitkan?
Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata,” Demi Alloh, lelaki spertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sdangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sbagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa’ih ).
''Cinta sjati tidak memikirkan brapa banyak yg bisa didapatkan atau diberikan, karena cinta sejati slalu didasari dengan prasaan ikhlas. Bahkan terkadang, orang yg tulus mencintai slalu lupa dengan segala hal yg telah diberikan demi sbuah senyuman dan kbahagiaan orang yg dicintainya. 


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/arti-mahar-bagi-seorang-wanita.html

Cermin Diri

Cermin itu ...

Seorang “Mukmin merupakan cermin bagi mukmin yang lain “Nabi muhamamd SAW tidak mengatakan orang kafir merupakan cermin bagi orang kafir ,Nabi tidak mengatakan itu ,bukan kerena orang kafir tidak memilki untuk menjadi cermin ,melainkan karena orang kafir tidak menyadri cermin dari jiwanya sendiri
Ketika engkau melihat kesalahan pada saudaramu ,kesalahan itu sebenarnya ada pada dirimu ,tetapi engkau melihat kesalahan itu terpantul dalam dirnya.
Dunia ini merupakan cermin yang melaluinya engkau melihat citra diri sendiri (terlebih lagi di DUMAY ) betapa banyak orang berinteraksi dalam sehari melihat akun2 baru statusnya yang berupa ,nasehat ,keluhan ,cacian ,makian oleh si empunya Akun ..tidak menyadari setiap yang dituliskan itu merupakan cermin bagi dirinnya ..sehingga orng lain yg melihat terkadang dapat menilai , suatu kesalahn ,hanya saja mengapa itu begitu mudah dijadikan sebuah argumen hebat yang sia2 ..
Seseorang tidak pernah merasa bersalah oleh sifat2 buruk apapun yg ada dalam dirinya ,seperti ketidak adilan ,kebencian kerakusan,kecemburuuan,ketidakpekaan,atau kesombongan,maka ketika engkau melihat semuanya didalam diri orang lain engkau merasa malu ,engkau merasa sakit hati ,
Tidak seorangpun jijik oleh korengnya atau bisulnya sendiri:tak satu orangpun yang akan meletakkan jarinya yang terluka kedalam air rebusan .lalu menjilati jemari itu .,dan ia tidak merasa mual ,meski demikian ,apabila ada bisul kecil atau tangan orang lain terluka,engkau tidak akan perna bisa bertahan melihat pencelupan tangan dalam rebusan air kemudian dijilat .
Buruknya kualitas moral bagaikan koreng dan bisul.tidak seorangpun merasa dipermalukan oleh dirinya sendiri .Namun setiap orang menderita kesukaran dan ketakutan karena melihat hanya sedikit luka atau kejelekan pada diri orang lain

Seperti halnya engkau merasa malu karena orang lain ,engkau mesti memaafkan mereka ,karena mereka juga merasa malu ketika terganggu olehmu .kesusahnamu adalah penyesalan dirinya , karena kesusahnamu muncul dari melihat sesuatu yang dia lihat pula .”
Bersihkan dirimu dari kesalahan sendiri ,karena kesusahan yang engkau kira dari orang lain sebenarnya berada dalam dirimu sendiri
“seorang Mukmin merupakan cermin bagi Mukmin yang lain “


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/cermin-diri.html

NIkmat Allah syukurilah, UjianNya sabarilah

Demikian banyak nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satupun manusia yang bisa menghitungnya, meski menggunakan alat secanggih apapun. Pernahkah kita berpikir, untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan demikian banyak nikmat kepada para hamba-Nya? Untuk sekedar menghabiskan nikmat-nikmat tersebut atau ada tujuan lain?



Luasnya Pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sungguh betapa besar dan banyak nikmat yang telah dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Setiap hari silih berganti kita merasakan satu nikmat kemudian beralih kepada nikmat yang lain. Di mana kita terkadang tidak membayangkan sebelumnya akan terjadi dan mendapatkannya. Sangat besar dan banyak karena tidak bisa untuk dibatasi atau dihitung dengan alat secanggih apapun di masa kini.
Semua ini tentunya mengundang kita untuk menyimpulkan betapa besar karunia dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Dalam realita kehidupan, kita menemukan keadaan yang memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dalam keingkaran dan kekufuran kepada Pemberi Nikmat. Puncaknya adalah menyamakan pemberi nikmat dengan makhluk, yang keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu hal ini termasuk dari kedzaliman di atas kedzaliman sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezaliman yang paling besar.” (Luqman: 13)
Kendati demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap memberikan kepada mereka sebagian karunia-Nya disebabkan “kasih sayang-Nya mendahului murka-Nya” dan membukakan bagi mereka pintu untuk bertaubat. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi hamba ini untuk: - Ingkar dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta menyamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk-Nya yang sangat butuh kepada-Nya. - Menyombongkan diri serta angkuh dengan tidak mau melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya atau tidak mau menerima kebenaran dan mengentengkan orang lain. - Tidak mensyukuri pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
“Dan nikmat apapun yang kalian dapatkan adalah datang dari Allah.” (An-Nahl: 53)
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup.” (An-Nahl: 18)
Pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Satu Tujuan yang Mulia
Dari sekian nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, mari kita mencoba menghitungnya. Sudah berapakah dalam kalkulasi kita nikmat yang telah kita syukuri dan dari sekian nikmat yang telah kita pergunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.

Jika kita menemukan kalkulasi yang baik, maka pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Dia telah memberimu kesempatan yang baik. Jika kita menemukan sebaliknya maka janganlah engkau mencela melainkan dirimu sendiri.1
Setiap orang bisa mengatakan bahwa semua yang ada di dunia ini merupakan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tahukah anda apa rahasia di balik pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut?
Ketahuilah bahwa kenikmatan yang berlimpah ruah bukanlah tujuan diciptakannya manusia dan bukan pula sebagai wujud cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk sebuah kemuliaan baginya dan menjadikan segala nikmat itu sebagai perantara untuk menyampaikan kepada kemuliaan tersebut. Tujuan itu adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, sebagaimana hal ini disebutkan dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Bagi orang yang berakal akan berusaha mencari rahasia di balik pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlimpah ruah tersebut. Setelah dia menemukan jawabannya, yaitu untuk beribadah kepada-Nya saja, maka dia akan mengetahui pula bahwa dunia bukan sebagai tujuan.
Sebagai bukti yaitu adanya kematian setelah hidup ini dan adanya kehidupan setelah kematian diiringi dengan persidangan dan pengadilan serta pembalasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah kehidupan yang hakiki di akhirat nanti. Kesimpulan seperti ini akan mengantarkan kepada: 1. Dunia bukan tujuan hidup. 2. Kenikmatan yang ada padanya bukan tujuan diciptakan manusia, akan tetapi sebagai perantara untuk suatu tujuan yang mulia. 3. Semangat beramal untuk tujuan hidup yang hakiki dan kekal.
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Ketahuilah bahwa nikmat itu ada dua bentuk, nikmat yang menjadi tujuan dan nikmat yang menjadi perantara menuju tujuan. Nikmat yang merupakan tujuan adalah kebahagiaan akhirat dan nilainya akan kembali kepada empat perkara. Pertama: Kekekalan dan tidak ada kebinasaan setelahnya, Kedua: Kebahagian yang tidak ada duka setelahnya, Ketiga: Ilmu yang tidak ada kejahilan setelahnya, Keempat: Kaya yang tidak ada kefakiran setelahnya.
Semua ini merupakan kebahagiaan yang hakiki. Adapun bagian yang kedua (dari dua jenis nikmat) adalah sebagai perantara menuju kebahagiaan yang disebutkan dan ini ada empat perkara: Pertama: Keutamaan diri sendiri seperti keimanan dan akhlak yang baik. Kedua: Keutamaan pada badan seperti kekuatan dan kesehatan dan sebagainya.


