Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Jumat, 04 Mei 2012

Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas

*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah.
Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah,


 bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.
Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata,
“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim).
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/dalam-hal-apa-aku-harus-ikhlas.html 

Pribadi Berdzikir

Dzikir menjadi kepribadiaannya
Allah tujuannya
Rasulullah saw menjadi teladan dalam hidupnya
Dunia inipun menjadi surga sebelum surga sebenarnya
Bumi menjadi masjid baginya


Rumah, kantor bahkan hotel sekalipun menjadi mushola baginya
Tempat ia berpijak, meja kerja, kamar tidur hamparan sajadah baginya
Kalau dia bicara, bicaranya dakwah
Kalau dia berdiam diamnya dzikir
Nafasnya tasbih
Matanya penuh rahmat Allah penuh kasih sayang
Telinganya terjaga
Pikirannya baik sangka, tidak sinis, tidak pesimis dan tidak suka memfonis
Hatinya.. Subhannallah diam-diam berdoa, doanya diam-diam
Tangannya bersedekah
Kakinya berjihad ia tidak mau melangkah sia-sia
Kekuatannya silaturrohim
Kerinduannya tegaknya syariat Allah
Kalau memang hak tujuaannya maka sabar dan kasih sayang strateginya
Asmaa amaanii.. Cita-citanya tertinggi teragung syahid di jalan Allah
Dan sungguh menarik..
Kesibukannya ia hanya asyik memperbaiki dirinya, tidak tertarik menbari kekurangan orang lain apalagi aib orang lain..



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/pribadi-berdzikir.html 

Cinta Yang Terhalang Jeruji Besi Penjara

Fitnah itu datang menimpa Edi saat hari yang dinantikannya segera tiba. Sebuah fitnah sekaligus ujian yang terjadi sebagai bentuk takdir Allah untuknya.
Edi hanya berprofesi sebagai penjual parfum di sebuah kios kecil di dekat rumahnya. Dia tipe orang yang pendiam, taat dan senang mendalami ilmu agama. Kesehariannya selalu diisi dengan kesederhanaan serta ketekunan dalam mencari nafkah, terutama  dengan niat yang kuat agar bisa membangun pondasi ekonomi yang baik untuk bekalnya saat berumah tangga kelak.
Karena umurnya yang dirasa telah cukup untuk berumah tangga, dia pun coba memberanikan diri untuk berkenalan (ta’aruf) dengan seorang gadis desa. Beruntung, gadis desa tersebut mau, sehingga Edi dan gadis desa itu berencana untuk segera mengatur waktu lamaran dan pernikahan.
Hari yang ditentukan pun tiba. Bersama keluarganya, Edi melamar gadis pujaan hati yang ternyata telah dicintainya itu. Bersamaan dengan momen lamaran, waktu pernikahan pun telah ditentukan pula kapan akan segera dilaksanakan, yaitu beberapa minggu setelah proses lamaran tersebut dilakukan.
Sebagai seorang lelaki, tentu banyak yang harus dilakukan Edi untuk mempersiapkan hajat sebagai penyempurna setengah agamanya itu, menikah, baik dari segi biaya, ilmu, mental, psikologis, maupun berbagai persiapan diri lainnya. Begitu juga dengan gadis yang telah dipersuntingnya, sama-sama mempersiapkan diri untuk hari sakral yang sangat dinantikannya.
Namun sayang, beberapa hari menjelang pernikahannya, Edi mendapat fitnah sekaligus ujian yang terjadi diluar dugaannya. Dia ditangkap polisi dan dipenjara dengan tuduhan telah terlibat dalam tindak pidana terorisme. Suatu fitnah keji yang tidak seharusnya dia terima.
Edi tak bisa berbuat apa-apa. Dia tak kuasa melawan aparat yang menangkapnya. Padahal berbagai hal untuk pernikahannya hampir semua dia lakukan, apapun telah dia kerjakan sebagai persiapannya untuk menikah. Undangan telah beredar, makanan telah dipesan, tempat telah ditentukan, dan pemberitahuan kepada khalayak ramai hal ihwal pernikahannya juga telah disebar. Maka mau tak mau, pernikahan pun harus tetap diselenggarakan.


Pihak keluarga coba melobi polisi agar Edi diperkenankan untuk menikah. Namun sayang, polisi belum mengizinkannya, karena kasus yang menimpanya tergolong kasus berat dan sensitif di negeri ini.
Bingung menghantui diri Edi. Satu sisi pernikahan dengan gadis yang dicintainya harus segera dilaksanakan, tapi di sisi lain keadaan memaksa dirinya untuk menunda atau bahkan membatalkan pernikahan yang telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya itu. Sedang untuk menunda atau membatalkan rencana pernikahannya, pihak keluarga sang gadis sepertinya keberatan, karena akan menanggung beban malu bila pembatalan itu benar-benar terjadi.
“Din, mas minta tolong ya sama kamu,” ujar Edi kepada Didin, adik kandungnya dari balik jeruji penjara.
“Minta tolong apa mas?” jawab Didin.
“Kamu gantikan mas menikah ya dengan Karimah. Kamu kan tahu rencanaku menikah dengannya sudah dekat, tapi mungkin Allah berkehendak lain. Kan nggak mungkin pernikahan ini dibatalkan.” terang Edi kembali.
“Tapi mas… Karimah kan calon istri mas, gadis yang mas cintai? Mana mungkin aku mengkhianati mas dengan menikahi gadis yang ada di hati mas? Apalagi usiaku masih muda,” tanya Didin lagi.
“Din, cinta itu milik Allah. Adalah hak Allah untuk memberi atau mencabut cinta yang kita miliki di hati, termasuk cinta yang kurasakan saat ini. Kemarin aku sudah bilang ke Karimah dan orang tuanya, dan dia setuju untuk menikah denganmu sebagai penggantiku. Aku nggak mau mengecewakan keluarga kita dan keluarganya. Toh aku juga nggak tahu bagaimana nasibku selanjutnya, bahkan sampai kapan aku harus mendekap di penjara ini, aku nggak tahu. Tolong ya Din, ini demi kebaikan keluarga kita dan keluarga Karimah.
Kalau memang kalian sama-sama belum saling mencintai, maka nanti dengan kebersamaan kalian setelah menikah, cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Allah yang akan menumbuhkan rasa cinta itu di hati kamu dan Karimah, sehingga kalian bisa saling melengkapi dan mencintai selayaknya suami istri,” tandas Edi berusaha ikhlas dengan apa yang disampaikan pada adiknya itu.
“Mas, aku ini belum mapan. Aku takut mas kalau aku nggak bisa menafkahi dia,” lanjut Didin.
“Kamu jangan khawatir dengan rezeki, kalau kamu nggak mampu, insya Allah, Allah yang akan memampukan kamu. Kalau kamu belum kaya, insya Allah, Allah yang akan mengayakan kamu. Bukankah yang memberi kekayaan dan rezeki setiap makhluk adalah Allah? Dan bukankah juga pernikahan sebagai kunci pembuka pintu rezeki?


