Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Senin, 27 Februari 2012

"Serahkan Hidupmu pada Titah Tuhanmu"

Anakku tercinta,
Kamu juga bertanya tentang tawakkal. Ketahuilah, Nak, tawakkal ialah memperteguh kepercayaan kepada Allah tentang apa saja yang telah dijanjikan-Nya. Bagian yang telah ditaqdirkan-Nya untukmu, pasti akan sampai kepadamu. Apa yang akan menimpamu, pasti akan terjadi, meski kamu berusaha menghindarinya. Perkara yang ditaqdirkan bukan untukmu, pasti tidak akan sampai kepadamu, meskipun seluruh makhluk membantumu untuk mewujudkan hal itu.
  • "Mengapa kita mesti bertawakkal, berserah diri kepada titah Allah? Bukankah yang menentukan baik buruknya hidup kita ini adalah diri kita sendiri? Kita kaya karena bekerja. Kita pandai karena rajin belajar. Kita sehat karena selalu menjaga kekebalan tubuh dari serangan virus penyakit."
  • Itulah pertanyaan seseorang yang kritis. Pertanyaan dengan nada gugatan itu, sebagiannya memang benar. Kita bisa memahami cara berpikirnya lewat logika sebab dan akibat. Logika sebab-akibat inilah yang dalam ilmu alam biasa disebut dengan "Kepastian".
  • Kepastian yang sebenarnya hasil rumusan manusia yang dikonstruksikan setelah mengamati fenomena alam dan sosial. Misalnya, setiap pagi matahari terbit dari Timur; pada saat matahari berada di posisi atas kapala kita, ia memberikan panas yang maksmal; api mempunyai sifat membakar dan seterusnya.
 Kepastian dari watak alam tersebut kemudian dikenal dengan hukum alam atau sunnatullah.
Selanjutnya ada kepastian Allah yang bernama Taqdir. Waktu untuk meresponnya lebih panjang lagi, bahkan efeknya baru diketahui setelah seseorang memasuki alam akhirat. Barang siapa di dunia ini menabur kebaikan, ia akan memetik buah kenikmatan, dan barang siapa menabur keburukan, ia pun akan mendapatkan kesengsaraan. 
  • Nah, semua kepastian atau taqdir yang ada dalam tata kosmos ini adalah aturan Allah. Hukum-hukum sebab-akibat memang ditemukan oleh manusia setelah ia mengamati berbagai fakta yang terjadi, tetapi sejatinya itu adalah aturan Allah. Anehnya, manusia acap kali suka menutup rasionalitas yang dipakainya sendiri. "Apa itu akhirat? Apa itu neraka? Hidup itu selesai dengan kematian." Begitulah keragu-raguan yang kemudian muncul.
 Mengapa manusia sering kali mengalami keraguan tersebut dan tidak mau bertawakkal kepada Allah? Ya, karena mereka secara psikologis masih seperti anak kecil; hanya percaya dan mau taat pada hal-hal yang nyata/konkret. Maka atas nama kebebasan dalam menjalani hidup moralitas dan nilai tidak lagi dipandang penting karena moral dan nilai itu bersifat abstrak, tidak konkret.
Orang tidak mau korupsi bukan karena ia tahu bahwa korupsi adalah perilaku buruk dari segi moralitas dan nilai, melainkan ia lebih takut dibui/penjara. Nah ketika orang masih berkelit dari hukum dan tindakan korupsinya tidak diketahui oleh publik, ia pun mencuri uang negara. Lihat saja di sekeliling kita, mereka yang melakukan tindakan korupsi ternyata orang-orang pintar dan akademisi. Mereka tentu paham betul soal nilai baik buruk, tetapi mereka tdk percaya pada 'kepastian' nilai baik-buruk yang kelak akan membalas mereka.
Mereka hanya percaya oleh kepastian hukum sebab-akibat di dunia, itupun jika tindak korupsinya bisa dibuktikan di pengadilan dan keadilan bisa ditegakkan.
Nah, orang-orang pintar percaya hukum sebab-akibat yang ada di alam raya dan hukum sosial, tetapi di antara mereka mudah melupakan hukum kepastian Qhisas (karma) yang akan ditampakkan di dunia maupun kelak di akhirat. Sebab yang terakhir ini bersifat abstrak dan belum bisa dibuktikan secara nyata. "Jangan-jangan akhirat memang tidak ada?
Bagaimana menjelaskan bahwa akhirat dan Qhisas (karma) amal benar-benar ada?" Begitulah mereka mulai meragukan tentang nilai dan orientasi hidup yang akan bersambung dengan akhirat.
 Hidup ini adalah garis lurus yang arah pangkalnya adalah akhirat. Untuk mencapai titik tujuan, yakni akhirat, meniti jalan lurus adalah satu-satunya rute yang paling dekat. Maka, kita selalu berdo'a untuk ditunjuki jalan yang lurus ("Ihdinash-shirathal-mustaqim). Karena kita belum memasuki dan belum mengalami suasana akhirat, maka akhirat pun disebut gaib. Lantas, karena belum mengalaminya, apakah kita pantas menginkarinya? 
  • Dalam hidup sehari-hari, hanya ada 3 tahapan:
 Hari kemaren, hari ini, dan esok hari.
 Hari kemaren disebut sejarah,
 hari ini disebut kenyataan
 dan hari esok disebut masa depan.
Sedetik yang akan datang, hakikatnya termasuk pada tahapan hari esok. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di dalamnya. Itu sebabnya, seperti kehidupan setelah mati, sedetik yang akan datang adalah juga gaib dan tak ada yang tahu kepastian hal yang akan terjadi. Kalau kita percaya ada peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dalam sedetik kemudian, bahkan kita merencanakannya, mengapa untuk soal kehidupan akhirat kita tak mau percaya dan tak mau merencanakannya?
Orang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang percaya pada masa depan dan akhirat. Orang yang selalu meniti jalan yang lurus dengan gerak dinamis, orang yang menjalani hidup dengan ketentuan-ketentuan sunnatullah di atas. Oleh karena itu, bertawakkal tidak berarti pasif, tetapi selalu bergerak secara dinamis untuk memaknai dan menata jalan hidup dengan jalan kebenaran. Inilah orang yang percaya akan masa depan. "Walal-akhiratu khairullaka minal-'ula; "sungguh akhirat lebih baik dari pada dunia." (QS.Al-Dhuha [93]:4). "Wal-akhiratu khairun wa abqa; "Dan akhirat jauh lebih baik dan abadi." (QS. Al-A'la [87]:17).
Menjalani hidup dengan sikap tawakkal adalah mirip seperti orang bermain catur. Kita bebas tetapi terikat, terikat tetapi bebas. Terikat dalam pengertian kita berada dalam ketentuan dan peraturan dalam bermain catur; bebas karena kita bisa memilih gerak dan strategi dalam permainan itu. Tujuan akhirnya tentu bukan permainan catur, melainkan kemenangan. Dalam konteks kehidupan, kemenangan itu berupa pembebasan diri dari jerat setan dan konsisten pada jalan lurus, jalan menuju Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Itulah jalan Kemenangan!. 
 