Ketiga: Keutamaan yang terkait dengan badan seperti harta, kedudukan, dan keluarga. Keempat: Sebab-sebab yang menghimpun nikmat-nikmat tersebut dengan segala keutamaan seperti hidayah, bimbingan, kebaikan, pertolongan, dan semua nikmat ini adalah besar.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 282)
Untaian Indah dari Ibnu Qudamah
“Ketahuilah bahwa segala yang dicari oleh setiap orang adalah nikmat. Akan tetapi kenikmatan yang hakiki adalah kebahagiaan di akhirat kelak dan segala nikmat selainnya akan lenyap. Semua perkara yang disandarkan kepada kita ada empat macam:
Pertama: Sesuatu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat seperti ilmu dan akhlak yang baik. Inilah kenikmatan yang hakiki.
Kedua: Sesuatu yang memudaratkan di dunia dan di akhirat. Ini merupakan bala’ (kerugian) yang hakiki.
Ketiga: Bermanfaat di dunia akan tetapi memudaratkan di akhirat seperti berlezat-lezat dan mengikuti hawa nafsu. Ini sesungguhnya bala bagi orang yang berakal, sekalipun orang jahil menganggapnya nikmat. Seperti seseorang yang sedang lapar lalu menemukan madu yang bercampur racun. Bila tidak mengetahuinya, dia menganggap sebuah nikmat dan jika mengetahuinya dia menganggapnya sebagai malapetaka.
Keempat: Memudaratkan di dunia namun akan bermanfaat di akhirat sebagai nikmat bagi orang yang berakal. Contohnya obat, bila dirasakan sangat pahit dan pada akhirnya akan menyembuhkan (dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Seorang anak bila dipaksa untuk meminumnya dia menyangka sebagai malapetaka dan orang yang berakal akan menganggapnya sebagai nikmat. Demikian juga bila seorang anak butuh untuk dibekam, sang bapak berusaha menyuruh dan memerintahkan anaknya untuk melakukannya. Namun sang anak tidak bisa melihat akibat di belakang yang akan muncul berupa kesembuhan.
(Begitupun) sang ibu akan berusaha mencegah karena cintanya yang tinggi kepada anak tersebut karena sang ibu tidak tahu tentang maslahat yang akan muncul dari pengobatan tersebut.
Sang anak menuruti apa kata ibunya. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuannya sehingga ia lebih menuruti ibunya daripada bapaknya. Bersamaan dengan itu sang anak menganggap bapaknya sebagai musuh. Jika sang anak berakal, niscaya dia akan menyimpulkan bahwa sang ibu merupakan musuh sesungguhnya dalam wujud teman dekat. Karena larangan sang ibu untuk berbekam akan menggiringnya kepada penyakit yang lebih besar dibandingkan sakit karena berbekam.