 Din, kita ini hanya manusia biasa yang wajib untuk berusaha dan mencoba. Allah lah yang menentukan segalanya, termasuk rezeki. Mungkin nanti kamu bisa lanjutkan usaha parfum yang mas punya, siapa tahu setelah kamu pegang, usaha parfum itu akan jauh lebih berkembang, dan akan menjadi salah satu sumber rezeki yang Allah berikan untukmu. Ya kan? Jadi, mau ya?” pinta Edi.
“Kalau memang ini permintaan mas dan demi kebaikan kita semua, insya Allah aku mau mas, asalkan mas ikhlas,” jawab Didin tegas.
“Insya Allah,” sahut Edi menimpali jawaban Didin.
Hari yang dinantikan pun tiba, disaksikan dan dihadiri keluarga dari kedua belah pihak, Didin dan Karimah khidmat melangsungkan pernikahan yang diselenggarakan secara sederhana. Tak tampak kemewahan, keceriaan dan hura-hura selayaknya pernikahan pada umumnya, karena keluarga dari mempelai pria masih berbalut duka akibat masalah yang menimpa salah satu anggota keluarga mereka, Edi.
Sedang dari balik jeruji besi penjara, Edi hanya bisa termenung sedih menerima takdir yang dirasanya cukup berat ini. Dia harus mengikhlaskan gadis yang dicintainya untuk menikah dengan Didin, adik kandungnya, dan harus tegar menghadapi fitnah yang dituduhkan kepadanya. Tak jarang, dari balik jeruji besi itu Edi meneteskan air mata ketegarannya, sebagai bukti lemah dan tak berkuasanya dia sebagai manusia yang berjalan di atas takdir Allah, Tuhannya.
Namun, tak lama….
“Saudara Edi, kemari ikut saya!” perintah salah seorang petugas polisi kepadanya.
“Ada apa Pak?” tanya Edi terkejut.
Dengan tangan terborgol Edi menurut dan berjalan bersama seorang petugas yang memerintahkannya tadi menuju ke sebuah ruangan kecil di luar penjara.
“Silakan duduk! Dari hasil pemeriksaan kami, ternyata Anda bersih dan tidak terlibat dalam tindak pidana terorisme. Jadi Anda kami bebaskan. Tapi Anda tetap kami kenakan wajib lapor apabila mengetahui ada gerakan teroris di sekitar Anda,” ujar salah seorang petugas lainnya memberikan penjelasan.
“Apa, saya bebas Pak? alhamdulillaah…baik Pak, baik, insya Allah!” Edi tak kuasa menahan riang dengan apa yang baru didengarnya, seketika Edi langsung tunduk sujud syukur kepada Allah yang telah melepaskannya dari semua kasus ini.



Ya, selang beberapa hari setelah pernikahan Didin dan Karimah, Edi dibebaskan dari penjara serta dari tuduhan yang dikenakan kepadanya. Sebab, dari hasil pemeriksaan intensif yang dilakukan polisi, ternyata Edi terbukti bersih, tidak bersalah dan tidak terlibat dalam tindak pidana terorisme seperti yang dituduhkan selama ini kepadanya.
Edi bersyukur karena kini dia bisa bernafas lega sembari menghirup udara bebas setelah mencium pengapnya ruang dibalik jeruji besi yang ditempatinya belakangan ini. Namun kesedihan masih membekas dari balik lubuk hatinya, karena gadis yang dicintainya tak jadi menikah dengannya. Berat yang Edi rasakan, tapi dia akan berusaha untuk tetap ikhlas dan ridho atas keputusan dan takdir Allah untuknya.
Kini dia hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa jodoh adalah rahasia Allah. Sebagai manusia dia hanya bisa berusaha tapi Allah jualah penentu segalanya. Baginya jodoh akan hadir bilamana waktunya telah tiba meski tanpa diminta, direncana dan diharapkan olehnya, serta jodoh tidak akan hadir bilamana waktunya belum tepat meski berbagai cara telah dilakukan dan diusahakan, karena Allah lebih tahu siapa, kapan dan bagaimana jodoh yang terbaik untuk semua hamba-hambaNya akan dihadirkanNya, termasuk untuk dirinya.
Kalau saatnya belum tepat, mungkinkah matahari akan terbit mencipta fajar? Kalau waktunya belum tiba mungkinkah jodoh akan hadir menemani diri? Tentu tidak, karena jodoh adalah amanah Allah untuk hamba-hambaNya yang layak dan siap dalam mengemban amanah tersebut.



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/cinta-yang-terhalang-jeruji-besi.html 

“Magnet Hati” Kehidupan

*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫*¨*•.¸¸¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Kehidupan memiliki misterinya sendiri, Bumi kita memiliki medan magnet yang sangat besar, Alam universe pun memiliki medan magnet dan gaya gravitasinya sendiri, semua berjalan pada orbitnya dan berputar pada porosnya.


Manusia juga memiliki misterinya sendiri, kemampuan yang membuat seseorang bisa menjadi sangat ‘kecil’ maupun bisa sangat ‘besar’… Bila terkukung oleh pikirannya sendiri, manusia menjadi sangat kerdil, Dengan kebesaran hatinya manusia dapat menjadi besar. Kekuatan Pikiran manusia bisa sangat tidak terbatas.
Demikian dengan ‘magnet hati’ akan membuatmu mengenali kemampuan dirimu sendiri..
Mengapa ada yang senang berteman dengan kita, mengapa ada yang menolak kita, mengapa ada daya tarik menarik antara kita, dan ada daya tolak menolak diantara kita. Ini semua karena Magnet Hati yang kita miliki.
Menyadari bahwa gelombang magnet yang kita pancarkan, itulah yang akan menarik kembali apa-apa di sekeliling kita yang sesuai dengan gelombang tersebut.
Medan magnet yang positif, akan membawa kebahagiaan… dengan mengunakan kekuatan gelombang medan magnet plus (cinta kasih, kasih sayang, kebijaksanaan, kedermawanan, keramahan, kesabaran, dll) tentunya akan menghasilkan medan magnet yang dasyat luar biasa… akan terpancar ke semesta alam, dan sebagai gaya tariknya yang luar biasa pula, Ia akan memberikan pada kita hal-hal yang positif pula. Ia akan memberimu kebahagiaan, menarik teman2 yang sejalan, selaras dan baik hati pula…
Memberimu kekuatan dalam menjalankan hidupmu, karena semua hal2 yang positif telah menempel pada dirimu….
Nah medan magnet negatif tidak perlu dibahas lagi.. karena tanpa disadari, kita setiap saat, setiap moment paling sering mengunakan kekuatan medan magnet negatif ini, hasilnya yah seperti yang sering kita rasakan…. derita tiada akhir…
So mau mengubah hidupmu, tinggal switch “on” atau switch “off” medan magnet hati apa yang ingin kita gunakan………
Hidup ini penuh dengan suka dan duka… silih berganti seperti magnet dengan dua sisi…
jangan terlalu banyak mengunakan medan magnet negatifmu… sudah saatnya mengunakan kekuatan dari medan magnet yang positif….
Hayooo berjuanglah!!!!!
Semua ada dalam dirimu.. Gunakan dan rasakan manfaatnya!
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/magnet-hati-kehidupan.html 

==Hikmah kisah dari seorang sahabat serta jurutulis Rasulullah SAW "Abu Hanzalah bin Ar Rabie"==