 

Sudut Pandang

Tiga orang buta diberi kesempatan untuk memegang seekor gajah dari sisi yang berbeda. Setelah itu mereka diminta untuk menyimpulkan bentuk gajah yang telah mereka pegang tadi.
Orang buta pertama menyimpulkan bahwa gajah berbentuk panjang seperti ular, karena yang ia pegang adalah belalainya. Orang buta kedua menyimpulkan bahwa gajah berbentuk tipis dan lebar seperti kipas karena yang ia pegang adalah telinganya. Dan orang buta yang ketiga menyimpulkan bahwa gajah berbentuk tegap, keras dan kaku, seperti sebuah batang pohon, karena yang ia pegang adalah kakinya.
Lalu, apakah salah kesimpulan yang mereka dapatkan? Tentu tidak, karena mereka hanya memegang dari sisi pegang yang berbeda.
Begitu pula dengan kita. Setiap orang punya sudut pandang yang berbeda terhadap suatu masalah yang dihadapi dan solusi yang akan diambilnya. Tapi sayangnya, karena sifat egois yang melekat kuat dalam diri, seringkali kita memandang bahwa sudut pandang orang lain terhadap suatu masalah tersebut adalah salah, sehingga tanpa disadari kita menghakimi dan menjelek-jelekkan orang lain sampai terjadi cekcok dan bentrok yang berkepanjangan. Lalu pantaskah hal ini terjadi?


Oh, alangkah indahnya hidup ini, bila kita bisa bersikap bijak dan toleran seraya mengesampingkan ego diri, sehingga orang lain yang berbeda sudut pandang dengan kita tidak tersakiti hatinya lantaran sikap egois yang telah melekat kuat dalam diri kita. Semoga.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/sudut-pandang.html