Karena itu, teman yang jahil lebih berbahaya dari seorang musuh yang berakal. Dan setiap orang menjadi teman dirinya sendiri, akan tetapi nafsu merupakan teman yang jahil. Nafsu akan berbuat pada dirinya apa yang tidak diperbuat oleh musuh.” (Minhajul Qashidin hal. 281-282)
Syukur dalam Tinjauan Bahasa dan Agama
Syukur secara bahasa adalah nampaknya bekas makan pada badan binatang dengan jelas. Binatang yang syakur artinya: Apabila nampak padanya kegemukan karena makan melebihi takarannya.
Adapun dalam tinjauan agama, syukur adalah: Nampaknya pengaruh nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas seorang hamba melalui lisannya dengan cara memuji dan mengakuinya; melalui hati dengan cara meyakininya dan cinta; serta melalui anggota badan dengan penuh ketundukan dan ketaatan. (Madarijus Salikin, 2/244)
Ada juga yang mendefinisikan syukur dengan makna lain seperti: 1. Mengakui nikmat yang diberikan dengan penuh ketundukan. 2. Memuji yang memberi nikmat atas nikmat yang diberikannya. 3. Cinta hati kepada yang memberi nikmat dan (tunduknya) anggota badan dengan ketaatan serta lisan dengan cara memuji dan menyanjungnya. 4. Menyaksikan kenikmatan dan menjaga (diri dari) keharaman. 5. Mengetahui kelemahan diri dari bersyukur. 6. Menyandarkan nikmat tersebut kepada pemberinya dengan ketenangan. 7. Engkau melihat dirimu orang yang tidak pantas untuk mendapatkan nikmat. 8. Mengikat nikmat yang ada dan mencari nikmat yang tidak ada.
Masih banyak lagi definisi para ulama tentang syukur, akan tetapi semuanya kembali kepada penjelasan Ibnul Qayyim sebagaimana disebutkan di atas.
Yang jelas, syukur adalah sebuah istilah yang digunakan pada pengakuan/ pengetahuan akan sebuah nikmat. Karena mengetahui nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Dzat yang memberi nikmat. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakan Islam dan iman di dalam Al-Qur`an dengan syukur. Dari sini diketahui bahwa mengetahui sebuah nikmat merupakan rukun dari rukun-rukun syukur. (Madarijus Salikin, 2/247)
Apabila seorang hamba mengetahui sebuah nikmat maka dia akan mengetahui yang memberi nikmat. Ketika seseorang mengetahui yang memberi nikmat tentu dia akan mencintai-Nya dan terdorong untuk bersungguh-sungguh mensyukuri nikmat-Nya. (Madarijus Salikin, 2/247, secara ringkas)
Syukur Tidak Sempurna Melainkan dengan Mengetahui Apa yang Dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Ketahuilah bahwa syukur dan tidak kufur tidak akan sempurna melainkan dengan mengetahui segala apa yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebab makna syukur adalah mempergunakan segala karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada apa yang dicintai-Nya, dan kufur nikmat adalah sebaliknya. Bisa juga dengan tidak memanfaatkan nikmat tersebut atau mempergunakannya pada apa yang dimurkai-Nya.”
Makna Syukur
Syukur memiliki tiga makna.
Pertama: Mengetahui (pemberian tersebut) adalah sebuah nikmat. Artinya dia menghadirkan dalam benaknya, mempersaksikan, dan memilahnya. Hal ini akan bisa terwujud dalam benak sebagaimana terwujud dalam kenyataan. Sebab banyak orang yang jika engkau berbuat baik kepadanya namun dia tidak mengetahui (bahwa itu adalah perbuatan baik). Gambaran ini bukan termasuk dari syukur.
Kedua: Menerima nikmat tersebut dengan menampakkan butuhnya kepadanya. Dan bahwa sampainya nikmat tersebut kepadanya bukan sebagai satu keharusan hak baginya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tanpa membelinya dengan harga. Bahkan dia melihat dirinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti seorang tamu yang tidak diundang.
Ketiga: Memuji yang memberi nikmat. Dalam hal ini ada dua bentuk, yaitu umum dan khusus. Pujian yang bersifat umum adalah menyifati pemberi nikmat dengan sifat dermawan, kebaikan, luas pemberiannya, dan sebagainya. Pujian yang bersifat khusus adalah menceritakan nikmat tersebut dan memberitahukan bahwa nikmat tersebut sampai kepada dia karena sebab Sang Pemberi tersebut. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan adapun tentang nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (Adh-Dhuha: 11) [Madarijus Salikin, 2/247-248]
Menceritakan Sebuah Nikmat Termasuk Syukur
Menceritakan sebuah nikmat yang dia dapatkan kepada orang lain termasuk dalam kategori syukur. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ صَنَعَ إِلَيْهِ مَعْرُوْفًا فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَا يَجْزِي بِهِ فَلْيُثْنِ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ وَمَنْ تَحَلَّى بِمَا لَمْ يُعْطَ كَانَ كَلاَبِسِ ثَوْبَيْ زُوْرٍ
“Barangsiapa yang diberikan kebaikan kepadanya hendaklah dia membalasnya dan jika dia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya hendaklah dia memujinya. Karena jika dia memujinya sungguh dia telah berterima kasih dan jika dia menyembunyikannya sungguh dia telah kufur. Dan barangsiapa yang berhias dengan sesuatu yang dia tidak diberi, sama halnya dengan orang yang memakai dua baju kedustaan.” (HR. Abu Dawud no. 4179, At-Tirmidzi no. 1957 dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan adapun tentang nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (Adh-Dhuha: 11)
Menceritakan nikmat yang diperintahkan di dalam ayat ini ada dua pendapat di kalangan para ulama.
Pertama: Menceritakan nikmat tersebut dan memberitahukannya kepada orang lain seperti dengan ucapan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberiku nikmat demikian dan demikian.”
Kedua: Menceritakan nikmat yang dimaksud di dalam ayat ini adalah berdakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan risalah-Nya dan mengajarkan umat.
Dari kedua pendapat tersebut, Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam Madarijus Salikin (2/249) mentarjih dengan perkataan beliau: “Yang benar, ayat ini mencakup kedua makna tersebut. Karena masing-masingnya adalah nikmat yang kita diperintahkan untuk mensyukurinya, menceritakannya, dan menampakkannya sebagai wujud kesyukuran.”
Beliau berkata: “Dalam sebuah atsar yang lain dan marfu’ disebutkan:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيْرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهُ كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak akan mensyukuri atas yang banyak dan barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Menceritakan sebuah nikmat (yang didapati) kepada orang lain termasuk dari syukur dan meninggalkannya adalah kufur, bersatu adalah rahmat dan bercerai berai adalah azab.” (HR. Ahmad dari An-Nu’man bin Basyir) [Madarijus Salikin, 2/248]
Dengan Apa Seorang Hamba Bersyukur?
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Syukur bisa dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun dengan hati adalah berniat untuk melakukan kebaikan dan menyembunyikannya pada khayalak ramai. Adapun dengan lisan adalah menampakkan kesyukuran itu dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya, menampakkan keridhaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini sangat dituntut, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
التَّحَدُّثُ بِالنِّعَمِ شُكْرٌ وَتَرْكُهُ كُفْرٌ
‘Menceritakan nikmat itu adalah wujud kesyukuran dan meninggalkannya adalah wujud kekufuran.’

Adapun dengan anggota badan adalah mempergunakan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut dalam ketaatan kepada-Nya dan menjaga diri dari bermaksiat dengannya. Termasuk kesyukuran terhadap nikmat kedua mata adalah dengan cara menutup setiap aib yang dilihat pada seorang muslim. Dan termasuk kesyukuran atas nikmat kedua telinga adalah menutup setiap aib yang didengar. Penampilan seperti ini termasuk wujud kesyukuran terhadap anggota badan.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 277)
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Syukur itu bisa dilakukan oleh hati dengan tunduk dan kepasrahan, oleh lisan dengan mengakui nikmat tersebut, dan oleh anggota badan dengan ketaatan dan penerimaan.” (Madarijus Salikin, 2/246)
Derajat Syukur
Syukur memiliki tiga tingkatan:
Pertama: Bersyukur karena mendapatkan apa yang disukai. Tingkat syukur ini bisa juga dilakukan orang Islam dan non Islam, seperti Yahudi dan Nasrani, bahkan Majusi. Namun Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Jika engkau mengetahui hakikat syukur, dan di antara hakikat syukur adalah menjadikan nikmat tersebut membantu dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencari ridha-Nya, niscaya engkau akan mengetahui bahwa kaum musliminlah yang pantas menyandang derajat syukur ini.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah menulis surat kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu: ‘Sesungguhnya tingkatan kewajiban yang paling kecil atas orang yang diberi nikmat adalah tidak menjadikan nikmat tersebut sebagai jembatan untuk bermaksiat kepada-Nya’.” (Madarijus Salikin, 2/253)
Kedua: Mensyukuri sesuatu yang tidak disukai. Orang yang melakukan jenis syukur ini adalah orang yang sikapnya sama dalam semua keadaan, sebagai bukti keridhaannya.
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Bersyukur atas sesuatu yang tidak disukai lebih berat dan lebih sulit dibandingkan mensyukuri yang disenangi. Oleh sebab itulah, syukur yang kedua ini di atas jenis syukur yang pertama. Syukur jenis kedua ini tidak dilakukan kecuali oleh salah satu dari dua jenis orang:
* Seseorang yang semua keadaannya sama. Artinya, sikapnya sama terhadap yang disukai dan tidak disukai, dan dia bersyukur atas semuanya sebagai bukti keridhaan dirinya terhadap apa yang terjadi. Ini merupakan (gambaran) kedudukan ridha. * Seseorang yang bisa membedakan keadaannya. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak ridha bila menimpanya. Namun bila sesuatu yang tidak menyenangkan menimpanya, dia tetap mensyukurinya. Kesyukurannya (dia jadikan) sebagai pemadam kemarahannya, sebagai penutup dari berkeluh kesah, dan demi menjaga adab serta menempuh jalan ilmu. Karena sesungguhnya adab dan ilmu akan membimbing seseorang untuk bersyukur di waktu senang maupun susah. Tentunya yang pertama lebih tinggi dari yang kedua. (Madarijus Salikin, 2/254)