Dikisahkan kala itu, Malam telah menyelimuti kota Madinah Al Munawwarah, bintang -bintang yang bertaburan membawa kedamaian dan ketenangan serta mimpi indah, yang jelas malam itu sebenarnya malam biasa, tapi tidak sama sekali bagi Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanhu . Hari itu hari dimana mimpinya terwujud, hari yang lama datangnya hari yang lama ditunggunya hari itu Hanzhalah naik ke pelaminan.
Hanzhalah menikah pada suatu malam yang besok paginya terjadi perang di Uhud. Hanzhalah minta izin kepada Nabi Shalallahu alaihi wa salam untuk bermalam bersama isterinya. Sementara dia sendiri tidak tahu dengan pasti apakah malam itu malam pertemuan atau justru malam perpisahan. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam memberinya ijin untuk menginap malam itu bersama pasangan pengantinnya.
Namun ketika Hanzalah terjaga dari tidurnya, beliau mendengar gendang perang dibunyikan begitu kuat sekali. Melalui seorang sahabatnya beliau mendapat berita bahwa tentera Islam mendapat tantangan yang hebat. dan dalam keadaan terlalu genting. Tanpa membuang waktu lagi Hanzalah lalu memakai pakaian perang lalu mengambil pedang. Dia menuju ke medan tempur tanpa sempat mandi junub.
Waktu itu Hanzhalah Radiallahuanhu masih Junub, belum sempat mandi besar, melesat memenuhi seruan kebenaran, serta melayang tidak menginjak bumi,


 Sepasang penganten malam itu melesat dengan membawa senjatanya untuk bergabung dengan Nabi Shalallahu alaihi was salam yang sedang menyiapkan barisan Muslimin, meyiapkan hati untuk melakukan transaksi dijalan Allah Hanzhalah masuk pasar surga .
Perang sangat dahsyat berkemilau dengan serunya pada awalnya kemenagan diraih tapi tatkala pasukan pemanah meninggalkan posisi mereka, keadaan berbalik menjadi kacau dan orang-orang musyrik maju.
Akan tetapi beberapa tentara tetap teguh bertahan bersama Rasulullah Shalallahu alihi wa salam, termasuk di dalamnya Hanzhalah Dia terus menunjukkan dan membuktikan kecintaannya terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala. Dia maju menghadap Abu Sofyan bin Harb Dengan cepat dia menebas kaki kuda Abu Sofyan dari belakang sehingga Abu Sofyan terjatuh dia menjatuhkannya dari atas kudanya seakan-akan dia menjatuhkan kebathilan yang telah mencuri kebenaran dan kebathilan yang mengacau akidahnya Pada saat itu datanglah Syaddad bin Al Aswad membantu Abu Sofyan melawan Hanzhalah Radiallahuanhu, untuk kemudian salah satu dari dua orang itu bisa membunuh hati yang bersih dengan lemparan lembing yang tembus Abu Sofyan berteriak " Hanzhalah dengan Hanzhalah yang maksudnya dia telah membalaskan dendam anaknya yang terbunuh dalam perang Badar Hanzhalah Radiallahuanhu meninggalkan kita, tetapi bau wangi misik darinya tetap semerbak menyirami jiwa-jiwa generasi sesudahnya agar jiwa yang sedang tertidur menjadi bangkit dengan harapan suatu ketika akan menunggangi kuda-kuda Syahid.
Hanzalah yang turut menjadi korban kala itu dalam keadaan sedang junub.
Para Sahabat Radiallahuanhu yang masih tersisa mulai mencari saudara-saudara mereka yang masih menanti janji dari langit memilah-milah siapa yang lebih dahulu ke langit. Tangan mereka yang berusaha menyentuh jasad Hanzhalah Radiallahuanhu yang berlumur darah mereka kagum adanya rintik rintik air mengalir dari dahinya seperti butiran-butiran mutiara dan berjatuhan dari sela-sela rambutnya. Ini tentu menjadi misteri Apa maksudnya sampai kemudian para sahabat mendengar suara Nabi Shalallahu alaihi wa salam bersabda : "Sungguh Aku melihat Malaikat memandikan Hanzhalah bin Amir ra antara langit dan bumi dengan air awan dalam bejana terbaut dari perak.
Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman dengan mendapatkan harga surga.
Selamat wahai anda Hanzhalah anda telah mendapat surga orang-orang Aus, Suku Hanzhalah sangat bangga dengannya karena dari suku mereka ada yang dimandikan Malaikat.
Sesungguhnya Hanzhalah akan tetap menjadi kebanggaan dan terpatri dalam dada kaum muslimin bukan hanya untuk Aus saja! Semoga Allah ridha terhadap Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanhu.


Para sahabat tercengang-cengang mendengar ini.
Salah seorang dari mereka, Abu Said Saidi lalu pergi melihat mayat Hanzalah. Wajah Hanzalah kelihatan tenang. Dari rambutnya kelihatan titisan air berlinangan turun. Sungguh beruntung Hanzalah mendapat layanan yang begitu istimewa dari malaikat. Tidak pernah terjadi dalam sejarah seorang syahid dimandikan dengan cara yang luarbiasa ini. Malahan wafatnya sebagai syuhada menjadikan ia sebagai penghuni syurga tanpa dihisab. Subhanallah.
****
"Amalan seorang dari kalian tidak akan memasukkannya ke dalam surga", para shahabat bertanya: "Begitupula engkau wahai Rasulullah?", begitupula aku, kecuali Allah meliputiku dengan kemurahan dan rahmat dari-Nya". (HR Muslim)
"Barangsiapa yang menafkahkan dua barang di jalan Allah maka akan dipanggil dari pintu-pintu surga, wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan. Barangsiapa yang termasuk ahli shalat maka ia akan dipanggil dari pintu shalat, siapa yang termasuk ahli jihad maka ia akan dipanggil dari pintu jihad, siapa yang ahli puasa maka ia akan dipanggil dari pintu ar Rayyan dan siapa yang ahli shadaqah maka ia akan dipanggil dari pintu shadaqah". (HR Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya di dalam surga ada seratus tingkatan yanf telah Allah sediakan untuk para mujahid di jalan-Nya, setiap dua tingkatan jarak antara keduanya laksana antara langit dan bumi, jika kalian memohon kepada Allah maka mintalah surga Firdaus, sesungguhnya letaknya di tengah dan di tingkatan tertinggi dari surga dan di atasnya 'Arsynya Allah Yang Maha Luas Rahmatnya, darinyalah terpancar sungai-sungai surga". (HR Bukhari



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/hikmah-kisah-dari-seorang-sahabat-serta.html 

==Friday i'm in Love==

Sebaik-baik hari adalah hari Jum'at, pada hari itulah diciptakan Nabi Adam, dan pada hari itu dia diturunkan ke bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari itu pula beliau diwafatkan, dan pada hari itu pula terjadi Kiamat. Pada hari itu ada saat yang kalau seorang muslim menemuinya kemudian shalat dan memohon segala keperluannya kepada Allah, niscaya akan dikabulkan". (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai)
Hari Jumat adalah hari yang memiliki arti yang sangat istimewa bagi ummat Islam. Sangat banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan dan kekhususan hari Jumat dibandingkan dengan hari-hari yang lain.



Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahulloh dalam kitabnya Zaadul Ma’ad memuat hadits-hadits tersebut hingga beliau berkesimpulan paling tidak ada 33 kekhususan hari Jumat dari hari-hari yang lain.
Al Hafizh Suyuthi menulis kitab yang beliau beri judul Al Lum’ah fi Khashoish Al Jumu’ah. Beliau di kitab ini menyebutkan hadits-hadits yang sangat banyak termasuk diantaranya hadits-hadits lemah yang menerangkan keutamaan dan kekhususan Jumat; dimana beliau berkesimpulan ada 101 kekhususan Jumat dari hari selainnya.
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: "Hari ini dinamakan Jum'at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam'u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah  memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. 62:9)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata:
* Hari Jum'at adalah hari ibadah.
Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Waktu mustajab pada hari Jum'at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan. (Zadul Ma'ad: 1/398).
* Rasulullah Shallallahu 'AlaihiWasallam adalah sebaik-sebaik makhluk, hari Jum'at adalah penghulunya hari, dan shalawat kepada Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam  pada hari ini (Jum'at) adalah sebuah kekhususan untuk Beliau,  di samping itu ada hikmah lainnya bahwa setiap kebaikan yang didapatkan oleh umat Beliau di dunia dan akhirat adalah melalui tangan Beliau, maka Allah mengumpulkanbagi umat Nabi Muhammad dua kebaikan dunia dan akhirat,  dan karamah yang paling besar yang mereka dapatkan adalah pada hari Jum'at,
karena pada hari itu mereka dibangkitkan menuju rumah dan istana-istana mereka di surga, *hari Jum'at juga merupakan hari penambahan kebaikan bila mereka masuk surga



* hari Jum'at merupakan hari raya buat mereka di dunia, pada hari itu Allah Subhanahu Wata'ala,memenuhi permintaan dan kebutuhan-kebutuhan mereka,yang meminta tidak akan ditolak, demikianlah,mereka mengetahuinya dan mendapatkannya karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, maka bersyukur, berterima kasih kepadanya dan memenuhi sedikit dari hak Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam   adalah dengan memperbanyak shalawat kepada Beliau pada hari ini dan malamnya. (ZaadulMa'ad 1/376).
*hari Jum'at adalah hari yang disunnahkan adanya meluangkan waktu untuk beribadah,ia mempunyai keistimewaan dibandingkan hari-hari yang lainnya dengan berbagai macam ibadah yang wajib maupun yang sunnah,
Allah Subhanahu Wata'ala telah menjadikanbagi setiap millah (agama) satu hari khusus untuk beribadah, dengan mengenyampingkan urusan duniawi,
sedang hari Jum'at adalah hari ibadah, ia dibandingkan hari-hari yang lainnya seperti bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya dan didalamnya terdapat saat dikabulkannya semua permohonan,
bagai malam lailatur qadar, karena itu orang yang benar Jum'atnya dan selamat,maka akan selamat hari-harinya,orang yang benar ramadhannya dan selamat, maka akan selamat tahun-tahun yang dilaluinya,
orang yang benar ibadah hajinya dan selamat, maka akan selamat sisa-sisa umurnya.
"Hari Jum'at merupakan barometer mingguan,
Ramadhan barometer tahunan, dan
ibadah haji adalah barometer kehidupan" (Zaadul Ma'ad 1/398).
*Shalat Jum'at, salah satu kewajiban yang amat penting dalam Islam dan merupakan  salah satu momen besar berkumpulnya kaum muslimin, lebih besar dari momen-momen yang lainnya kecuali momen 'Arafah.
Orang yang meninggalkannya karena mengangfap enteng dan malas-malasan, Allah akan mencap dan menutup hatinya, dan dekatnya penghuni sorga pada hari kiamat dari  Allah Subhanahu Wata'ala, dan  kemenangan mereka untuk datang pada yaumul mazid tergantung kepada dekatnya orang tersebut pada hari Jum'at dari Imam serta kesegeraan datangnya kemasjid."  (zaadul ma'ad 1/376)
+++


Diriwayatkan oleh Ibnu Amru ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Setiap muslim yang mati pada siang hari Jum'at atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur".
(HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai shahih oleh Al-Bani).
Neraka jahannam dinyalakan setiap hari, kecuali hari Jum'at,  sebagai penghormatan terhadap hari ini. (Zadul Ma'ad: 1/387).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Sebaik-baik hari selama matahari masih terbit adalah hari Jum'at,  pada hari itu Adam diciptakan, diturunkan ke bumi,
pada hari itu tobatnya diterima,dan  pada hari itu beliau diwafatkan,
pada hari itu kiamat akan terjadi, tidak ada satu-pun makhluk melata di muka bumi  kecuali  bersuara pada hari Jum'at  dari mulai subuh sampai terbitnya matahari mereka takut (was-was) akan terjadinya kiamat, kecuali manusia dan jin. (HR. Abu Daud 1046, At-Tirmidzi 491, An-Nasa'i 1430) disahihkan oleh Arnauth dan yang lainnya.
Hadits Aus bin Aus ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa yang mandi pada hari Jum'at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun,  dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah".
(HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah)
* Sebaik-baik hari adalah hari Jum'at
* Sebaik-baik pakaian adalah berwarna putih
* Sebaik-baik majelis adalah majelis yang lapang
* Sebaik-baik penyembelihan hewan adalah dengan pisau yang tajam
Sesungguhnya tiap-tiap hari dalam kehidupan itu baik semuanya dan memiliki keistimewaan yang berbeda-beda.



Namun, saya pribadi menyebutnya hal ini dikhususkan tentang hari jum'at yang memiliki pula banyak keutamaan dan keistimewaan itu yaitu "Friday I'm in Love"
Perbanyaklah shalawat untukku pada hari Jum’at, karena sesungguhnya shalawatmu disaksikan malaikat dan sesungfuhnya seseorang tidaklah membaca shalawatnya itu ditampakkan kepadaku sampai ia selesai membacanya.
[HR. Ibnu Majah]



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/friday-im-in-love.html 

== Keutamaan Surat Al-Ikhlas ==

Alkisah, pada zaman Rasulullah, ada seorang lelaki mendengar seseorang membaca “Qul huwallaahu ahad” secara berulang-ulang. Lelaki itu lantas mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian yang baru dilihatnya dengan nada seakan meremehkan surat Al Ikhlas.
Mendengar cerita tersebut, Rasulullah lantas bersumpah atas nama Allah, bahwa surat Al Ikhlas sesungguhnya memiliki nilai sebanding dengan sepertiga Al Quran. (HR. Bukhari)
Hal ini berdasarkan hadits :
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) يُرَدِّدُهَا ، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ »
Dari Abu Sa’id (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang membaca dengan berulang-ulang ’Qul huwallahu ahad’. Tatkala pagi hari, orang yang mendengar tadi mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut dengan nada seakan-akan merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat ini sebanding dengan sepertiga Al Qur’an”. (HR. Bukhari no. 6643) [Ada yang mengatakan bahwa yang mendengar tadi adalah Abu Sa’id Al Khudri, sedangkan membaca surat tersebut adalah saudaranya Qotadah bin Nu’man.]
Dalam riwayat lain,
Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada seorang budak. Budak ini biasanya di dalam shalat ketika shalat bersama sahabat-sahabatnya sering mengakhiri bacaan suratnya dengan ’Qul huwallahu ahad.’ Tatkala para sahabatnya kembali, mereka menceritakan hal ini pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata,
سَلُوهُ لأَىِّ شَىْءٍ يَصْنَعُ ذَلِكَ
”Tanyakan padanya, kenapa dia melakukan seperti itu?”
Mereka pun menanyakannya, dia pun menjawab,
لأَنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ ، وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا
”Surat ini berisi sifat Ar Rahman. Oleh karena itu aku senang membacanya.”
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,



أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ
”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya.” (HR. Bukhari no. 7375 dan Muslim no. 813)
Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya”. Beliau mengatakan, ”Maksudnya adalah bahwa sebab kecintaan Allah pada orang tersebut adalah karena kecintaan orang tadi pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat kitakan dari perkataan orang tadi, karena dia menyukai sifat Rabbnya, ini menunjukkan benarnya i’tiqodnya (keyakinannya terhadap Rabbnya).” (Fathul Bari, 20/443)
Faedah dari hadits di atas:
Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan, ”Orang tadi biasa membaca surat selain Al Ikhlash lalu setelah itu dia menutupnya dengan membaca surat Al Ikhlash (maksudnya: setelah baca Al Fatihah, dia membaca dua surat, surat yang terakhir adalah Al Ikhlash, pen). Inilah yang dia lakukan di setiap raka’at. Kemungkinan pertama inilah yang nampak (makna zhohir) dari hadits di atas. Kemungkinan kedua, boleh jadi orang tadi menutup akhir bacaannya dengan surat Al Ikhlash, maksudnya adalah surat Al Ikhlas khusus dibaca di raka’at terakhir. Kalau kita melihat dari kemungkinan pertama tadi, ini menunjukkan bolehnya membaca dua surat (setelah membaca Al Fatihah) dalam satu raka’at.” Demikian perkataan Ibnu Daqiq. (Fathul Bari, 20/443)
Dalam kisah lain, Anas bin Malik meriwayatkan sewaktu ia bersama-sama Rasulullah SAW. di Tabuk. Pernah suatu ketika cahaya matahariterbit dengan redup tidak seperti hari-hari biasanya. Malaikat Jibril lalu datang dan Rasulullah pun menanyakannya tentang hal ini.
Malaikat menjawab bahwa matahari redup karena sayap malaikat terlampau banyak. Para malaikat sebanyak 70.000 ini diutus Allah karena ada seorang sahabat yang meninggal di Madinah. Sahabat itu semasa hidupnya banyak membaca surat Al-Ikhlas.
1. Abu Sa'id Al-Khanafi menerangkan:
"Surat ini dinamakan surat Al-Ikhlas, artinya bersih atau lepas, maka barang siapa yang membacanya dan mengamalkannya dengan hati yang ikhlas maka ia akan dilepaskan dari kesusahan-kesusahan duniawi, dimudahkan didalam gelombang sakaratilmaut, dihindarkan dari kegelapan kubur dan kengerian hari kiamat".
2. Ibnu Syihab Al-Zukhri menerangkan :
"Rasulullah Saw. bersabda : Siapa membaca suratul Ikhlas seolah-olah ia membaca sepertiga Al-Qur'an".
3. Riwayat dari Sayyidina 'Ali k.w.:


"Barang siapa membaca Suratul Ikhlas sebanyak 11 kali sesudah shalat subuh, maka setan tidak akan dapat menggodanya untuk berbuat dosa, meskipun setan itu dengan sungguh-sungguh hendak menggodanya pada hari itu".
4. Sayyidah 'Aisyah menerangkan : dari Nabi Muhammad SAW :
"Barang siapa membacanya sesudah selesai shalat jum'at; surat Al-Faatihah sebanyak 7 kali, surat Al-Ikhlas sebanyak 7 kali, surat Al-Falaq sebanyak 7 kali, dan surat An-nas sebanyak 7 kali, maka Allah SWT. akan melindunginya dari kejahatan sampai hari jum'at yang akan datang".
5. Dari Sayyidina 'Ali, :
"Rasullullah SAW bersabda : Barang siapa hendak pergi musafir, kemudian ketika hendak meninggalkan rumahnya ia membaca surat Al-Ikhlas 11 kali, maka Allah memelihara rumahnya sampai ia kembali".
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
“Aku mimpi melihat Hidhir (as) pada malam besoknya perang Badar. Aku berkata padanya: ajarkan padaku sesuatu yang dapat menolongku dari musuh-musuhku. Hidhir (as) berkata: bacalah: Yâ Huwa yâ Man lâ huwa illâ Huwa. Pagi harinya aku ceritakan kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda: “Wahai Ali, engkau telah mengetahui Ismul A’zham (nama Allah yang paling agung).”
Kemudian Ismul A’zham itu mengalir di lisanku pada hari perang Badar. Perawi hadis ini mengatakan: Imam Ali (sa) membaca surat Al-Ikhlash kemudian membaca:
يَا هُوَ يَا مَنْ لاَ هُوَ اِلاَّ هُوَ، اِغْفِرْلِي وَانْصُرْنِي عَلَى الْكَافِرِيْنَ
Yâ Huwa yâ Man lâ huwa illâ Huwa, ighfirlî wanshurnî ‘alal kâfirîn.
Wahai Dia yang tiada dia kecuali Dia, ampuni aku dan tolonglah aku menghadapi orang-orang kafir. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5: 700)
Nabi Muhammad juga pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada sayap Jibril, Allahus Shamad (ayat 2) pada sayap Mikail, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada sayap Izrail, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada sayap Israfil. Dan yang membaca al-Ikhlas memperoleh pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Lalu berkaitan sahabat, Nabi pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada dahi Abu Bakar, Allahus Shamad (ayat 2) pada dahi Umar, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada dahi Utsman, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada dahi Ali.


(kitab Hayatun Quluubi)
Sedangkan hadits lain menyebutkan bahwa ketika orang membaca al-Ikhlas ketika sakit hingga ia meninggal, ia tidak membusuk dalam kubur dan akan dibawa malaikat dengan sayapnya melintasi Siratul Mustaqim menuju surga.(kitab Tadzikaratul Qurthubi)
Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan tinggalkan membaca surat Al-Ikhlash sesudah shalat fardhu, karena orang yang membacanya Allah akan menggabungkan baginya kebaikan dunia dan akhirat, mengampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya serta dosa anaknya”. (Mafatihul Jinan 478)
Imam Musa Al-Kazhim (sa) berkata:
“Sangatlah banyak keutamaan bagi anak kecil jika dibacakan padanya surat Al-Falaq (3 kali), surat An-Nas (3 kali), dan surat Al-Ikhlash (100 kali), jika tidak mampu (50 kali). Jika dengan bacaan itu ia ingin mendapat penjagaan, ia akan terjaga sampai hari wafatnya.” (Mafatihul Jinan: 479)
Imam Musa Al-Kazhim (sa) adalah putera Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husein bin Fatimah puteri Rasulullah SAW.
Dari Abu Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka mengatakan,”Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 1922)
An Nawawi mengatakan,
Dalam riwayat yang lainnya dikatakan, ”Sesungguhnya Allah membagi Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah menjadikan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) menjadi satu bagian dari 3 bagian tadi.” Lalu Al Qodhi mengatakan bahwa Al Maziri berkata, ”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an itu ada tiga bagian yaitu membicarakan (1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3) sifat-sifat Allah. Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini berisi pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. Ada pula yang mengatakan bahwa pahala membaca surat ini adalah dilipatgandakan seukuran membaca sepertiga Al Qur’an tanpa ada kelipatan. (Syarh Shohih Muslim, 3/165)
Apakah Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?