Pendekar Sejati

Sekelompok remaja sedang beristirahat usai melakukan latihan rutin sebuah perguruan seni bela diri pencak silat. Salah seorang dari mereka menyempatkan diri berdialog dengan pelatihnya,
“Bang, Abang hebat ya, punya ilmu bela diri sampai berani berkelahi melawan penjahat seperti kejadian minggu lalu. Hebat, Abang benar-benar pendekar sejati dan pemberani yang hebat. Saya ingin seperti Abang yang menjadi pahlawan untuk banyak orang.”
Pelatih tersebut hanya melebarkan bibirnya yang tipis tanda senyum yang merekah, lalu,
“Coba kalian lihat di seberang jalan sana, ke sejumlah orang yang sedang menyapu bahu jalanan di sana. Merekalah sebenarnya pendekar yang sejati, bukan saya. Saya belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mereka. Coba kita perhatikan.
Mereka tak mengenal lelah untuk terus melatih kesabaran dalam keruhnya debu jalanan yang menjadi musuh mereka. Mereka terus mencoba tegar dalam sakitnya pukulan dalam ujian hidup yang menimpa mereka, melebihi sakitnya pukulan para penjahat yang mungkin berkelahi melawan kita. Mereka berani menahan perihnya tendangan dan tempaan dalam kerasnya hidup jalanan, melebihi keberanian kita dalam menghadapi tendangan para perampok dan kerasnya tempaan dalam berlatih bela diri di sini.
Mereka berani berjuang demi kelangsungan hidup keluarganya. Mereka berani melawan panasnya siang demi sesuap nasi untuk anak-anaknya.


Dan mereka berani menundukkan rasa malu demi sejuknya pandangan mata kita saat menatap jalanan yang menjadi bersih karena jasa mereka.
Padahal banyak orang yang menghina mereka. Banyak mata yang memandang remeh pekerjaan mereka. Dan banyak lidah yang mencerca tangan-tangan kotor mereka. Dan mungkin itu adalah kita, walau kadang kita tidak menyadarinya. Merekalah sejatinya pendekar itu, merekalah pendekar yang pemberani, sang pahlawan yang sebenarnya untuk banyak orang, bukan saya.”
Murid-muridnya terdiam menghayati kata-kata pelatihnya, mencoba untuk menyelami makna pendekar sejati dan pahlawan hebat sebenarnya yang baru saja disampaikan kepada mereka, sambil berharap bahwa mereka tak akan lagi memandang sebelah mata para penyapu jalanan tersebut.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/pendekar-sejati.html

Wahai Anakku, Cintailah Al-Qur’an!

 Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak adalah hal yang paling pokok dalam Islam. Dengan hal tersebut, anak akan senantiasa dalam fitrahnya dan di dalam hatinya bersemayam cahaya-cahaya hikmah sebelum hawa nafsu dan maksiat mengeruhkan hati dan menyesatkannya dari jalan yang benar.
Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Qur’an dan pengaruhnya yang nyata dalam diri anak. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya sebagai pelaksanaan atas saran yang diberikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
 dalam hadits yang diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
Sebelum kita memberi tugas kepada anak-anak kita untuk menghafal Al-Qur’an, maka terlebih dahulu kita harus menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an. Sebab, menghafal Al-Qur’an tanpa disertai rasa cinta tidak akan memberi faedah dan manfaat. Bahkan, mungkin jika kita memaksa anak untuk menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan rasa cinta terlebih dahulu, justru akan memberi dampak negatif bagi anak. Sedangkan mencintai Al-Qur’an disertai menghafal akan dapat menumbuhkan perilaku, akhlak, dan sifat mulia.
Menanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an pertama kali harus dilakukan di dalam keluarga, yaitu dengan metode keteladanan. Karena itu, jika kita menginginkan anak mencintai Al-Qur’an, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dengan cara berinteraksi secara baik dengan Al-Qur’an. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memuliakan kesucian Al-Qur’an, misalnya memilih tempat paling mulia dan paling tinggi untuk meletakkan mushaf Al-Qur’an, tidak menaruh barang apapun di atasnya dan tidak meletakkannya di tempat yang tidak layak, bahkan membawanya dengan penuh kehormatan dan rasa cinta, sehingga hal tersebut akan merasuk ke dalam alam bawah sadarnya bahwa mushaf Al-Qur’an adalah sesuatu yang agung, suci, mulia, dan harus dihormati, dicintai, dan disucikan.
Sering memperdengarkan Al-Qur’an di rumah dengan suara merdu dan syahdu, tidak memperdengarkan dengan suara keras agar tidak mengganggu pendengarannya. Memperlihatkan pada anak kecintaan kita pada Al-Qur’an, misalnya dengan cara rutin membacanya.
Adapun metode-metode yang bisa digunakan anak mencintai Al-Qur’an diantaranya adalah:
1. Bercerita kepada anak dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Qur’an.
Mempersiapkan cerita untuk anak yang bisa menjadikannya mencintai Allah Ta’ala dan Al-Qur’an Al-Karim, akan lebih bagus jika kisah-kisah itu diambil dari Al-Qur’an secara langsung, seperti kisah tentang tentara gajah yang menghancurkan Ka’bah, kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir, kisah Qarun, kisah nabi Sulaiman bersama ratu Bilqis dan burung Hud-hud, kisah tentang Ashabul Kahfi, dan lain-lain.
Sebelum kita mulai bercerita kita katakan pada anak, “Mari Sayangku, bersama-sama kita dengarkan salah satu kisah Al-Qur’an.”
Sehingga rasa cinta anak terhadap cerita-cerita itu dengan sendirinya akan terikat dengan rasa cintanya pada Al-Qur’an.
Namun, dalam menyuguhkan cerita pada anak harus diperhatikan pemilihan waktu yang tepat, pemilihan bahasa yang cocok, dan kalimat yang terkesan, sehingga ia akan memberi pengaruh yang kuat pada jiwa dan akal anak.
2. Sabar dalam menghadapi anak.
Misalnya ketika anak belum bersedia menghafal pada usia ini, maka kita harus menangguhkannya sampai anak benar-benar siap. Namun kita harus selalu memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepadanya.
3. Menggunakan metode pemberian penghargaan untuk memotivasi anak.
Misalnya jika anak telah menyelesaikan satu surat kita ajak ia untuk jalan-jalan/rekreasi, atau dengan menggunakan lembaran prestasi/piagam penghargaan, sehingga anak akan semakin terdorong untuk mengahafal Al-Qur’an.
4. Menggunakan semboyan untuk mengarahkan anak mencintai Al-Qur’an.
Misalnya : Saya mencintai Al-Qur’an. Al-Qur’an Kalamullah. Allah mencintai anak yang cinta Al-Qur’an. Saya suka menghafal Al-Qur’an. Atau sebelum menyuruh anak memulai menghafal Al-Quran, kita katakan kepada mereka, “Al-Qur’an adalah kitab Allah yang mulia, orang yang mau menjaganya, maka Allah akan menjaga orang itu. Orang yang mau berpegang teguh kepadanya, maka akan mendapat pertolongan dari Allah. Kitab ini akan menjadikan hati seseorang baik dan berperilaku mulia.”
5. Menggunakan sarana menghafal yang inovatif.
Hal ini disesuaikan dengan kepribadian dan kecenderungan si anak (cara belajarnya), misalnya :
  • Bagi anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik melalui pendengarannya, dapat menggunakan sarana berupa kaset, atau program penghafal Al-Qur’an digital, agar anak bisa mempergunakannya kapan saja, serta sering memperdengarkan kepadanya bacaan Al-Qur’an dengan lantunan yang merdu dan indah.
  • Bagi anak yang peka terhadap sentuhan, memberikannya Al-Qur’an yang cantik dan terlihat indah saat di bawanya, sehingga ia akan suka membacanya, karena ia ditulis dalam lembaran-lembaran yang indah dan rapi.
  • Bagi anak yang dapat dimasuki melalui celah visual, maka bisa mengajarkannya melalui video, komputer, layer proyektor, melalui papan tulis, dan lain-lain yang menarik perhatiannya.
6. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Qur’an.
Hal ini sangat penting, karena kita tidak boleh menganggap anak seperti alat yang dapat dimainkan kapan saja, serta melupakan kebutuhan anak itu sendiri. Karena ketika kita terlalu memaksa anak dan sering menekannya dapat menimbulkan kebencian di hati anak, disebabkan dia menanggung kesulitan yang lebih besar. Oleh karena itu, jika kita ingin menanamkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an di hati anak, maka kita harus memilih waktu yang tepat untuk menghafal dan berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Adapun waktu yang dimaksud bukan saat seperti di bawah ini: Setelah lama begadang, dan baru tidur sebentar, Setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup berat, Setelah makan dan kenyang, Waktu yang direncanakan anak untuk bermain, Ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang baik, Ketika terjadi hubungan tidak harmonis anatara orangtua dan anak, supaya anak tidak membenci Al-Qur’an disebabkan perselisihan dengan orangtuanya.
Kemudian hal terakhir yang tidak kalah penting agar anak mencintai Al-Qur’an adalah dengan membuat anak-anak kita mencintai kita, karena ketika kita mencintai Al-Qur’an, maka anak-anak pun akan mencintai Al-Qur’an, karena mereka mengikuti orang yang dicintai. Adapun beberapa cara agar anak-anak kita semakin mencintai kita antara lain:
  • Senantiasa bergantung kepada Allah, selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak-anak. Dengan demikian Allah akan memberikan taufikNya dan akan menyatukan hati kita dan anak-anak.
  • Bergaul dengan anak-anak sesuai dengan jenjang umurnya, yaitu sesuai dengan kaedah, “Perlakukan manusia menurut kadar akalnya.” Sehingga kita akan dengan mudah menembus hati anak-anak.
  • Dalam memberi pengarahan dan nasehat, hendaknya diterapkan metode beragam supaya anak tidak merasa jemu saat diberi pendidikan dan pengajaran.
  • Memberikan sangsi kepada anak dengan cara tidak memberikan bonus atau menundanya sampai waktu yang ditentukan adalah lebih baik daripada memberikan sangsi berupa sesuatu yang merendahkan diri anak. Tujuannya tidak lain supaya anak bisa menghormati dirinya sendiri sehingga dengan mudah ia akan menghormati kita.
  • Memahami skill dan hobi yang dimiliki anak-anak, supaya kita dapat memasukkan sesuatu pada anak dengan cara yang tepat.
  • Berusaha dengan sepenuh hati untuk bersahabat dengan anak-anak, selanjutnya memperlakukan mereka dengan bertolak pada dasar pendidikan, bukan dengan bertolak pada dasar bahwa kita lebih utama dari anak-anak, mengingat kita sudah memberi makan, minum, dan menyediakan tempat tinggal. Hal ini secara otomatis akan membuat mereka taat tanpa pernah membantah.
  • Membereskan hal-hal yang dapat menghalangi kebahagiaan dan ketenangan hubungan kita dengan anak-anak.
  • Mengungkapkan rasa cinta kepada anak, baik baik dengan lisan maupun perbuatan.
Itulah beberapa point cara untuk menumbuhkan rasa cinta anak kepada Al-Qur’an. Semoga kegiatan menghafal Al-Qur’an menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak, sehingga kita akan mendapat hasil sesuai yang kita harapkan,,
 
