Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Senin, 20 Februari 2012

Menumbuhkan Semangat Menuntut Ilmu Pada Muslimah

Sesungguhnya, dalam menjalani berbagai perannya, peran wanita dapat dipetakan menjadi tiga peran penting yaitu sebagai sebagai pribadi muslimah, sebagai istri, dan sebagai ibu. Pada masing-masing peran, dibutuhkan ilmu yang dapat menjaganya dari berbagai bentuk penyimpangan. Berikut penjelasan ketiga hal tersebut:
1. Sebagai pribadi muslimah
Seorang muslimah akan selalu terikat dengan berbagai aturan agama yang menyangkut dirinya sebagai seorang yang beragama Islam seperti kewajiban untuk merealisasikan rukun iman dan rukun Islam serta aturan lain yang merupakan konsekuensi dari kedua hal tersebut ataupun kewajiban yang terkait dengan kedudukannya sebagai seorang wanita seperti larangan dan kewajiban pada masa haid, kewajiban menutup aurot, dan sebagainya. Seluruh hal tersebut memerlukan ilmu sehingga kewajiban menuntut ilmu juga dibebankan kepda kaum wanita sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari ilmu itu merupakan kewajiban bagi seorang muslim.” (Hadits shahih riwayat Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas radhiyallahu ‘anhu )
Al Hafizh Al Sahawi rahimahullah berkata, “Sebagian penulis menambahkan kata-kata muslimatin pada akhir hadits. Kata-kata ini tidak pernah disebutkan satu kali pun dalam berbagai sanad hadits tersebut, sekalipun secara makna memang benar.”
Bertolak dari hal ini Ibnu Hazm rahimahullah berkomentar, “Menjadi kewajiban bagi wanita untuk pergi dalam rangka mendalami ilmu agama sebagaimana hal ini menjadi kewajiban bagi kaum laki-laki. Setiap wanita diwajibkan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan agama berkenaan dengan permasalahan bersuci, shalat, puasa dan makanan, minuman, serta pakaian yang dihalalkan dan yang diharamkan sebagaimana kaum laki-laki, tanpa ada perbedaan sedikitpun di antara keduanya. Mereka juga harus mempelajari berbagai tutur kata dan sikap yang benar baik dengan belajar sendiri maupun dengan diperkenankan untuk bertemu seseorang yang dapat mengajarinya. Menjadi kewajiban para penguasa untuk mengharuskan rakyatnya agar menjalankan kewajiban ini”. (Al Ihkam fii Ushulil Ahkam 1/413 dalam Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 7).
Al Hafizh Ibnul Jauzi rahimahullah juga berkata, “Sering aku menganjurkan kepada manusia agar mereka menuntut ilmu syar’i karena ilmu laksana cahaya yang menyinari. Menurutku kaum wanita lebih dianjurkan dibanding kaum laki-laki karena jauhnya mereka dari ilmu agama dan hawa nafsu begitu mengakar dalam diri mereka. Kita lihat seorang putri yang tumbuh besar tidak mengerti cara bersuci dari haid, tidak bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan tidak mengerti rukun-rukun Islam atau kewajiban istri terhadap suami. Akhirnya mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, menipu suami dengan anggapan boleh demi keharmonisan rumah tangga serta musibah-musibah lainnya.” (Ahkamun Nisa’ hlm. 6 dalam Majalah Al Furqon edisi 11 tahun VII).
2. Sebagai istri
Seorang istri memiliki kewajiban untuk menaati suaminya dalam hal-hal yang bukan merupakan kemaksiatan terhadap Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى المَََْعْرُوْفِ
“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka tidaklah seorang istri dapat mengetahui apakah suatu urusan merupakan kemaksiatan atau bukan kecuali dengan ilmu syar’i.
Selain itu, di akhir zaman ini, ketika keburukan banyak bertebaran di muka bumi yang membuat banyak orang hanyut dalam lumpur dosa, maka seorang istri yang sholihah harus membekali dengan ilmu syar’i agar dapat menjaga keistiqomahan dirinya dan suaminya serta keluarganya. Dengan nasihat yang baik dan kelemahlembutan yang dimiliki seorang wanita, seorang suami akan mampu menemukan ketenangan dan kekuatan yang akan menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan-perbuatan dosa misalnya berbuat syirik dan bid’ah, berzina, mencari nafkah yang haram, mengambil riba, dan perkara-perkara maksiat lainnya. Karena agama adalah nasihat sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الـدِيْـنُ النَصِيْحَةُ
“Agama adalah nasiha.t” (HR. Muslim)
Nasihat akan lebih dapat diterima oleh hati manusia jika diiringi dengan sikap lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman dalam rangka memberi perintah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dan saudaranya (Harun) ketika berdakwah kepada Fir’aun,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى٭ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى٭
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Qs. Thaahaa : 43-44)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam sebuah hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