Maksudnya adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak tiga kali sudah sama dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz? [Ada sebagian orang yang meyakini hadits di atas seperti ini.]
Jawabannya: tidak. Karena ada suatu kaedah:
SESUATU YANG BERNILAI SAMA, BELUM TENTU BISA MENGGANTIKAN.
Itulah surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun tidak bisa menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila seseorang mengulangi surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak mungkin bisa menggantikan surat Al Fatihah (karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun shalat). Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau tidak bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an, namun dia hanya bernilai sama dengan sepertiganya.
Sebab turunnya ayat-ayat surat Al Ikhlas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang musyrik yang mempertanyakan tentang sifat-sifat Allah.
Surat ke-112 Al Quran ini dinamakan Al Ikhlas karena berisikan ajaran keikhlasan (tauhid) kepada Allah SWT serta menjauhkan diri dari perbuatan syirik (menyekutukan Allah).

Tafsir Surat Al Ikhlas: 1
Ayat pertama surat Al Ikhlas menyatakan keesaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Sebagai satu-satunya Tuhan, tentu saja Allah juga sebagai satu-satunya yang patut disembah. Tiada sekutu bagi-Nya.

Tafsir Surat Al Ikhlas: 2
Ayat kedua menyatakan bahwa Allah adalah tempat kita meminta. Satu-satunya tempat kita meminta. Artinya, kita menggantungkan segala sesuatu hanya kepada-Nya. Kita mutlak membutuhkan-Nya. Sebaliknya, tak sedikit pun Allh membutuhkan kita.

Tafsir Surat Al Ikhlas: 3
Ayat ketiga menyatakan bahwa Allah tidak memiliki anak, tidak pula dijadikan anak oleh siapa pun. Dengan kata lain, Allah tak memiliki ayah dan ibu.


Ayat ini merupakan bantahan terhadap perkataan tiga golongan sesat, yakni orang-orang musyrik, Yahudi, dan Nasrani. Orang musyrik menyebutkan malaikat sebagai putri Allah. Orang Yahudi menyebutkan Uzair sebagai anak Allah. Orang Nasrani menyebutkan Isa sebagai putra Allah.

Tafsir Surat Al Ikhlas: 4
Ayat keempat menyatakan bahwa tidak ada satu pun yang dapat disamakan dengan Allah. Tak ada yang patut disandingkan dan dibandingkan dengan-Nya. Allah adalah zat yang tiada tara, tiada banding.
Itulah beberapa di antara fadhilah (keutamaan) dari surat Al Ikhlas.

(Dikumpulkan dari berbagai sumber)



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/keutamaan-surat-al-ikhlas.html

Taat Kalo Di Lihat

Priiit..!!!”
teriakan peluit menghentikan seorang pengendara motor yang baru aja nerobos lampu merah. Dengan perasaan cemas, doi segera menghentikan kendaraannya. Kepalanya celingak-celinguk nyari sumber suara peluit. Dari kejauhan tampak tukang gorengan berjalan mendekati doi. Rupanya, tukang gorengan itu polisi yang menyamar. Dengan muka sangar, pak polisi membentak sang pengendara.
“Kenapa kamu nerobos lampu merah?”
“Maaf pak, saya nggak liat.” Jawabnya dengan muka memelas.
“Masa’ lampu merah segede itu nggak keliatan?” hardik pak polisi tanpa belas kasihan.
“Lampu merah sih liat pak. Cuma....” sang pengendara ragu meneruskan kalimatnya.
“Cuma apa?!!”
“Cuma saya nggak liat ada bapak. Hehehe...” jawabnya sambil nyengir.
Gubraks!%##%@#$
Penggalan cerita di atas boleh jadi mewakili mental masyarakat kita kalo udah berurusan dengan aturan. Yup, seperti episode sebuah iklan rokok. “taat kalo cuma ada yang liat”. Di tempat kerja, kalo ada bos atau atasan, sibuk kasak-kusuk ketik sana-sini di depan komputer biar keliatan kerja. Giliran bos udah berlalu, kembali ke aktivitas rutin dengan bermain solitaire, chatting, atau ngotak-ngatik friendster or face-book.
Begitu juga dengan lingkungan sekolah. Dandanan seragam sekolah rapi lengkap dengan bet dan lokasi plus dasi cuma keliatan pas ujian doang. Soalnya kalo nggak gitu, pengawas bakal mengeliminasi kita dari ruang ujian. Berabe dong. Ternyata saat ujian, nggak cuma pakaiannya aja yang rapi, tapi contekan pun nggak kalah rapinya. Sampe-sampe pengawas sulit menemukan jejak-jejak keberadaannya. Tapi giliran pengawas meleng dikit atau permisi ke belakang, langsung deh contekan dengan ukuran font kecil dan tulisan nggak karuan mulai menampakkan diri. Mumpung nggak ada yang liat. Nah lho?
Aturan Islam juga kebagian


Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ternyata mewabah juga pada sikap remaja muslim terhadap hukum Islam. Beberapa aturan Islam yang lengket dalam keseharian kita, masih aja pake pertimbangan ada yang ngawasin apa nggak.
Seperti shalat lima waktu misalnya. Sedih juga kalo kita tahu ternyata masih ada sebagian temen-temen kita yang shalatnya angin-anginan. Kalo disuruh ortu dengan ancaman pemblokiran uang jajan, baru deh mau shalat meski dengan berat hati. Pas lagi bareng bokin yang baru jadian, shalat nggak pernah ketinggalan. Tapi pas nggak disuruh ortu atau nggak terancam pemblokiran uang jajan, shalatnya tergantung mood. Gitu juga pas lagi sendiri tanpa kehadiran pujaan hati, urusan shalat mah entar-entar dulu. Payah deh!
Kewajiban menutup aurat juga mengalami nasib yang sama. Banyak remaja muslimah yang baru mau nutup aurat alias pake kerudung dan pakaian tertutup saat mau ikut pengajian atau pesantren kilat. Nggak enak kalo keliatan ustadz nggak nutup aurat. Ada juga yang rajin pake seragam sekolah yang menutup aurat lantaran diwajibkan sekolah. Diluar itu, mereka kembali ke alamnya yang dijejali trend fashion yang mengumbar aurat dalam berbusana. Sayang ya?
Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ini memang gaswat kalo dibiarkan. Remaja bisa terbiasa jadi munafik. Plus bisa terkontaminasi penyakit riya’ yang seneng dipuji atau diliat orang. Dua sikap ini yang bisa menggerogoti keikhlasan kita dalam beramal kebaikan. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebaran.
Tsaubah berkata: “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah saw. bersabda: “Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapa pun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah).
Tuh kan sobat, cuma para pengecut yang pantas punya mental ‘taat kalo diliat’. Mungkin aja dia merasa hebat dan jagoan bisa lolos dari pengawasan atas pelanggarannya, tapi sebenernya dia justru berjiwa kerdil yang nggak punya nyali untuk tetep komitmen dengan perilakunya yang terpuji. So, udah deh buang jauh-jauh mental pecundang ini. Atau kamu bakal tekor dunia-akhirat? Ih, amit-amit.
Cuma taat kalo diliat, kenapa?
Mental “taat kalo diliat’ tumbuh subur lantaran empat hal: niat, sanksi, pengawasan, en kesadaran.