 

Akankah Amalku Di Terima

 Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.
Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata'ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang*bernasib sama?
Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata'ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata'ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)
Sumpah Allah Subhanahuwata'ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata'ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata'ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.
Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.
Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan



Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.
Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.
Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an: “Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)
Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”
Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda: “Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)



Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.
Amal Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata'ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an: “Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)
Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata'ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata'ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.”
Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata'ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169
Allah berfirman: “Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)
Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba-lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”
Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda: “Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)
Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain.


Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170 Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata'ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)
Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?
Syarat Diterima Amal Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata'ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata'ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut: Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata'ala. Allah Subhanahuwata'ala berfirman; Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)
Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda: “Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)
Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata'ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata'ala.
Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda: “Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)
Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata'ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata'ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata'ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara-perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah r ) dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya.


Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya. Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata'ala adalah benar? Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak. Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas. Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata'ala berfirman: “Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)
Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata'ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396 Allah Subhanahuwata'ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri. Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah - Muhammadarrasulullah. Wallahu a’lam.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/akankah-amalku-di-terima.html

Membangun Sekolah Di Rumah

Bismillaahirrahmanirrakhiim....

ABUL ASWAD AD-DUALI berkata kepada anaknya :
" Wahai anakku, aku telah berbuat baik kepadamu sejak kalian kecil hingga dewasa bahkan sejak kalian belum lahir."

"sejak kami belum lahir ?"

"iya, " Jawab Abul Aswad

"Bagaimana caranya, Ayahanda ?"

"Mmh, Ayah telah memilihkan untuk kalian seorang wanita terbaik diantara sekian banyak wanita. Ayah pilihkan untuk kalian seorang ibu yang pengasih dan pendidik yang baik untuk anak-anaknya."

PESAN RABBANI dalam firman Allah :
" Perliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusai dan batu." (QS At-Tahrim ; 16), mengajarkan kepada kita akan pentingnya pendidikan didalam keluarga.