يَا عَائِشَة إِنَّ الرِّفْقَ مَا كَانَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَنُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Wahai ‘Aisyah, tidaklah kelembutan terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan memburukkannya.”
3. Sebagai ibu
Sebuah syair Arab mengungkapkan hal berikut,
الأُمُّ مَدْرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِّبَ الْأَعْرَاقِ
“Seorang ibu tak ubahnya bagai sekolah. Bila kita mempersiapkan sekolah itu secara baik, berarti kita telah mempersiapkan suatu bangsa dengan generasi emas.”
Beban perbaikan dan pembentukan masyarakat yang Islami juga menjadi tanggung jawab wanita. Hal ini dikarenakan jumlah wanita yang lebih banyak dari laki-laki dan seorang anak tumbuh dari bimbingan seorang wanita. Maka, tidak bisa tidak seorang wanita harus membekali dirinya dengan ilmu syar’i khususnya mengenai pendidikan anak karena pendidikan anak menjadi tugas utama yang dibebankan kepada kaum wanita.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hendaknya seorang wanita membaguskan pendidikan anak-anaknya karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan yang mereka contoh pertama kali adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, mereka akan tumbuh terdidik di tangan seorang ibu yang bagus. Anak-anaknya ini akan mempunyai pengaruh positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya baik lewat bantuan bapak atau jika tidak ada bapaknya lewat bantuan saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya”. (Daurul Mar’ah fi Ishlah Al Mujtama’ hlm. 25-26 dalam Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII)
Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)
Dengan kecerdasannya, ia ‘hanya’ meminta sebuah mahar yang ringan diucapkan namun terasa berat konsekuensinya, yaitu keislaman Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu yang meminangnya saat itu. Dengan kesabarannya pula, ia mampu menyimpan rapat-rapat kesedihannya karena kematian putranya demi menenangkan suaminya.
Potret Semangat Para Salafush Shalih dalam Menuntut Ilmu
Demikian pentingnya peran para wanita.
 Dalam setiap lini kehidupannya, pasti membutuhkan ilmu syar’i. Hal ini pula yang dimengerti betul oleh para shahabiyah pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka meminta waktu khusus pada beliau untuk mengkaji masalah-masalah agama.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa ada seorang wanita menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah memborong waktumu. Oleh karenanya peruntukkanlah untuk kami sebuah waktu khusus yang engkau tetapkan sendiri. Pada waktu itu kami akan mendatangimu lalu engkau ajarkan kepada kami ilmu yang telah Allah ajarkan kepadamu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Berkumpullah kalian pada hari ini dan ini di tempat ini.”  Kaum wanita pun berkumpul, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mendatangi mereka dan mengajari mereka ilmu yang telah Allah ajarkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semangat kaum wanita muslimah dalam mencari ilmu telah mencapai puncaknya hingga mereka menuntut adanya majelis ilmu yang khusus diperuntukkan untuk mengajari mereka. Padahal sebenarnya mereka telah mendengarkan kajian Rasulullah di masjid serta nasihat-nasihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian juga keadaan para wanita Anshar pada masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita dari kaum Anshar. Rasa malu tidak menghalangi diri mereka untuk mendalami ilmu agama.” (HR. Muslim)
Kita jumpai pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan kaum wanita untuk menghadiri berbagai majelis ilmu guna menambah bekal keilmuan mereka.
Dari Ummu ‘Athiyah al Anshariyyah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kami untuk menghadiri sholat hari raya ‘Idul Fithri dan hari raya ‘Idul Adha, baik awatiq (gadis yang sudah baligh atau hampir baligh), maupun wanita-wanita yang sedang haid dan juga gadis-gadis pingitan. Adapun wanita yang sedang haid, mereka hendaknya tidak berada di tempat shalat. Saat itu mereka menyaksikan kebaikan dan doa yang dipanjatkan oleh kaum muslimin. Ummu Athiyah berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya muslimah yang lain meminjami jilbab untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 8-10)
Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah pula yang merupakan sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum.