Ketiga: Seseorang seolah-olah tidak menyaksikan kecuali Yang memberinya kenikmatan. Artinya, bila dia melihat yang memberinya kenikmatan dalam rangka ibadah, dia akan menganggap besar nikmat tersebut. Dan bila dia menyaksikan yang memberi kenikmatan karena rasa cinta, niscaya semua yang berat akan terasa manis baginya.
Manusia dan Syukur
Kita telah mengetahui bahwa syukur merupakan salah satu sifat yang terpuji dan sifat yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkannya. Artinya, ada yang diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ada pula yang tidak.
Manusia dan syukur terbagi menjadi tiga golongan: Pertama: Orang yang mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua: Orang yang menentang nikmat yang diberikan alias kufur nikmat. Ketiga: Orang yang berpura-pura syukur padahal dia bukan orang yang bersyukur. Orang yang seperti ini dimisalkan dengan orang yang berhias dengan sesuatu yang tidak dia tidak miliki. (Madarijus Salikin, 2/48)
Dalil-dalil tentang Syukur
وَاشْكُرُوا لِلهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Bersyukurlah kalian kepada Allah jika hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
فَاذْكُرُوْنِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ تَكْفُرُوْنِ
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan jangan kalian kufur.” (Al-Baqarah: 152)
وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya dan kepada-Nya kalian dikembalikan.” (Al-’Ankabut: 17)
وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِيْنَ
“Dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur.” (Ali ‘Imran: 144)
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan ingatlah ketika Rabb kalian memaklumkan: Jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْمُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا؟
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun di malam hari sampai pecah-pecah kedua kaki beliau lalu ‘Aisyah berkata: ‘Ya Rasulullah, kenapa engkau melakukan yang demikian, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lewat dan akan datang?’ Beliau menjawab: ‘Apakah aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Al-Bukhari no 4660 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Masih banyak dalil lain yang menjelaskan tentang keutamaan syukur dan anjuran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga apa yang dibawakan di sini mewakili yang tidak disebutkan.
Ancaman bagi Orang-Orang yang Tidak Bersyukur
Yang tidak bersyukur lebih banyak dari yang bersyukur. Hal ini tidak bisa dipungkiri oleh orang yang berakal bersih. Sebagaimana orang yang ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak dari yang beriman. Demikianlah keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
“Dan sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (Saba`: 13)
Sebuah peringatan tentu akan bermanfaat bagi orang yang beriman. Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan dari kufur nikmat setelah memerintahkan untuk bersyukur dan menjelaskan keutamaan yang akan di dapatinya sebagaimana penjelasan Al-Imam As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsir beliau: “Jika seseorang bersyukur niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan nikmat yang dia berada padanya dan menambahnya dengan nikmat yang lain.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan Rabb kalian telah mengumumkan jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: “Jika kalian mengkufuri nikmat, menutup-nutupinya dan menentangnya maka (azab-Ku sangat pedih) yaitu dengan dicabutnya nikmat tersebut dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpanya dengan sebab kekufurannya.

Dan disebutkan dalam sebuah hadits: ‘Sesungguhnya seseorang diharamkan untuk mendapatkan rizki karena dosa yang diperbuatnya’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/637)
Syukur dan Sabar
Kita akan bertanya: “Jika engkau ditimpa sebuah musibah lalu engkau mensyukurinya, maka tentu pada sikap kesyukuranmu terdapat sifat sabar dan sifat ridha terhadap musibah yang menimpa dirimu. Dan kita mengetahui bahwa ridha merupakan bagian dari kesabaran. Sementara syukur merupakan buah dari sifat ridha.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Syukur termasuk kedudukan yang paling tinggi dan lebih tinggi -bahkan jauh lebih tinggi- daripada kedudukan ridha. Di mana sifat ridha masuk dalam syukur, karena mustahil syukur ada tanpa ridha.” (Madarijus Salikin, 2/242)
Kenapa Kebanyakan Orang Tidak Bersyukur?
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Makhluk ini tidak mau mensyukuri nikmat karena padanya ada dua (sifat) yaitu kejahilan dan kelalaian. Kedua sifat ini menghalangi mereka untuk mengetahui nikmat. Karena tidak tergambar bahwa seseorang akan bisa bersyukur tanpa mengetahui nikmat (sebuah pemberian). Jika pun mereka mengetahui nikmat, mereka menyangka bahwa bersyukur itu hanya sebatas mengucapkan alhamdulillah atau syukrullah dengan lisan. Mereka tidak mengetahui bahwa makna syukur adalah mempergunakan nikmat pada jalan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 288)
Kesimpulan ucapan Ibnu Qudamah rahimahullahu adalah bahwa manusia banyak tidak bersyukur karena ada dua perkara yang melandasinya yaitu kejahilan dan kelalaian.
Mengobati Kelalaian dari Bersyukur
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Hati yang hidup akan menggali segala macam nikmat diberikan. Adapun hati yang jahil (lalai) tidak akan menganggap sebuah nikmat sebagai nikmat kecuali setelah bala’ menimpanya. Caranya, hendaklah dia terus memandang kepada yang lebih rendah darinya dan berusaha berbuat apa yang telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Mendatangi tempat orang yang sedang sakit dan melihat berbagai macam ujian yang sedang menimpa mereka, kemudian berpikir tentang nikmat sehat dan keselamatan. Menyaksikan jenazah orang yang terbunuh, dipotong tangan mereka, kaki-kaki mereka dan diazab, lalu dia bersyukur atas keselamatan dirinya dari berbagai azab.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 290) Wallahu a’lam.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/nikmat-allah-syukurilah-ujiannya.html