Ali bin Abi Thalib mengatakan :" Ajari mereka dan didiklah mereka". Keluarga pada akhirnya menjadi sekolah utama dalam kerja pewarisan Islam
Sebagaimana kisah Abul Aswad Ad-Dhuali diatas, Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid didalam bukunya Manhaj At-Tarbiyyah An Nabawiyyah lit-thifl menjelaskan bahwa faktor tak kalah penting yang membantu seorang ayah mendidik anaknya adalah keberadaan seorang istri, perhatian seorang lelaki terhadap generasi penerusnya, semestinya telah dimulai sejak memilih istri. Ia tidak sekedar menuruti keinginan dirinya, tetapi juga berorientasi untuk memilihkan guru bagi anak-anaknya.
Disinilah cita - cita peradaban itu dimulai, yaitu sejak seorang laki - laki memilih pasangan hidupnya. Menentukan siapa istrinya, sekaligus menetapkan calon pendidik bagi putra putrinya. sejak saat itu seorang lelaki semestinya telah membuat design untuk membangun sebuah sekolah didalam rumah.
itulah sebabnya, Abul Hasan Al-Mawardi beranggapan bahwa memilih istri merupakan hak anak atas ayahnya.
Umar bin Khathab mengatakan :
" Hak seorang anak yang pertama - tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. yaitu, seorang wanita yang memiliki kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak baik, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna, serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan."
Didalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi mengatakan :" pilihlah tempat yang baik untuk menyemaikan nutfah kalian, nikahilah wanita wanita yang seimbang dan nikahkanlah wanita - wanita itu dengan mereka."
hmmm... saya merasakan inilah tanggung jawab pertama kalian sebagai suami ; memilih secara tepat istri kalian. namun, saya juga menyadari bahwa kerja ini tidak berhenti sampai disini. kerja berikutnya yang tidak kalah penting adalah kerja pemeliharaan, penumbuhan, serta penyiapan. jadi, tanggung jawab kalian, sebagai suami, tidak berhenti sebatas memberi nafkah. ada peran lain yang harus dimainkan sejak dini, bahkan sejak sebelum kewajiban memberi nafkah ditetapkan.
Memelihara, menumbuhkan serta menyiapkan istri kalian untuk dapat menjadi seorang ibu dan guru bagi anak-anak harus mendapatkan prioritas. kalian tidak hanya memilih istri yang memiliki pesona potensi luar biasa. pesona potensi itu harus dapat kalian pelihara an kalian tumbuhkan agar tidak redup ditengah jalan, terlebih ketika telah menikah dengan kalian. suami perlu meningkatkan kapasitas dan kemampuan istri.


 agar ia memiliki bekal untuk menyukseskan perannya sebagai seorang pendidik.
Ada sebuah kisah inspiratif dari seorang ustadz. untuk meningkatkan kemampuan istrinya dalam mengurus keluarga, sang ustadz tanpa segan segan mengikutkan istrinya kursus membordir dan menyulam. ketika ditanya alasannya, ustadz itu menjawab :" saya takut seandainya nanti diakherat ditanya Allah : apa yang sudah kau lakukan untuk istrimu ?
Begitulah kiranya kita mengawali pembentukan keluarga kita. mereka yang dirundung cinta semestinya memperhatikan pula tumbuh kembang buah cinta mereka nantinya. mereka tidak melupakan kerja kerja pewarisan dari sebuah keluarga muslim.
saya pernah mendapat kiriman sebuah sajak dari seorang ikhwan lewat email. sajak ini lukisan tentang pikiran nya terhadap seorang wanita yang nantinya akan menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.

Kasihku, Ibu dari anak anakku....
ajari mereka bersahabat dengan kehidupan
agar tak menjadi asing ditanah kelahiran
yang mafhum meminta dan menangisi dunia
tapi gagah bekerja dan membelai sesama
ajari anak-anak kita merabai dirinya
agar mereka merasakan kebesaran yang maha segala
bahwa mereka lahir untuk masa depan
dan untuk memuaskan kita
begitu pentingnya mempersiapkan tempat persemaian benih generasi kalian, sekaligus guru bagi anak-anak kalian, sampai sampai Rasulullah membenarkan pandangan Jabir bin Abdullah yang memilih seorang janda menjadi istrinya, hanya karena satu alasan : kerja - kerja pendidikan. ketika jabir mengabarkan kepada Rasulullah bahwa dirinya telah menikah, Rasul lalu bertanya kepadanya :
 "jabir, kamu menikah dengan gadis atau janda ?"


"dengan seorang janda ya Rasulullah."
"kenapa tidak pilih yang masih gadis. dengannya kamu bisa mengajaknya bergurau, begitu pula ia bisa bergurau denganmu."
Jabir memiliki alasan yang perlu untuk kita renungkan. sebuah alasan yang inspiratif dan visioner, tetapi sekaligus realistis.
"Ya Rasulullah, orang tuaku telah meninggal, sedangkan aku memiliki banyak saudari yang masih kecil. itulah sebabnya , saya tidak memilih menikah dengan gadis, yang usianya seperti mereka. aku khawatir istriku tidak bisa mendidik mereka dan tidak bisa mengurus mereka. akhirnya, saya memilih menikahi seorang janda dengan berharap ia bisa mengurus dan mendidik saudari saudariku yang masih kecil.
saudaraku ... kaum muslimin , para calon suami, para calon ayah... persiapkan lah madrasah keluarga kalian sejak dini...didalam buaian seorang wanita bisa menghasilkan bara yang menguncang dunia.....
mentari itu telah bersinar...
tiada redup tiada panas
hanya ada seberkas kilatan
tuk buktikan
tuk hancurkan peradaban yang tak berkias......