Pertama, niat.
Kita pasti tau kalo niat selalu ada di balik setiap perbuatan. Terlepas apa niat itu udah direncanain jauh-jauh hari atau spontan. Untuk ketaatan pada aturan, nggak semuanya enjoy jalaninnya. Aturan udah kadung dianggap ngebatasin gerak. Kalo ngadepin aturan, bawaan niatnya jelek mulu. Pikirnya, aturan ada untuk dilanggar, bukan untuk ditaati. Walhasil, kalo niat udah kuat, ngelanggar aturan jadi kebiasaan. Malah perbuatan dosa ptn dianggap sepele. Dari sekedar nggak shalat, nggak nutup aurat, sampe jadi pelaku tetap maksiat apa pun. Cuma lantaran nggak ada yang liat. Berabe kan?

Kedua, sanksi.
Sebuah aturan bakal tegak en punya power buat ngatur kalo ada sanksi yang tegas. Tanpa itu, orang bisa setengah-setengah taat ama aturan. Jangan mentang-mentang punya duit, aturan bisa dibeli. Sementara yang duitnya pas-pasan, kudu relapaksa hadir di pengadilan. Kalo rasa adil itu pilih kasih, orang nggak ngerasa penting untuk taat aturan. Ya, untuk apa taat, kalo yang nggak taat pun bisa seenaknya ngebeli aturan. Kalo udah begini, taat sama dengan makan ati. Cuapek deeeh!!

Ketiga, pengawasan.
Ketegasan sanksi nggak punya arti tanpa pengawasan. Makanya, pengawasan yang kendor terhadap aturan, memancing orang untuk maen curang. Nggak ada polantas alias polisi lalu lintas, berarti ada kesempatan untuk nyari jalan pintas. Payah!

Keempat, kesadaran.
Ini gerbang terakhir sebelum seeorang ngelanggar aturan. Niat udah kuat, sanksi nggak ketat, yang ngawasin juga nggak ada di tempat, berarti tinggal selangkah lagi. Kalo dia sadar ada beban moral untuk melanfgar atau ngerasa bakal bikin rugi semua pihak, tentu mikir-mikir lagi untuk nggak taat. Sayangnya, beban moral terlalu lemah untuk mencegah pelanggaran. Di zaman nafsi-nafsi kayak sekarang, moral udah jadi almarhum. Yang ada tinggal kepentingan diri sendiri dan cuek dengan sekitarnya. Nggak asyik tuh!
Sobat, dari keempat faktor di atas, yang terakhir kudu dapet perhatiin khusus. Yup, soalnya kalo kesadaran seseorang dilandasi dorongan yang shahih, tentu nggak gampang tergoda melanggar aturan. Mesti niat, sanksi, atau pengawasan udah kondusif.

Di sinilah pentingnya kita punya kesadaran shahih yang nggak cuma ngandelin beban moral. Dan itu ada dalam Islam. Yuk!
Allah pasti Ngeliat, Bro!
Sebagai seorang muslim, kita udah sering dengar sifat-sifat Allah yang biasa dikenal dengan sebutan asma’ul husna. Keyakinan terhadap asma’ul husna ini yang mengokohkan keimanan kita kepada Allah Swt. Keimanan yang akan melahirkan kesadaran akan adanya Allah dalam setiap perilaku kita di dunia. Penting nih!
Salah satu sifat Allah yang mulia itu adalah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Itu artinya, Allah bisa melihat dan mengetahui setiap perilaku hambaNya baik di tempat terang maupun tempat yang tersembunyi. Termasuk mengetahui letak semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Tuh kan, makhluk kecil yang tak terjangkau penglihatan manusia aja dengan mudah diketahui Allah, gimana kita yang ukurannya beberapa ratus kali lipat dari ukuran semut. Makanya nggak wajar kalo kita selaku muslim merasa nggak ada yang ngawasin perbuatan kita saat berbuat maksiat.
Dalam sebuah kisah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, terjadilah dialog antara ibu penjual susu dengan putrinya.
“Tidakkah kau campur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang,” kata sang Ibu.
“Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” jawab putrinya.
“Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mukminin tidak akan tahu.”
Putrinya menjawab, “Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.”
Dari kisah di atas, kita bisa ambil pelajaran berharga bahwa pengawasan manusia terbatas, namun pengawasan Allah unlimited!

Lolos di dunia, belum tentu di akhirat
Sobat, di antara kita mungkin udah tau celah untuk lolos dari razia polantas. Ada juga yang mahir ngibulin guru biar bisa cabut tepat waktu. Atau mungkin udah terbiasa menghilangkan jejak agar tak terdeteksi oleh pengawasan ortu. Tapi siapa yang jamin kamu bisa sembunyi dari pengawasan Allah? Nggak ada.


Kalo kamu ngerasa aman dan bebas ngelanggar aturan Allah cuma lantaran Allah nggak terlihat, siap-siaplah menghadapi rasa takutmu yang menjadi-jadi di akhirat nanti.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman: “Demi kemuliaanKu, aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepadaKu di dunia, maka Aku akan memberikannnya rasa aman di hari kiamat. Jika ia merasa aman dariKu di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di hari kiamat.” (HR Ibnu Hibban)
Karena itu, agar kita nggak ngerasa aman dari Allah di dunia, Allah udah ngasih konsekuensi pahala dan dosa untuk ngukur ketaatan kita pada syariatNya. Kalo kita senantiasa taat dan ikhlas dalam ngikutin tuntunan Allah dan RasulNya di hari-hari kita, kita bisa meraih pahala. Sebaliknya, kalo kita melanggar atau taat setengah hati terhadap Allah, dosalah yang kita dapetin. Semuanya bakal diperlihatkan pada kita diakhirat nanti.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)
Hanya ada satu cara untuk memperkuat kesadaran akan adanya Allah Ta’ala, yaitu dengan ngaji. Yup, dengan mengaji kita selalu diingatkan akan kebesaran Allah dengan sifat-sifatNya yang mulia, kelengkapan syariatNya untuk mengatur hidup kita, dan kasih sayang Allah bagi hamba-hambaNya yang selalu berusaha untuk taat di segala situasi dan kondisi. Selalu pake ukuran dosa atau pahala sebelum berbuat.
Kini, saatnya kita menguatkan kesadaran kita akan adanya Allah Swt. dan sifat-sifatNya. Cukup mental ‘taat kalo diliat’ hanya ada dalam pariwara aja. Nggak usah ditiru dalam berperilaku. Sebaiknya kita berprinsip: dengan atau tanpa pengawasan dari manusia, kita tetep taat ama aturan Allah. Karena Allah Swt. pasti ngeliat, malaikat Raqib dan Atid selalu mencatat, so, taat syariat nggak kenal tempat.