Marah itu nyala Api

Marah itu sebenarnya adalah nyala api yang bersumber dari api Allah yang menyala berkobar-kobar serta menjulang tinggi sampai naik ke hulu hati. Marah adalah semacam bara api yang berada di dalam lubuk jantung, bagaikan sekamnya suatu bara api di bawah abu. Marah itu ditimbulkan oleh siafat kesombongan yang terpendam dalam kalbu setiap orang yang curang dan durhaka sebagaimana memancarnya api dari batu yang dipukulkan pada besi.
Para ahli yang mengetahui cahaya kebenaran dan keyakinan mengatakan bahwa manusia itu adakalanya dapat tertarik urat sarafnya oleh tipu daya syaitan yang terlaknat. Oleh karena itu, barangsiapa yang dapat dipengaruhi oleh api kemarahan, maka berarti amat eratlah hubungannya dengan syaitan, sebagaimana firman-Nya, “Engkau (ya Tuhan) menjadikan saya (syaitan) dari api dan menjadikan ia (Adam) dari tanah” (Al-A’raf ayat 12).
Perhatikan baik-baik, bukanlah sifat dan watak tanah itu berdiam diri dan tenang, sedangkan sifat dan watak api itu adalah menyala-nyala, menyerang bergerak dan bergejolak. Buah yang ditimbulkan oleh kamarahan adalah kedendaman dan kedengkian. Dengan memperturutkan kedua sifat keburukan ini, maka akan binasalah siapa yang ingin binasa dan bejatlah akhlaknya siapa yang ingin bejat. Yang meluap-luapkan kedendaman dan kedengkian itu adalah sebuah darah beku yang ada di dalam tubuh setiap manusia. Jika sekepal darah ini baik, maka baik pulalah seluruh tubuh dan jika rusak maka rusaklah seluruh tubuh itu. Sekepal darah itu adalah hati sanubari kita sendiri.
Apabila dendam dan dengki itu nyata-nyata merupakan suatu pendorong dan pembimbing manusia ke arah hal-hal yang menyebabkan kesengsaraan dan kecelakaan, maka alangkah pentingnya jika setiap manusia itu mengetahui bahaya-bahaya dan celanya, sehingga ia akan dapat berhati-hati dan menghindarkan diri dari kelakuan tersebut. Ia harus dikikis habis dan dikeluarkan jauh-jauh dari kalbu, jika sewaktu-waktu datang menjelma.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Perhatikanlah ketika timbul dalam hati orang-orang yang tidak beriman itu perasaan kebencian (kesombongan) masa jahiliyah. Kemudian Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada Rosul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman” (Al-Fath ayat 26).
Ayat ini, Allah mencela perbuatan orang-orang kafir yang tidak beriman karena mereka menampakkan kesombongan yang tidak lain kecuali yang ditimbulkan oleh hati yang penuh kemarahan untuk membela kebathilan. Sementara itu, Allah memuji kepada kaum yang beriman dengan karunia sifat ketenangan yang dilimpahkan kepada mereka.
Ada suatu riwayat bahwa pada suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata, “Ya Rosulullah,berilah saya perintah untuk mengerjakan suatu amalan yang baik, namun saya harap yang sedikit saja”. Beliau menjawab, “Jangan marah” (HR Bukhari).

Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Apakah yang kamu anggap sebagai orang yang kuat bergulat?”. Para sahabat menjawab, “Yaitu yang tidak dikalahkan oleh orang lain dalam pergulatannya”. Beliau kemudian bersabda lagi, “Bukan itu, yang disebut orang yang kuat bergulat adalah orang yang dapat menahan hatinya di waktu marah” (HR Bukhari dan Muslim).
Hasan berkata, “Sebagian dari tanda-tandanya seorang muslim adalah kuat dalam memegang agama, keras hati tetapi dengan disertai lemah lembut, beriman dengan menggunakan keyakinan, berpengetahuan disertai penuh kesabaran, berfikiran panjang disertai rasa kasih sayang, memberikan mana-mana yang menjadi haknya orang dan mengikuti jalan yang benar, berlaku sedang sekalipun kaya, menunjukkan kebaikan sekalipun dalam waktu kekurangan (miskin), berbuat baik selagi masih bisa melakukan, menanggung segala penderitaan dengan berusaha menghilangkannya, selalu sabar dalam keadaan yang menyulitkan, tidak dikalahkan oleh kemarahan, tidak dipengaruhi sehingga membabi buta oleh kesombongan atau membela diri yang tidak benar, tidak dapat ditundukkan oleh kesyahwatan, tidak tampak sifatnya yang hanya ingin menggendutkan perut, tidak lalai oleh sifat ketamakan, tidak dangkal cita-citanya. Ia senang menolong orang yang teraniaya, belas kasihan kepada orang yang lemah, tidak kikir tapi tidak juga boros, tidak berlebih-lebihan tapi tidak keterlaluan menggenggam hartanya. Ia senang mengampuni jika didzalimi, suka memaafkan orang yang bodoh yang menyakiti dirinya. Dirinya tabah menderita asalkan orang banyak dapat bahagia dan berkecukupan dengan kelakukan yang demikian itu”.
Semoga pencerahan ini bermanfaat.....amiin


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/marah-itu-nyala-api.html

*** Ketika Allah berkata tidak ***

Ya Allah ambillah kesombonganku dariku ...
Allah berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya."

Ya Allah sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat...
Allah berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara."

Ya Allah beri aku kesabaran...
Allah berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri."

Ya Allah beri aku kebahagiaan...
Allah berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri untuk menghargai keberkahan itu."

Ya Allah jauhkan aku dari kesusahan...
Allah berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Ku."



Ya Allah beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat...
Allah berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal."

Ya Allah bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padakuAllah berkata...
"Akhirnya kau mengerti !"
Kadang kala kita berpikir bahwa Allah tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya.
Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan-bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali -- orang lain dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan.
Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya-tanpa susah payah.
Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah berganti pasangan.
Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhanlah yang terus meningkat.
Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek, lalu kita melihat tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam (maklum anak kecil).
Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Allah) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala dalih kita tidak dibelikan es.
Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru boleh minum es yang lezat itu.
Begitu pula dengan Allah, segala yang kita minta Allah tahu apa yang paling baik bagi kita.
Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Allah mengabulkannya.
Karena Allah tahu yang terbaik yang kita tidak tahu. Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari "pilek" dan "demam"....
Maka teruslah berdoa.!!!
Al Ukhuwah Wal Ishlah


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/ketika-allah-berkata-tidak.html