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/membangun-sekolah-di-rumah.html

Saudariku..

Tiada  suatu kesusahan pun melainkan pasti akan ada akhirnya  dan tidak satu keadaan pahitpu yang dialami seseorang melainkan akan datang sesudahnya keadaan lainya yang lebih manis
Saudariku ..... Berterimakasih pada Allah SWT adalah resep yang paling  mudah untuk meraih kebahagiaan Janganlah putus asa ,jika anda tersandung  dan terjatuh ke dalam lubang yang luas...andapun dapat keluar darinya  dengan keadaan  yang lebih tegar dan lebih kuat .Allah selalu bersama orang-orang yang sabar Jangan bersedih jika anak panah menghujam hati anda oleh orang yang paling dekat dengan anda anda pasti akan menemukanorang lain yang akan mencabut panah itu dan mengobati luka anda ...serta menjadikan anda dapat hidup tersenyum kembali
Jangan sering berdiri merenung bekas-bekas peninggalan..terlebih lagi bila temapatnay telah dhuni oleh kelelawar dan banyak hantu yang telah mengetahui jalan masuk kedalamnya ..Akan tetapt carilah suar kicau burung pipit  yang kicaunya memneuhi cakrawala seiring dengan datangnya sinar pagi yang membawa harapan baru bagi kehidupan anda Jangan melihat lembaran masa lalu yang telah usang dimakan waktu yang penuh dengan kepedihan dan keterasingan.pada masa mendatang anda akan menemukan semua gurauan telah anda buat bukanlah termasuk yang paling indah ynag telah anda kreasikan  dan bahwa semua lembaran catatan yang anda telah tulis bukanlah catatan terakhir  yang anda buat
Saudariku ... Anda harus dapat membedakan penilaian orang  yang memandang  perjalanan hidup anda dengan pandangan objektif dan penilaian orang yang berpandangan subjektif...karena sejarah hidup anda bukanlah hal yang direkayasa. Anda telah menghayatinya  tahapan  demi  tahapan dengan  segenap perasaan dan hati anda sendirilah yang menaglami dan merasakn suka dan duka,pahit dan manisnya ...Janganlah anda seperti si Raja Kesedihan “.nama julukan burung ajaib yang mengeluarkan kicauan merdunya bila berdarah karena terluka ...sehingga ia dijuluki nama tersebut . Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun didunia ini yang seimbang dengan nilai darah anda walau setetes pun ...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/saudariku.html

Pemberi Syafaat

Abu hurairah radhiyallahu 'anha, berkata," kami menyertai Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam . dalam sebuah jamuan makan. seseorang menyodorkan lengan kambing, maka beliau segera menggigit nya. lalu beliau bersabdah,"Aku adalah manusia paling terhormat pada harikiamat kelak! Tahu kah kalian kenapa bisa begitu? Saat itu, ALLAH menghimpun seluruh  manusia dari generasi pertama hingga yang terakhir di satu tanah lapang. Di perlihat kan kepada mereka hal-hala yang mengerikan dan di perdengar kan hal-hala yang tidsk menyenang kan, serta jarak matahari sangat dekat dari mereka. Semua manusia di liputi rasa resah dan penderitaan yang dak terperi dan tidak kuasa menahan nya.' Mereka berbicara dengan sesama nya,' Apakah kalian tidak memperhatikan apa yang sedang kalian rasakan ini? Apakah tidak terpikir oleh kalian untuk mencari orang yang dapat memintakan syafaat kepada Tuhan agar di ringan kan dari semua ini?' Sebagian dari mereka berkata,' Bapak kita semua Adam.' Mereka mendatangi Adam dan berkata,"Hai Adam engkau bapak bagi seluruh  manusia. Allahmenciptaka mu langsung dengan tangan NYA, meniup kan roh NYA di dalam tubuh mu, menyuruh malaikat agar bersujud pada mu, dan pernah menyuruh mu tinggal disyurga. Mau kah engkau memohon {syafaat } kepada Tuhan mu agar meringan kan kami? Bukan kah engkau melihat keadaan yang kami alami sekarang ini?' Adam menjawab,"Sesungguh nya pada hari ini Tuhan ku sangat marah. Dia tidak marah seperti ini sebelum nya dan tidak pula akan marah seperti ini sesudah nya. Sedang kan, DIA pernah melarang kan mendekati pohon terlarang, tapi aku melanggar nya. Selamatkan lah diri kalian sendiri! Selamatkan lah diri kalian sendiri! Selamatkan lah diri kalian sendiri! Temui lah orang lain datang lah pada Nuh.
Mereka segera mendatangi Nuh dan berkata," Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama yang di utus kebumi dan ALLAH telah memberi gelar hamba yang banyak bersyukur. Bukan kah engkau telah melihat keadaan kami. Bukan kah engkau melihat penderitaan yang kami rasakan saat ini? Mau kah engkau memohon {syafaat} kepada TUHAN mu agar meringan kan kami? Nuh menjawab," Sesungguh nya,pada hari ini, TUHAN ku sangat marah.DIA tidak pernah marah seperti ini sebelumnya dan tidak pula kan marah seperti ini sesudah nya. Sedang kan aku pernah memohon kepadaNYA agar membinasakan kaum ku.Selamatkan lah diri kalian sendiri! Selamatkan lah diri kalian sendiri! Selamatkan lah diri kalian sendiri! Temui lah orang lain . Datang lah kepada Ibrahim.'
Mrereka segera mendatangi ibrahim dan berkata,' Wahai Ibrahim, engkau adalah Nabi sekaligus kekasih {khalil} ALLAH di bumi. Mohon lah{syafaat} kepada Tuhan mu agar meringan kan kami. Bukan lah engkau melihat sendiri penderitaan yang kami rasakan?' Ibrahim menjawab," Sesungguh nya , pada hari ini, Tuhan ku saat ini sangat marah. DIA tidakpernah marah seperti ini sebelum nya dan tidak pula marah seperti ini sesudah nya. Sedang kan aku pernah tiga kali berdusta. selamat kan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri. Datangla kepada musa.