Az Zuhri mengatakan, “Andai ilmu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu yang dimiliki oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu lebih unggul”. (Al Haitsami berkata dalam al Majma’ (9/243), “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 20)
Begitu juga dengan masa setelah para shahabat (yaitu masa tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan seterusnya). Setiap zaman selalu menorehkan tinta emas nama-nama para ulama wanita hingga masa sekarang ini. Di antara mereka, adalah putri-putri ulama besar di jamannya. Sebut saja putri Sa’id bin Musayyib (tabi’in), putri Imam Malik, Ummu ‘Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hadi, dan lainnya.
Apakah ilmu yang mereka dapatkan itu merupakan ilmu warisan dari ayah-ayah mereka yang seorang ulama? Jawabannya, tentu tidak. Ilmu bukanlah harta benda yang dapat diwariskan begitu saja.
Alangkah bagusnya apa yang diceritakan oleh Al Farwi, “Kami pernah duduk di majelis Imam Malik. Pada saat itu putra beliau keluar masuk majelis dan tidak mau duduk untuk belajar. Maka Imam Malik menghadap kami seraya berkata, “Masih ada yang meringankan bebanku yaitu bahwa masalah ilmu ini tidak bisa diwariskan.” (Majalah al Furqon edisi 12 tahun VI)
Tentu saja ilmu yang mereka dapatkan tidak datang begitu saja. Ada usaha dan pengorbanan yang besar untuk meraihnya. Mari kita simak kegigihan para salaf dahulu dalam menuntut ilmu.
Hasan Al Bashri berkata, “Apabila engkau mendapati seseorang yang mengalahkanmu dalam urusan dunia, maka kalahkanlah dia dalam urusan akhirat.”
Imam Ahmad berwasiat kepada putranya, “Aku telah menginfakkan diriku untuk perjuangan”. Ketika Imam Ahmad ditanya kapan seseorang dapat beristirahat? Maka beliau menjawab, “Ketika pertama kali menginjakkan kakinya di surga.”
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Dahulu generasi salaf menuntut ilmu karena Allah, maka mereka pun menjadi terhormat dan menjadi para imam panutan. Kemudian datanglah suatu kaum yang menuntut ilmu yang pada mulanya bukan karena Allah dan berhasil memperolehnya. Namun kembali kepada jalan yang lurus dan mengintrospeksi dirinya sendiri dan akhirnya ilmu itu sendiri yang mendorong dirinya menuju keikhlasan di tengah jalan. Sebagaimana dinyatakan oleh Mujahid dan lainnya, “Dahulu kami menuntut ilmu tanpa niat yang tinggi. Namun, kemudian Allah menganugerahi niat tersebut sesudah itu.” Sebagian ulama menyatakan, “Kami hendak menuntut ilmu untuk selain Allah. Namun ternyata ia hanya bisa dilakukan karena Allah”. (Panduan Akhlak Salaf , hlm. 7)
Para salaf yang lain juga benar-benar bersemangat memperhatikan permasalahan niat ini. Sufyan Ats Tsauri berkata, “Saya tidak pernah mengobati sesuatu melebihi terapiku terhadap niat.”
Tidak hanya hati saja yang mereka jaga kesungguhan dan ketulusannya ketika menuntut ilmu, tubuh mereka pun ditempa sedemikian rupa sehingga menjadi raga yang kuat menghadapi rintangan dalam perjalanan menuntut ilmunya. Perhatikanlah kisah Hajjaj bin Sya’ir ini, “Ibuku pernah menyiapkan untukku seratus roti kering dan aku menaruhnya di dalam tas. Beliau mengutusku ke Syubbanih (salah seorang ahli hadits) di Madain. Aku tinggal di sana selama seratus hari. Setiap hari aku membawa seratus roti dan mencelupkannya ke sungai Dajlah kemudian aku memakannya. Setelah roti habis aku kembali ke ibuku.” (102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara, hlm. 274).
Penutup
Mungkin saja kita tidak bisa setara dengan para salafush sholih dalam semangat mereka menuntut ilmu. Akan tetapi, segala upaya harus kita kerahkan agar semangat menuntut ilmu itu selalu terhujam kuat di dalam hati kita.
Allah berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (Qs. At Taghaabun : 16)
Maka tidak ada lagi alasan “Saya cuma ibu rumah tangga” atau “Saya sudah jadi seorang istri” atau “Saya tinggal di tempat yang jauh dari majelis ilmu” untuk menghindari kewajiban menuntut ilmu. Dengan berkembangnya teknologi di masa sekarang ini –misalnya internet, radio, rekaman kajian (kaset, CD, VCD, DVD), buku-buku Islam, dan majalah Islami- cukup memudahkan kita para wanita untuk tetap dapat menuntut ilmu tanpa harus datang dan duduk langsung dalam sebuah majelis ilmu jika keadaan memang tidak memungkinkan.
Semoga dengan sedikit pemaparan di atas, semangat para wanita untuk menuntut ilmu dapat tumbuh subur, sehingga dengan ijin Allah Ta’ala kita dapat songsong kembali kejayaan umat Islam di atas manhaj salafush sholih.
Wallahu Ta’ala A’lam.