Sebuah SMS

Sore berkabut ini ..aku menerima sebuah sms dari teman
teman yang selalu berbagi suka duka..saat melepas lelah ..
seaast setelah berinteraksi dengan calon generasi peradabam islam .... tapi itu ..sekitar 2 tahun lalu ..
saat jenuh-jenuhnya menghadapi .. rutinitas..kami ber 2 selalu menghabiskan waktu di toko buku..
yang menjadi tempat kami ber dua menuangkan ide-ide masa depann..
sungguh aku .. haru menemukan isi smsmu ini ...seperti menohok ..ku .. ( sambil tersipu malu ) ah jangan begitu ..dong dalam hatiku..
"... Penatku rasa inginku bersandar pada seseorang .. membaui harumnya ..mendengar nafasnya ..melihatnya menguatkanku ..kapankah tiba saatnya .. ataukah akankah saat itu kan menghampiri..?
lelahku ..ingin kubagi.. sedihku pasti kubagi ..citaku pasti kubagi.. kasihku sulit kubagi... ""
ingin ..kubalas sms ini ..tapi belum beli pulsa ( senyum) ntar malam aja ya.. i balas sms you ..sabarrr yaa bathinku..
karena .. sebenarnya engkau hanyalah gagasan,selainya hayalah tulang dan daging ..
terkadang antara seorang pencinta dan yang tercinta ..ahrus memilkiketidak formalan yang mutlak..dalam hubunganya
formalitas hanya untuk orang-orang diluar mereka.dalam keadaan yang bagimana pun ,ketidak formalan terlarang kecuali untuk cinta ..
antara aku dan dia (temanku yang mengirim sms )


ada kedekatan yang sangat spesial.. jarak ku denganya terpaut jauh 10 tahun ..namun persamaan memandang sebuah ..permasalahan .selalu membenturkan kami dengan argumentasi yang rumit.. walau toh akhirnya selalu sepakat ..dan mengamininya jika .. bertemu dikesimpulan yang agak berbeda..
dia selalu setia menemaniku , walau baru 2thn ini..tapi ada .. kesan persahabatn yang kami bangun berdasarkan kecuekan ..pribadi yang sok cool calmm. dan jutek ..habiss..(sorry miss)
tapi tahun ini ..semua rencana gagal totall..kutinggalkan dirimu .. aku kebogor sendiri..
betapa kagetnya dirimu .. hahahahah aku sudah di mesjid raya bogor ..
kau kutinggal di jakarta .. sampai besok malam .. yaa di mesjid komplek dekat rumah aja..
Pecinta tidak akan mampu memberikan bukti dari keindahan kekasihnya ..dan tidak seorangpun yang mampu meyakinkan pecinta dengan segala sesuatu yangbisa membuatnya membeicu kekasihnya .
Indah noorhayati ..kau mencintai aku kah sebagai kekasih mu.. ( lebay .com.)
Hahahhah.. tapi itulah persahabatn.. you are my special fren ...
Bukti logis tidak berguna ..tapi feel yang berbicara .. kutunggu share mu .. atau besok kita harus ketemu ...aku merasakan gundah gulanamu ?? siapakah lelaki soleh ..yang ingin meminagmu di bulan syawal ini.. ayooo kudukung 100% ..jangan lupa pelangkahan buat kakak mu ini yaaa..?
sudah lah tak perlu kau tunggu aku .. kita kan bukan sodara kandung ,,sepupu bukan,, makcik bukan ..hahahah
yang pasti.. ku siap dimalam midoderemimu.. yaaa ukhti..
Malaikat bebas dengan pengetahuannya ..
binatang bebas karena kebodohannya
Diantara keduanya manusia yang tetap berjuang untuk satu tujuan..
Bahagia dunia dan akhirat...
Mereka adalah orang -orang yang memliki keimanan ..mereka yang percaya pada janji Ar rahman


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/sebuah-sms.html

♥♥ 7 Shunah harian Rasulullah SAW... ♥♥

1) Tahajud, kita akan mendapat nur / hidayah
2) Membiasakan membaca al quran, kita akan dibimbing selalu oleh Allah

3) Langkahkan kaki ke mesjid sholat berjamaah, niscaya kita akan menjadihamba Allah yang berkah
4) Jaga sholat ...dhuha, Allah mudahkan untuk mendapatkan rejeki
5) Jaga sedekah setiap hari, maka Allah mudahkan setiap urusan kita
6) Biasakan menjaga wudhu, maka malaikatpun terus-menerus mendampingidan mendoakan kita
7) Perbanyak istighfar, Allah pun sayang pada kitaLakukan ini terus-menerus mumpung masih hidup.

Ad dunya jihadun wal mautu rohatun.
Dunia ini jihad, dunia ini berjuang, capek-capek memang tempatnya dunia ini. Klo begitu kapan dong istirahanya??
Istirahatnya…Wal mauturoohatun (kematian itulah istirahat).
La arol mauta illas sa’adah (tidaklah akulihat kematian kecuali kebahagiaan).
Dan itu ungkapan para waliyullah.
Maka mulailah saat ini, bertekadlah darimanapun 7 sunah nabi kita mulai untuk mampu melaksanaknnya.
Lalu syukur sudah bisa 7 sunah nabi.
Kita kembangkan lagi dengan puasa SENIN-KAMIS, puasa DAUD, kita lanjutkan lagi dengan AMAR MA’RUF.
Lalu kita lanjutkan bersama-sama menegakkan syariat Alloh.
Inilah khasnya orang-orang beriman.Yang paling cerdas paling pintar diantara umatku adalah mereka yang paling banyak mati, lalu mempersiapkan hidup setelah mati.
7 sunah nabi adalah persiapan kita menghadap AllAh SWT.
Kematian kerinduan, karena mati pintu berjumpa dengan Alloh.
Di dunia ini kita menanam pada pada saatnya kita menuai...Selamat menuai Saudaraku..


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/7-shunah-harian-rasulullah-saw.html

Keadila yang benar-benar Adil…

Di hari perhitungan, pelaku dosa kan tahu semua
Betapa keliru jalan yang selam ini di tempuh nya
Yang sudah meraih cinta dan kasih sayang -NYA
Bila berteman mereka ia akan menjadi hina
Ia akan di musuhi ALLAH, dan neraka tempat nya

Bersyukur lah kepada ALLAH atas kebesaran NYA
IA, begitu dekat,lebih dekat dari urat leher kita
Ia pemberi rezeki seluruh penghuni semesta
Baik orang badui orang arab tak ada beda nya
IA hampar kan bumi , langit, udara,laut,hujan juga

demi kebaikan kita,jangan lah kau bangkangi IA
Sungguh semua orang kan tanggung amalan nya

Dunia ini pinjaman yang harus kau kembalikan
Pesona nya sesaat, fana dan hanya fata morgana
Yang berakal takkan terkecoh kilai kemilau nya
Karena ia tahu ada kehidupan abadi di sana
Orang beriman tak betah di negri persinggahan
Karena, negri persinggahan bukan lah tujuan
Dunia tak terpikir, akhirat lah yang jadi pikiran

Demi kemenangan sejati, orang beriman menyiapkan
Demi lindungi diri dari azab negri keabadian
Celakalah para pemuja nafsu belaka
Selama nya di neraka yang tak padam api nya
Nafsu ajak kita celaka dan jauh dari ridha NYA
Ia tawar kan nikmat sesaat yang datang kan azab di sana
Ia dorong pada bencana,jauhkan kita dari jalan mulia

Wahai para pemuja nafsu belaka
Bagi mu, ALLAH sediakan neraka yang tak padam api nya
Jangan korban kan yang abadi demi yang fana