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/taat-kalo-di-lihat.html

Empat Kaedah Mengenal Kesyirikan

بسم الله الرحمن الرحيم

Pendahuluan


Saya meminta kepada Allah Yang Maha Pemurah, Rabbnya arsy yang besar, agar Dia selalu menolongmu di dunia dan akhirat, menjadikanmu sebagai orang yang diberkahi dimanapun kamu berada, serta menjadikanmu ke dalam golongan orang-orang yang jika dia diberi nikmat maka dia bersyukur, jika diuji dengan musibah maka dia bersabar, dan jika dia berdosa maka segera beristighfar, karena ketiga sifat ini merupakan tanda kebahagiaan hidup.
Ketahuilah –semoga Allah menuntunmu untuk selalu taat kepada-Nya-, sesunguhnya al-hanifiah yang merupakan ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyaat : 56).
Jika kamu telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidaklah disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat kecuali dengan adanya thaharah. Bila ibadah dhcampuri syirik, maka rusaklah ibadah tersebut, sebagaimana (rusaknya shalat) tatkala hadats menghinggapi thaharah.
Jika kamu telah mengetahui bahwa tatkala kesyirikan masuk ke dalam sebuah ibadah maka akan merusak ibadah tersebut, bisa menghapuskan amalan tersebut, sehingga pelakunya menjadi orang-orang yang kekal di dalam neraka, jika kamu mengetahui semua itu maka kamu pasti mengetahui bahwa kewajibanmu yang terpenting adalah mengetahui kesyirikan tersebut. Semoga Allah berkenan untuk membebaskan kamu kerusakan ini, yaitu kesyirikan kepada Allah yang Allah telah berfirman tentangnya:
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisaa’ : 48)
Dan pengetahuan tentang kesyirikan ini bisa kamu dapatkan dengan mengetahui empat kaidah yang Allah Ta’ala telah nyatakan dalam kitab-Nya:

Kaidah Pertama
Kamu harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah Pencipta,


Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa’at, Yang memberi mudarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah).
Akan tetapi semua keyakinan mereka tersebut tidaklah memasukkan mereka ke dalam Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَنْ يُخِْرجُ الْحَيَّ مِنَ اْلمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ
“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab:’Allah’. Maka katakanlah:’Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]”. (QS. Yunus : 31).

Kaidah Kedua
Mereka (musyrikin) berkata: Kami tidak berdo’a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih, dan selainnya) dan mengharap kepada mereka kecuali agar kami bisa dekat dengan Allah dan agar mereka bisa memberikan syafa’at kepada kami. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka, namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka.
Dalil tentang pendekatkan diri adalah firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُوْنَا إِلَى اللهِ زُلْفَى إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”. (QS. Az-Zumar : 3).
Dalil tentang syafa’at adalah firman Allah Ta’ala:
وَيَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ هَؤُلاَءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata:”Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (QS. Yunus : 18).


Syafa’at itu ada 2 macam:
1. Syafa’at manfiyah (yang ditiadakan/ditolak).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapka adanya/diterima).
Syafa’at manfiyah adalah syafa’at yang diminta dari selain Allah pada hal-hal yang tidak ada yang bisa memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لاَّ بَيْعٌ فِيْهِ وَلاَ خُلَّةٌ وَلاَ شَفَاعَةٌ وَاْلكَافِرُوْنَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah : 254).
Syafa’at mutsbatah adalah syafa’at yang diminta dari Allah. Pemberi syafa’at itu dimuliakan dengan syafa’at, sedangkan orang yang akan diberikan syafa’at adalah orang yang diridhai ucapan dan perbuatannya oleh Allah, setelah memperoleh izin-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang mampu memberi syafa’at disamping Allah tanpa izin-Nya?”. (QS. Al-Baqarah : 255).

Kaidah Ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada kaum yang mempunyai sembahan yang berbeda-beda. Diantara mereka ada yang menyembah para malaikat, di antara mereka ada yang menyembah para nabi orang-orang shaleh, di antara mereka ada yang menyembah pepohonan dan bebatuan, dan di antara mereka ada yang menyembah matahari dan bulan.
Akan tetapi mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak membedakan di antara mereka. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ



“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik Allah semuanya”. (QS. Al-Baqarah : 193).
Dalil adanya penyembahan kepada matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. (QS. Fushilat : 37).
Dalil adanya penyembahan kepada para malaikat adalah firman Allah Ta’ala:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعاً ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاء إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ فَالْيَوْمَ لَا يَمْلِكُ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ نَّفْعاً وَلَا ضَرّاً وَنَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ
“Dan [ingatlah] hari [yang di waktu itu] Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:”Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab:”Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa [untuk memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:”Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu”. (QS. Saba’ : 40-42).
Dalil adanya penyembahan kepada para Nabi adalah firman Allah Ta’ala:
وَإِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوْنِيْ وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْ أَنْ أَقُوْلَ مَا لَيْسَ لِيْ بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ
“Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” (QS. Al-Maidah : 116).
Dalil akan adanya penyembahan kepada orang-orang saleh adalah firman Allah Ta’ala:
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُوْنَ عَذَابَهُ



“Mereka yang mereka menyembah kepada mereka, sembahan mereka tersebut senantiasa mencari wasilah kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang paling dekat, mereka mengharapkan rahmat-Nya, dan khawatir akan siksaan-Nya, sesungguhnya siksaan Rabbmu adalah suatu hal yang harus ditakuti.” (QS. Al-Isra`: 57)
Dalil akan adanya penyembahan kepada pepohonan dan bebatuan adalah firman Allah Ta’ala:
أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى
“Bagaimana pendapat kalian tentang Al-Lata dan Uzza, serta Manat (sebagai sembahan) yang ketiga.” (QS. An-Najm: 19-20)
Dan juga hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata:
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja lepas dari kesyirikan. Sementara itu, kaum musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka biasa berdiam di sisinya dan mereka menggantungkan pedang-pedang mereka di situ. Pohon tersebut bernama Dzatu Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara tersebut dan sebagian kami mengatakan: “Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka (musyrikin) miliki ….” sampai akhir hadits.

Kaidah Keempat
Sesungguhnya kaum musyrikin di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibandingkan kaum musyrikin zaman dahulu. Hal itu karena kaum musyrikin dahulu, mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika mereka ditimpa kesusahan, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang. Sedangkan kaum musyrikin di zaman kita, mereka perbuatan syirik mereka berlangsung terus-menerus, baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesusahan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
فَإِِذَا رَكِبُوْا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah]“. (QS. Al-Ankabut : 65-66).



http://romdani45498.blogspot.com/2011/01/empat-kaedah-mengenal-kesyirikan.html