Akhir Yang Buruk ( Su'ul khatimah : Wanita Yang Tak Pernah Shalat, Mati Saat Sedang Berdandan! )

Temanku berkata kepadaku, "Ketika perang teluk berlangsung, aku sedang berada di Mesir dan sebelum perang meletus, aku sudah terbiasa menguburkan mayat di Kuwait yang aku ketahui dari masyarakat setempat. Salah seorang familiku menghubungiku meminta agar menguburkan ibu mereka yang meninggal. Aku pergi ke pekuburan dan aku menunggu di tempat memandikan mayat.
Di sana aku melihat empat wanita berhijab bergegas meninggalkan tempat memandikan mayat tersebut. Aku tidak menanyakan sebab mereka keluar dari tempat itu karena memang bukan urusanku. Beberapa menit kemudian wanita yang memandikan mayat keluar dan memintaku agar menolongnya memandikan mayat tersebut. Aku katakan kepadanya, 'Ini tidak boleh, karena tidak halal bagi seorang lelaki melihat aurat wanita.' Tetapi ia mengemukakan alasannya bahwa jenazah wanita yang satu ini sangat besar.
Kemudian wanita itu kembali masuk dan memandikan mayat tersebut. Setelah selesai dikafankan, ia memanggil kami agar mayat tersebut diusung. Karena jenazah ini terlalu berat, kami berjumlah sebelas orang masuk ke dalam untuk mengangkatnya. Setelah sampai di lubang kuburan (kebiasaan penduduk Mesir membuat pekuburan seperti ruangan lalu dengan menggunakan tangga, mereka menurunkan mayat ke ruangan tersebut dan meletakkannya di dalamnya dengan tidak ditimbun).
Kami buka lubang masuknya dan kami turunkan dari pundak kami. Namun tiba-tiba jenazahnya terlepas dan terjatuh ke dalam dan tidak sempat kami tangkap kembali hingga aku mendengar dari gemeretak tulangnya yang patah ketika jenazah itu jatuh. Aku melihat ke dalam ternyata kain kafannya sedikit terbuka sehingga terlihat auratnya. Aku segera melompat ke jenazah dan menutup aurat tersebut.
Lalu dengan susah payah aku menyeretnya ke arah kiblat dan aku buka kafan di bagian mukanya. Aku melihat pemandangan yang aneh. Matanya terbe-lalak dan berwarna hitam. Aku menjadi takut dan segera memanjat ke atas dengan tidak menoleh ke belakang lagi.
Setelah sampai di apartemen, aku menghubungi salah seorang anak perempuan jenazah. Ia bersumpah agar aku menceritakan apa yang terjadi saat memasukkan jenazah ke dalam kuburan. Aku berusaha untuk mengelak, namun ia terus mendesakku hingga akhirnya terpaksa harus memberitahukannya. Ia berkata, "Ya Syaikh (panggilan yang sering diucapkan kepada seorang ustadz-red), ketika anda melihat kami bergegas keluar dikarenakan kami melihat wajah ibu kami menghitam, karena ibu kami tidak pernah sekalipun melaksanakan shalat dan meninggal dalam keadaan berdandan."
Kisah nyata ini menegaskan bahwa Allah SWT menghendaki agar sebagian hamba-Nya melihat bekas Su'ul khatimah hamba-Nya yang durhaka agar menjadi pelajaran bagi yang masih hidup. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.
 
 

Tahap - tahap Penyesatan Syetan

Syaithan adalah musuh sejati Bani Adam, maka hendaklah manusia berhati-hati serta waspada terhadap segala tipu daya yang mereka lancarkan untuk menyesatkan manusia.
Di antara jurus dan tipu daya yang mereka lancarkan ialah melalui celah perbuatan dosa dan maksiat dengan berbagai tingkatannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya Madaarijus Saalikin telah menjelaskan beberapa jurus dan tipu daya syaitan dalam menjerumuskan manusia. Berikut ini langkah-langkah syaitan dalam menyesatkan manusia:
Pertama: Kekufuran dan Kesyirikan
Yaitu ajakan syaitan kepada manusia agar kufur kepada Allah subhanahu wata’ala, keluar dari agama-Nya dan mengingkari sifat-sifat-Nya. Di antara bentuk kekufuran yang terkadang masih samar bagi kebanyakan manusia adalah ajakan berbuat kesyirikan.
Syirik merupakan ajakan dan tipu daya syaitan yang terbesar untuk menyesatkan manusia, karena syaitan menyadari dosa syirik tidak akan di ampuni oleh Allah subhanahu wata’ala
Apabila syaitan itu menang dan mampu menggelincirkan manusia dalam langkah ini, maka permusuhan antara dia dengan manusia akan berkurang. Dia akan menjadikan bani Adam yang menyambut ajakan dan seruannya tersebut sebagai bala tentaranya (agen-agen syaitan), akan tetapi di hari Kiamat nanti syaitan akan berlepas diri dari tanggung jawabnya terhadap manusia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, syaitan berkata, “Sesung-guhnya Allah telah menjanjikan kepada-mu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tiada kekuasaan bagiku terhadapmu, melain-kan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu menjadikan aku sekutu (bagi Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya hamba-hamba yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22)
Akan tetapi, jika manusia selamat dan tidak tertipu dengan tipu dayanya ini karena mendapatkan ilmu dan hidayah dari Allah subhanahu wata’ala, maka syaitan akan berusaha menempuh langkah berikutnya:
Ke Dua: Berbuat Bid’ah