Ketahui lah ! kebenaran telah jauh kau tinggal kan
Ketahuilah! kesesatan teus kau kerjakan
Kau jauh melenceng dari jalan yang terang
Jalan gelap penuh onak duri mematikan
Dan ketika dosa-dosa mu di perhitungkan
Kau begitu menyesal tak karu-karuan

Wahai yang berlumur kegelapan
Segera gapai ridha TUHAN, jauhi kemaksiatan
Kebenaran telah nyata dan kau hanya bermain-main
Kau di perdaya dunia yang timpakan keburukan
Umat terdahulu terpedaya nafsu dan hancur berantakan
Itu lah bukti bagi mu hai yang berakal pikiran

Lihat lah ! mereka di lumat amarah alam
Di terjang badai yang memporak- porandakan
Lihat lah ! mereka terkapar sebelum akui kesalahan
Pemilik 'ARSY memanggil nya sebelum pertobatan
Jika dunia sebagai tujuan mu, tipu kan kau genggam

Wahai yang terlena dalam kenikmatan semu
Ku lihat kehancuran ke hinaan mengintai mu

Ingat lah kau dengan hari pembalasan
Tak ada yang bisa di sembunyikan
Semua perbuatan akan peroleh ganjaran
Sadar lah ! mumpung masih ada kesempatan
Mumpung liang lahat yang sempit belum datang
Terangi makam mu dengan kebaikan

Ketika bintang di kumpulkan, amal di perlihat kan
Ketika syurga di dekat kan dan neraka di nyalakan
Ketika matahari di gulung dan bintang di hancurkan
Ketika putaran jagat raya telah di hentikan
Ketika gunung bertabrakan, dan bumi di jungkir balikkan
Ketika pemilik 'ARASY telah meluluhlantakkan
Ketika itu hanya ada dua tempat kembalian
Syurga bergelimang kenikmatan
Atau neraka penuh siksaan membinasakan


Di hadapan TUHAN
Tak ada yang bisa di sembunyikan
Dan tak ada yang luput dari perhitungan
Di hari pembalasan, si pendosa sesali perbuatan

Seluruh catatan amal besar kecil di perlihat kan
Seluruh roh di kembalikan, seluruh amal di putus kan
Ke surga penuh nikmat atau keneraka penuh siksaan
Dan para pemuja dunia tak mampu memperkirakan
Ada kehidupan abadi setelah kematian

Dunia serupa se orang ibu yang durhaka
Ia berikan hina,nestapa,hancur juga binasa
Sebaik pengabdian adalah menentang nya
Ambil lah dari dunua sebatas saja
Jangan kau terlena dan menjadi buta
Jangan kau tertipu oleh kemilau nya
Karena kilau nya hanya fata morgana

Duhai kawan tercinta
Ingat lah ! DIA yang menaungu bumi dengan langit nya
Ingat lah ! semua ada dalam genggaman ilmu NYA
DIA cipta semesta alam raya berikut dengan aturan yang ada
Siang danmalam bergilir atas kekuasaan NYA
DIA turun kan hujanlalu tumbuhlah bebijian
DIA tumbuhkan bunga dengan beraneka warna
DIA sebarkan aneka aroma dan keindahan

DIA jadikan pepohonan hijau dan menyejukkan
DIA ciptakan air sebagai sumber kehidupan
DIA terbit kan matahari penuh cahaya
Terang di pagi hari . menguning bila petang menyapa

Duhai,,, semua itu kembali kepada NYA
Semua adalah milik NY A dan tunduk kepada NYA
DIA tunjukkan bukti-bukti kekuasaan NYA
Lewat para nabi dan rasul utusan NYA
Lihat lah kekuasaan - kekuasaan NYA

Di tngan nabi saleh yang mulia
Dari batu muncul seekor unta betina
Mereka lihat wujud nya dan dengar suara nya
ada yang percaya dan tak sedikit yang mengingkari nya
Di tangn nabi musa yang mulia
Lut terbelah dengan sangat mudah nya
Menjadi jalan keselamatn menuju seberang sana

Ibrahim kekasih NYA selamat dari api membara
Api yang merah panas menyala, di rasa nya dingin saja
Nabi nuh dan seluruh pengikut setia nya

Selamat dari bandang dan amukan topan yang luar biasa
Dan yang durhaka semua mati binasa
Kepada daud, DIA tundukkan jin dan manusia
Semua orang dan binatang tunduk dalam kerajaan nya
Semua bahasa ia bisa, bahasa burung oun di kuasai nya

DIA utamakan umat muhammad dengan AL-Qur'an mulia
Di tempat kan semua nya di penjuru dunia
Di tngan muhammad purnama terbelah dua
Tapi AL-Qur'an adalah mukjizat terbesar nya
Yang selalu terjaga kesucian dan kemurnian nya
DIA selamat kan kita dari kekufuran yang nista
Jika tidak,kita niscaya sudah binasa sejak lama
Maka, ayo kits hilang kan kedunguan kita
Agar selamat dari api neraka yang terus menyala..


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/keadila-yang-benar-benar-adil.html

Nabi Muhammad Saw, Pribadimu Sungguh Menawan…

Siapa di antara Anda yang membaca akhlak Nabi Muhammad saw., kemudian jiwanya tidak larut, matanya tidak berlinangan dan hatinya tidak bergetar? Siapa di antara Anda yang mampu menahan emosionalnya ketika membaca biografi seorang yang sangat dermawan, mulia, lembut dan tawadhu’? Siapa yang mengkaji sirah hidup beliau yang agung, perangai yang mulia dan akhlak yang terpuji, kemudian dia tidak menagis, sembari berikrar, “Saya bersaksi bahwa Engkau adalah utusan Allah.”?