Apabila syetan gagal menyesatkan manusia dengan cara yang pertama, yakni kemusyrikan maka dia akan berusaha menyesatkan manusia dengan cara yang lain, yaitu melalui celah kebid'ahan.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim mengetahui perbedaan antara sunnah dengan bid'ah. Bujukan dan ajakan syaitan dalam langkah yang ke dua ini, bisa dengan cara meyakini sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran yang dengan hal itu Allah subhanahu wata’ala telah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya, yaitu dengan cara membujuk manusia tersebut agar beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan cara-cara yang tidak diizinkan oleh-Nya.
Dalam hal ini Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Bid'ah lebih disenangi oleh Iblis daripada perbuatan maksiat, karena pelaku maksiat biasanya bertaubat, sedangkan pelaku bid'ah tidak bertaubat.”
Apabila manusia itu selamat dari bujukan dan tipu daya yang ke dua ini dan dia mampu melawannya dengan cahaya Sunnah, berpegang teguh dengannya, mengikuti dan berjalan di atas manhaj salaf yaitu generasi terbaik dari ummat ini dari kalangan para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka syaitan akan menempuh langkah yang ke tiga.
Ke Tiga: Dosa Besar
Apabila syaitan merasa gagal menjerumuskan manusia lewat jalan kebid'ahan dalam agama, maka dia akan menempuh cara yang lain yaitu mengajak manusia untuk berbuat dosa besar. Syaitan sangat bernafsu untuk menjatuhkan seorang insan ke dalam dosa besar. Jika dia seorang alim yang menjadi panutan ummat, maka nantinya dosa yang dia perbuat tersebar di kalangan ummat, sehingga ummat akan lari dan tidak lagi mau mengambil ilmu darinya. (Tafsir Qayyim hal. 613)
Sahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Dosa besar adalah setiap dosa yang Allah tutup akhirnya dengan ancaman neraka, murka, laknat dan adzab-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari 5/41).
Maka sudah semestinya setiap muslim untuk menjauhi dosa-dosa besar, agar selamat dari laknat Allah dan ancaman adzab-Nya. Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala berikut ini, artinya, “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang untuk mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia(surga).” (QS. An-Nisa`: 31)
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menuturkan, “Berdasarkan nash ini, Allah menjamin akan memberikan jaminan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar untuk memasukkannya ke dalam surga.” (Al-Kabaair tahqiq Sayyid Ibrahim, hal 13)
Orang mukmin yang melakukan dosa besar adalah orang mukmin yang keimanannya sedang menurun. Apabila dia meninggal dunia dalam keadaan tidak bertaubat dari dosanya, maka perkaranya dikembalikan kepada Allah subhanahu wata’ala. Jika Allah berkehendak mengadzabnya, maka Dia akan mengadzabnya sesuai dengan dosa yang dia perbuat, kemudian dimasukkan ke dalam surga. Jika Allah subhanahu wata’ala berkehendak mengampuni, maka Dia akan mengampuni dan tidak menyiksanya.
Inilah langkah ke tiga yang ditempuh oleh syaitan, apabila dengan cara ini dia tidak mampu menjerumuskan manusia, maka syaitan itu akan mengambil langkah yang ke empat, yaitu melakukan dosa-dosa kecil.
Ke Empat: Dosa Kecil
Apabila syaitan telah putus asa untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar, maka dia akan membujuknya untuk melakukan dosa-dosa kecil yang apabila terkumpul pada diri manusia, maka dapat membinasa-kannya. (Tafsir Qayyim hal. 613)
Banyak sekali hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang memberikan peringatan akan bahaya dosa-dosa kecil. Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepad`ku, “Wahai 'Aisyah, waspadalah dari meremehkan amalan-amalan, karena ssungguhnya amalan itu akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak.” (HR. Abu Dawud, Darimi, Ibnu Hibban, Ahmad dan dishahihkan oleh Syekh Al-Albani)
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Dosa-dosa kecil apabila banyak dan dilakukan terus menerus bisa menjadi besar.” (Fathul Bari 11/337)
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Setan akan senantiasa membujuk manusia untuk melakukan dosa kecil hingga dia menganggap enteng dosa tersebut, maka orang berbuat dosa besar dengan rasa takut masih lebih baik ketimbang orang yang meremehkan dosa walaupun kecil.” (Tafsir Qayyim hal. 613).
Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seorang mukmin hendaklah menyikapi dosanya bagaikan orang yang sedang duduk di bawah gunung besar yang nyaris menimpanya, sedangkan orang yang fajir melihat dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya sekali kibas ia akan terbang.” (riwayat al-Bukhari)
Bilal Bin Sa'id rahimahullah berkata, “Janganlah engkau melihat kecilnya dosa, tapi perhatikanlah kepada siapa engkau berbuat maksiat.” (At-Tahzir Minal Muharramat) (Isnen Azhar, Lc) 
 
 

Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat

Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.
Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga? Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?
Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”
Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.
Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.
Bukankah demikian, Saudaraku?
Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.
Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.
Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.
Bukankah demikian, Saudaraku?
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”
Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)
Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?
Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.
عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!
Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)
Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.
Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.
Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.
 Demikianlah seterusnya.
Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.
Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ
“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.
Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)
Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?
Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,
الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)
Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.
Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)
Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.
Sdlamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.
Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.
Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?
Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?
Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.
Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.
Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.
Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.
Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.
Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta. Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.
Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.
Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
 “Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.”
Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?
Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.
Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)
Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?
Kunci Keberhasilan Rumah Tangga
Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.
Anda berhasil menemukannya?
Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)
Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.
Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,
 وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)
Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berd`ndan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?
Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)
Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.
Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.
Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.
Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Ustadz Arifin Badri, Lc.$2C M.A.
===catatan kaki:[1] Para ulama pensyarah hadits menjelaskan bahwa bubur daging adalah makanan paling istimewa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih-lebih bubur daging mudah pembuatannya dan selanjutnya mudah pula menelannya. 

Mengapa Hawa tercipta saat Adam tertidur dan Hawa melahirkan saat dirinya terbangun?

Seorang laki-laki jika dia kesakitan, maka dia akan membenci. Sebaliknya wanita, saat dia kesakitan, maka semakin bertambah sayang dan cintanya,, Seandainya Hawa diciptakan dari Adam As saat Adam terjaga, pastilah Adam akan merasakan sakit keluarnya Hawa dari sulbinya, hingga dia membenci Hawa. Akan tetapi Hawa diciptakan dari Adam saat dia tertidur, agar Adam tidak merasakan sakit dan tidak membenci Hawa. Sementara seorang wanita akan melahirkan dalam keadaan terjaga, melihat kematian dihadapannya, namun semakin sayang dan cinta nya kepada anak yang dilahirkan bahkan ia akan menebus nya dengan kehidupannya.
Sesungguhnya Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk yang bengkok yang tugasnya adalah melindungi Qalbu(jantung, hati nurani). Oleh karena itu, tugas Hawa adalah menjaga qalbu. Kemudian Allah menjadikan nya bengkok untuk melindungi qalbu dari sisi yang kedua. Sementara Adam diciptakan dari tanah, dia akan menjadi petani, tukang batu, tukang besi, dan tukang kayu.
 Wanita selalu berinteraksi dengan perasaaan, dengan hati, dan wanita akan menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, seorang saudari yang penyayang, seorang putri yang manja, dan seorang istri yang penurut.
Dan wajib bagi Adam untuk tidak berusaha meluruskan tulang yang bengkok tersebut, seperti yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, “jika seorang lelaki meluruskan yang bengkok tersebut dengan serta merta, maka dia akan mematahkannya.” Maksud nya adalah dengan kebengkokan tersebut adalah perasaan yang ada pada diri seorang wanita yang mengalahkan perasaan seorang laki-laki.
Maka wahai Adam janganlah merendahkan perasaan Hawa, dia memang diciptakan seperti itu. Apabila seseorang wanita mengatakan dia sedang bersedih, tetapi dia tidak menitikkan airmata, itu berarti dia sedang menangis di dalam hatinya. Apabila dia tidak menghiraukan kamu setelah kamu menyakiti hatinya, lebih baik beri dia waktu untuk menenangkan hatinya sebelum kamu meminta maaf. Dan wanita sulit untuk mencari sesuatu yang dia benci untuk orang yang paling dia sayang ,,,,,,,
 
 