Duhai, kiranya kita mampu melaksanakan cara hidup, cinta dan akhlak yang mulia dari teladan mulia ini dalam kehidupan, perilaku dan mentalitas kita. Kita bergaul dengan orang lain, sebagaimana Nabi Muhammad saw. memperlakukan musuh-musuhnya. Beliau bersabda,
قال: «إن الله أمرني أن أصل من قطعني، وأن أعطي من حرمني، وأن أعفو عمن ظلمني».
“Sesungguhnya Allah menyuruhku agar menyambung orang yang memutuskanku, memberi kepada orang yang menahanku, dan memaafkan terhadap orang yang mendzalimiku.”
Duhai, kiranya kita memperlakukan saudara seiman kita, sebagaimana Nabi Muhammad saw. memperlakukan orang-orang munafik, beliau memaafkan mereka, memintakan ampun terhadap mereka dan menyerahkan rahasia mereka kepada Allah swt.
Duhai, sekiranya kita memperlakukan anak-anak kita, sebagaimana Nabi Muhamamd saw. memperlakukan pembantu dan pekerjanya. Ketika pembantu kecil Nabi Muhamamd saw. sedang sakit, beliau. membesuk dan duduk di dekat kepalanya seraya mengajak untuk masuk Islam. Pembantu kecil itu masuk Islam, maka Nabi Muhammad gembira seraya berkata, “Segala puji bagi Allah swt yang telah menyelamatkan dirinya dari api neraka.”
وقام رجل من اليهود يتقاضى الرسول صلى الله عليه وسلم ديْناً في المسجد أمام الناس، ورفع اليهودي صوته على الرسول وألحَّ بصخب وغضب والرسول يتبسّم ويترفَّق به، فلما طال الموقف صرخ اليهودي قائلاً: «أشهد أنك رسول الله؛ لأننا نقرأ في التوراة عنك أنك كلما أُغضبت ازددت حلماً».
“Seorang Yahudi menagih utang kepada Nabi Muhamamd saw. dengan marah-marah, kasar, dan tidak sopan di depan banyak orang. Nabi Muhammad saw. tersenyum dan menghadapinya dengan lembut. Tak disangka si Yahudi itu masuk Islam, mengucapkan syahadat, “Saya bersaksi bahwa Engkau utusan Allah.” Karena saya baca di Taurat tentang Engkau, yaitu ketika saya tambah marah, justeru Engkau tambah lembut menghadapiku.” Begitu pengakuan si Yahudi.
Duhai, kiranya kita memperlakukan kerabat kita, meskipun mereka berbuat buruk kepada kita, sebagaimana Nabi Muhammad saw. memperlakukan kerabat dan kaumnya. Karena kerabat dan kaum Nabi Muhamamd saw. menyakitinya, mengusirnya, mengejeknya, menolaknya, memeranginya. Namun, beliau tetap menghadapinya. Ketika beliau menaklukkan Makkah, posisi beliau sebagai pemenang, penentu kebijakan, namun beliau berdiri berpidato mengumumkan bahwa beliau memaafkan semuanya. Sejarah telah mencatat dan momentum telah menjadi saksi sabda beliau,
«عفا الله عنكم اذهبوا فأنتم الطلقاء»
”Allah telah mengampuni kalian, pergilah, kaliah bebas.”
Sewaktu Penduduk Thaif melempari Nabi Muhammad saw. sampai beliau berdarah-darah. Beliau menghapus darah segar yang mengalir dari tubuhnya sambil berdo’a,

«اللهم اغفر لقومي فإنهم لا يعلمون».
”Ya Allah, ampuni kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Nabi Muhammad saw. pernah dicegat oleh seorang Arab badui di tengah jalan, beliau hanya berdiri lama berhadapan, dan tidak berpaling sampai orang badui itu berlalu dengan sendirinya.
Suatu hari Beliau ditanya oleh seorang nenek tua, beliau dengan tekun, hangat dan penuh perhatian menjawab pertanyaannya. Nabi Muhamamd saw. juga membawa seorang anak kecil yang berstatus hamba sahaya, beliau menggandeng tanganyya mengajak berjalan-jalan.
Nabi Muhammad saw. senantiasa menjaga kehormatan seseorang, memulyakan seseorang, melaksanakan hak-hak seseorang. Nabi Muhammad saw. tidak pernah mengumpat, menjelekkan, melaknat, menyakiti, dan tidak merendahkan seseorang. Nabi Muhammad saw. ketika hendak menasehati seseorang, beliau berkata, “Kenapa suatu kaum melaksanakan ini dan itu? Artinya, beliau tidak langsung menyalah orang tersebut. Beliau bersabda, “Mukmin itu tidak mencela, melaknat dan juga tidak keras perangainya. Beliau juga bersabda,
«إن أحبكم إليّ وأقربكم مني مجالسَ يوم القيامة أحسنكم أخلاقا».
“Sesungguhnya yang paling saya cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya dengan saya kelak di hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.”
Nabi Muhamamd saw. merapikan sandalnya, menjahit bajunya, menyapu rumahnya, memeras susu kambingnya, mendahulukan sahabatnya soal makanan, beliau tidak suka dipuji. Nabi Muhamamd saw. sangat peduli terhadap fakir miskin, beliau berdiri membela orang yang terdzalimi, beliau bertandang ke orang papa, menengok orang sakit, mengantarkan jenazah, mengusap kepala anak yatim, santun terhadap perempuan, memulyakan tamu, memberi makan yang lapar, bercanda dengan anak-anak, dan menyayangi binatang.
Suatu ketika para sahabat memberi saran kepada Nabi Muhammad saw, “Tidakkah Engkau membunuh gembong kejahatan, seorang pendosa dan otak munafik, yaitu Abdullah bin Ubai bin Salul? Beliau menjawab, “Tidak, karena manusia nanti mengira bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya.”
Boleh jadi kita telah membaca biografi orang-orang besar, tokoh terkenal, ilmuwan, reformis, mujaddid, namun ketika kita membaca sirah kehidupan Muhammad saw. seakan-akan kita tidak mengenal selain dirinya, kita tidak mengakui selain dirinya. Tokoh-tokoh itu rasaya kecil di mata kita, hilang dalam ingatan kita, pupus dalam pikiran kita, yang ada hanya kebesaran Nabi Muhammad saw.:
Bayang-bayang Engkau selalu menghampiriku setiap saat Ketika aku berpikir, pikiranku tertuju kepadamu Saya berteriak lantang Zamanmu bak taman indah nan menghijau Aku mencintaimu, cinta yang tidak bisa ditafsirkan

Sungguh, Engkau tidak akan pernah hilang dari ingatan kami. Engkau ada di hati kami. Engkau bersemayam dalam jiwa kami. Engkau terukir dalam benak kami. Engkau berada di pendengaran dan penglihatan kami. Engkau mengalir dalam aliran darah kami. Engkau berada di sendi-sendi setiap jasad kami. Engkau hidup dalam seluruh anggota badan kami. Yaitu dalam sunnahmu, petunjukmu, ajaran luhurmu, akhlakmu yang mulia.
Kami bela Engkau dengan jiwa kami. Kami bela Engkau dengan anak-anak dan keluarga kami semua. Nyawa-nyawa kami sebagai tebusan atas jiwa Engkau. Kehormatan kami, kami pertaruhkan untuk membela kehormatan Engkau.
أتسأل عن أعمارنا؟ أنت عمرنا *** وأنت لنا التأريخ أنت المحرِرُ تذوب رموز الناس مهما تعاظموا *** وفي كل يوم أنت في القلب تكبرُ.
Apakah Engkau bertanya tentang umur kami? Engkaulah umur kami Engkau bagi kami melegenda, karena Engkau seorang “Pembebas” Luluh lebur ketokohan manusia, sehebat apapun Karena setiap saat Engkau agung di hati kami
Shalawat dan salam atasmu ketika orang-orang yang berdzikir mengingatmu. Shalawat dan salam atasmu ketika orang yang lalai tidak pernah mengingatmu. Allahu a’lam


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/nabi-muhammad-saw-pribadimu-sungguh.html