Lelaki Yang Takut Jatuh Cinta

Belum menikah?" tanya saya pada laki-laki di hadapan saya yang rautnya telah bertambah tua.Yat, teman saya ini, mungkin tak tepat untuk saya sebut sebagai teman sebab usia kami yang terpautbegitu jauh. Garis-garis dewasa-untuk saya menghindari kata tua-begitu nyata saya tangkap dariwajahnya. Kerutan ada di sekitar mata dan pipinya.
la menggeleng. Ini sudah jawaban paling baik yang saya dapatkan. Biasanya, kalau menghadapipertanyaan semacam itu, hanya senyum kecut yang ia berikan dan buru-buru mengajak beranjakpada pembicaraan lain.
Tentu anakmu sudah besar, ya, Wie!" gumamnya seraya menyelai jemari tangan. Mungkin iamenyembunyikan resah.
"°Ya, yang pertama masuk SD tahun ini. Kalau yang kecil, sekarang sudah empat tahun."
"Bahagia?"
Saya pikir, saya tak perlu menjawab pertanyaannya itu sebab definisi bahagia tiap-tiap orangmungkin berbeda. Lagi pula, apakah menjawab ya atau tidak itu sesungguhnya yang menjadipertanyaannya?
Saya hanya menangkap resah itu. Resah yang bisa dibaca nyaris di setiap geraknya, pandangannyayang tidak fokus dan sering berpindah-pindah sebagaimana juga pembicaraannya yang selaluberpindah dari satu topik ke topik yang lain, mengalir begitu deras."Tiga tahun lagi usiaku empat puluh. Sudah tua, ya
Saya segera menghitung umur saya sendiri. Oktober tahun lalu, seperempat abad telah terlampaui,dan saya pun telah merasa napas 'tua' merasuki raga saya. Lantas, apakah saya akan membantahkalimatnya bahwa perbedaan dua belas tahun itu tak cukup menyebutnya tua?
"Manusia boleh tua usia, Mas," hibur saya. "Yang penting, kan, semangatnya. Saya ingin tetapmuda kendati saya sendiri sekarang sudah mulai tua."
"Apa aku cukup pantas diaebut bersemangat muda?" "Kenapa tidak?"
"Hm, entahlah, Wie mungkin takdirku sendiri begini.°"Maksudnya?'°
"Sebenarnya aku ingin menikah, tapi aku selalu takut jatuh cinta."
Lantas, tanpa menunggu reaksi saya atas kalimat yang 'mengejutkan' itu, ia telah berlalu darihadapan saya. la berjalan, menunduk. Dukanya mengais-ngais jalan.
memang terkadang menakutkan. Sungguh wajar baginya untuk mengatakan ia takut jatuhcinta. Yat-begitu biasa dia dipanggil kendati itu bukan potongan dari salah satu suku katapembentuk namanya-memiliki pengalaman yang 'menyakitkan' dalam cinta.
Seperti remaja kebanyakan, saat usia SMA, ia pernah jatuh cinta pada seorang wanita, rekansekelasnya. Cinta monyet, kata orang. Namun untuk ukuran remaja, hubungan percintaan merekaterbilang awet. Cinta pertama yang begitu romantis, saling berkirim surat-kendati berbicaralangsung sebenarnya lebih praktis dan tanpa Maya karena keduanya yang berada dalam satu kelasselama tiga tahun sebagaimana romansa khas remaja.
Namun, di semester terakhir sekolahnya, si wanita menderita sakit parah dan berakhir padakematian, tepat pada saat teman-temannya yang lain menempuh ujian SMA. Irulah yang membuatYat kacau-balau menyelesaikan lembar lembar tes dan membuat ia tak bisa diterima di perguruantinggi mana pun.
Cukup lama Yat dicekam kesedihan oleh kepergian teman dekat tersebut. Diausuh ia yang tak jugamendapat pekerjaan selulus sekolah membuat kondisinya semakin memprihatinkan. Untunglah,pada akhirnya ia menemukan semangat hidup itu dan kembali bisa berdiri untuk memperjuangkanhidupnya. Meski tertatih-tatih, ia bisa keluar dari lingkaran duka itu dan memulai kembalisejarahnya.
Kali ini, tentu saja tidaak ada yang bisa ia harapkan untuk kuliah. Bukan karena biaya, sebabkeluarganya cukup mampu menopang kuliah, asalkan tidak dalam skala kelas atas. Nilalinya-sepertisaya sebutkan-jeblok di penghujung sekolahnya. Oleh karena itu ia memilih untuk terjun langsungdalam bursa kerja. Berbekal ijazah SMA, ia melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.
Saat telah bekerja, ia menjalin hubungan dekat dengan seorang gadis, rekan sekerja. Gadis yangbaik, sopan, lagi cantik rupawan. Orang tuanya telah merasa cocok saat Yat menyatakan inginmenikahi gadis tersebut. Namun apa lancar, belum lagi sampai berlangsung proses lamaran, si gadismenderita sakit parah dan kembali berujung pada kematian.
Yat terguncang. Ini pukulan kedua yang nyaris membuatnya hilang. Semangatnya timbultenggelam. Bergelung dalam kesedlihan itu, tubuhnya yang sempat gemuk itu kembali mengurus.Orang tuanya tak kalah sedih, bukan saja kehilangan calon menantu yang sesungguhnya telahmereka cintai pula, juga oleh ketidakstabilan Yat atas deraan penderitaan itu.
Hari-hari Yat adalah : murung yang murung. Semangat kerjanya hilang, demilkian juga semangathidup.
Ini menyebabkan ia dikeluarkan dari pekerjaan, sesuatu yang sampai sekarang tak pernahdisesalinya karena ia tak pernah merasa kehilangan. Jilka ada hal besar yang hilang, kehilangan halkecil menjadi tidak terasa. Itu yang ia rasakan saat dipecat dan membuatnya luntang-lantung,menjadi preman kampung yang kerjanya nongkrong dari waktu ke waktu di perempatan jalan. Kaliini, cukup lama ia menemukan kembali dirinya yang hilang. Cukup sulit untuknya kembali bangkitsetelah tersungkur yang kedua kali.
Melewati usia tiga puluh tahun, ia kembali bekerja. Kali ini, ia menemukan tempat pelarian yangtepat dalam pekerjaan dan menjelma sebagai orang yang gila kerja. Segala pekerjaan dilakoninyauntuk melupakan kepahitan hidup.
Lantas, entah dari mana asalnya, kembali seorang gadis menyentuh kesunyian hatinya.
Kendati mulai ragu dengan perasaannya sendiri, pada akhirnya ia merasa jatuh cinta. Gadis itu telahmampu membuat serta kembali hadir di parasnya yang telah baya. Rasa cinta yang tutus berikutperhatian yang tiada habis membuat Yat kembali yakin untuk menikah. Sungguh, betapa orangtuanya bahagia mendapati anaknya telah memiliki keberanian kembali untuk mencintai seseorang,bahkan begitu perwira berniat untuk menikah.
Tak menunggu lama, lamaran pun digelar. Hari pemikahan ditentukan. Tak perlu menunggu apa punsebab semua telah ada. Sebagai seorang pekerja keras yang selalu lupa waktu jika sudah tenggelamdalam pekerjaan, Yat memiliki segala ikon keduniawian. Bukankah itu kompensasi yang tepat untukkegilaannya pada kerja? Ia tak perlu ribut soal biaya pernikahan sebab uangnya lebih dari cukupuntuk menggelar perhelatan akbar paling bergengsi sekalipun.
Wayang kulit telah dipesan. Janur pun telah didekor dengan meriah berikut segala perhiasan khasorang menikah. Pesta pernikahannya akan diawali dengan upacara akad nikah di siang harinya, dikantor KUA terdekat.
Orang-orang sudah berkumpul di kantor tersebut. Yat dan keluarganya, berikut kerabat saturombongan yang ingin menyaksikan peristiwa bersejarah seorang Yat. Bahagia di wajah masing-masing.
Lantas..waktu beranjak begitu melelahkan dalam penantian. Pengantin putri tak kunjung datang. Kemana? Semua kepala saling berganti melongok ke ujung jalan. Jam di tangan pun telah berapapuluh kali ditengok, berharap jarumnya berhenti agar waktu jangan segera lewat. Jam berganti danresah semakin berakar dalam sunyi.
Lantas, berita itu datang. Petir yang kesekian menyambar hidup Yat berkeping-keping.
"Di rumah sakit!"
Kabar yang pertama.
"Mobil yang membawa rombongan pengantin wanita mengalami kecelakaan di perempatan kota."Kabar yang kedua.
Yat sudah mulai menjerit, bergema bergaung-gaung di ruang hatinya. Dalam pakaian pengantin, iamemburu ke rumah sakit. Benar adanya, si calon mempelai wanita terbaring di sana, bersama nyarisseluruh keluarganya. Semua terluka dalam kecelakaan maut itu. Sementara, mempelai wanita yangduduk di bangku depan mobil, tepat di samping sopir, mengalami luka paling parah. Sopirnyabahkan meninggal.
Kini, si cantik dengan make up terlihat pucat dan dandanan pengantin itu dikalungi begitu banyakselang, infus, dan oksigen bantuan pernapasan. Napasnya satu-satu.
Tak cukup bilangan waktu itu. Maut menjemput segera. Yat tergugu saat garis lurus mewarnaimonitor pendeteksi jantung sang pengantin. Serasa napasnya turut terhenti dan dunianya habis.
Gelap. la meraung di ruang gelap matanya, pingsan.
"Belum menikah, Mas?" tanya saya beberapa tahun lalu dan selalu saya hanya mendapat jawabanserupa, senyum kecut. Lantas, biasanya, disertai sengal dan napas yang berat dihela, ia akanmengajak beranjak pada perbincangan yang lain.
Tapi kali ini saya telah bertekad untuk tidak mau beranjak begitu lekas. Saya masih mencarijawabannya. Akhirnva.
"Aku takut jatuh cinta, Wie! Setiap wanita yang kucintai selalu meninggal dengan cara yang tragis,°` alasannya, dengan pandangan yang segera dibuang ke jurusan lain, selanjutnya memaku ke tanah.Luka yang begitu bernanah. "Itu hanya kebetulan saja, hibur saga, memahami dalamnya duka itu.
"Kebetulan? Tidak cukupkah tiga nyawa menjadi bukti?" "Itu bukan bukti. Nyatanya, tidak adamanusia yang tidak memiliki jodoh. Itu janji Allah."
"Karna engkau tidak mengalami seperti yang kualami."*
Saya tepuk bahunya. "Karena saga bukan orang pilihan, Mas. Engkaulah yang dipilih Allah untuksanggup menghadapi cobaan semacam ini.°"
"Kaucoba membesarkan hatiku?"
"Saya tak perlu membesarkannya sebab sesungguhnya hatimu jauh lebih besar dari yang kauduga.Engkau orang istimewa, Mss, karena itu Allah mengujimu dengan yang begini berat."
"Tapi aku tak akan menikah, Wie, seberapa pun kuatnva engkau merayuku."
"Ini tidak merayu, Mas, karna menikah adalah separo dari agamamu."
Beberapa tahun setelah peristiwa tragis itu.
Saya tidak tahu dari jalan mana hidayah itu datang. Semua memang rahasia. Preman kampung yangsempat luntang lantung itu kini menjadi preman masjid kawakan. Aura religius begitu tertangkap diparasnya yang telah menua.
"Aku melarikan diri ke sini, Wie! Tuhan begitu menenteramkan. Maka, kendati takdirku hidupsendiri, aku merasa tidak kesepian sebab ada Dia yang selalu menemani. Saat sepi, adakah yanglebih indah dari rasa ditemani? Saat berduka, adakah yang lebih nyaman dari rasa berkawan?Sesungguhnya, Dia adalah kawan yang tak pernah pergi, sahabat yang tak pernah berkhianat."
Saya tersenyum, kecut, bahwa dirinya belum juga memiliki keberanian untuk menikah.
"Orang yang kucintai selalu meninggal sebelum menikah."
"Mereka memang bukan jodohmu, Mas, sebab Allahh tengah menyiapkan yang lebih baik, yanglebih pantas untuk orang setegar dirimu."
"Apa itu ada, Wie!"
"Tidak ada manusia yang diciptakan tidak memiliki jodoh, Mas."
"Tapi, bagaimana aku akan menikah, sedangkan aku selalu takut untuk jatuh cinta."
"Mengapa harus takut?"
"Itu pertanyaan konyol. Wie! Engkau tidak mengalami seperti yang aku alami."
"Kalau begitu adanya, mengapa tidak menikah saja dengan orang yang tidak kaucintai?"
"Kau ngaco!"
"Menikah tidak harus diawali dengan cinta, bukan?"
Rautnya telah begitu tua saat duduk di pelaminan. Namun, binar itu, siapa tidak percaya bahwa itubinar yang hanya dimiliki oleh anak muda? Seorang gadis muda duduk menyandingnya di sana.Usia dua mempelai itu terpaut begitu jauh.
Yat, tahun ini menginjak usia tiga puluh delapan tahun, sedangkan ia gadis belum lama beranjakdari angka dua puluh. Keduanya dipertemukan oleh seorang ustaz, melewati masa taaruf singkat,tanpa.sebelumnya saling mengenal. Jodoh memang ajaib. Akhwat yang menyanding Yat ini adalahseorang aktivis dakwah kampus. Belum lagi selesai kuliahnya, tetapi ia mantap mendampingi hidupseorang Yat.
Apa yang akan saya sebutkan dari kebaikan wanita ini? Kaya, rupawan, salihah, mahirah. Memangsungguh, akhwat semacam inilah yang tepat untuk orang setegar dan sehanif Yat. Bukankah Yat takperlu khawatir wanita yang dicintainya akan 'meninggai dunia' sebelum menikah Ya. sebab Yatbaru belaiar 'mencintai' wanita itu setelah ia menikah.