Mereka mendatangi Musa dan berkata," Wahai musa, engkau adalah Rasul ALLAH.ALLAH*memberi mu keistimewaan dengan menunjukmu untuk menyampaikan risalah NYA dan berdialog lagsung dengan mu. Mohon lah {syafaat} kepada tuhan mu agar meringan kan kami. bukan kah engkau melihat kondisi yang kami alami saat ini?' Musa menjawab," Sesungguh nya, pada hari ini, Tuhan ku sangat marah.DIA tidak pernah marah seperti inisebelum nya dan tidak pula akan marah seperti ini sesudah nya. Padahal aku pernah membunuh seseorang tanpa alasan yang di benar kan oleh NYA.S elamatkan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri.Temuilah orang lain. Datanglah kepada Isa.
Mereka mendatangi Isa dan berkata," Wahai Isa engkau adalah Rasul ALLAH dan kalimat NYA yang di sampaikan kepada Maryam sekaligus ruh yang berasal dari NYA, dan dapat berbiara denganmanusia ketika masih bayi. Mohon lah {syafaat} kepada Tuhan mu agar meringan kan kami. bukan kah engkau melihat keadaan yang kami alami saat ini? Isa menawab ," Sesungguh nya, pada hari ini, Tuhan ku sangat marah. DIA tidak pernah marah seperti ini sebelum nya dan tidak pula akan marah seperti ini sesudah nya{Isa tidak menyebut dosa yang pernah di lakukan nya}. selamatkan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri! selamatkan lah diri kalian sendiri. Temui orang lain. datang lah kepada Muhammad shallallahu'alaihi wasallam.
Dalam sebuah riwayat di nyatakan Rasulullah shallallhu'alahi wasallam bersabda," maka mereka mendatangi ku dan berkata,"Wahai muhammad engkau adalah rasul ALLAH dan penutup para nabi. ALLAH telah mengampuni segala dosa mu yang terdahulu dan yang akan datang, mohon lah {syafaat} kepada tuhan mu agar meringan kan kami. bukan kah engkau melihat keadaan yang kami alami saat ini?' Maka akupun pergi menuju kaki 'Arsy. lalu aku sujud kepada Tuhan ku. setelah itu ALLAH memberikan kepada ku pujian-pujianyang aku gunakan untuk memuji NYA yang tidak pernah di berikan kepada siapapun sebelum ku. lalu ada suara yang berkata." Hai Muhammad, angkat lah kepala mu. Mintalah,maka permintaan mu akan di kabul kan. Dan sampaikan lah syafaat maka syafaat mu akan di terima. Aku segera mengangkat kepala dan berkata," Wahai Tuhan ku kasihanilah umat ku! Wahai Tuhan u kasihanilah umat ku ! Wahai Tuhan ku kasihanilah umat ku. kembali terdengar suara," Hai Muhammad suruh lah orang -orang yang amalan nya tidak di hisab dari umat mu agar masuk kesurga dari pintu sebelah kanan.{ hanya mereka yang masuk dari pintu itu} sedangkan pintu-pintu syurga lain bolehmereka masuki dengan ahli syurga lain nya.' kemudia Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda," Demi ALLAH yang jiwa ku berada di tangan NYA. Sesungguh nya jarak antara pintu dua sisi syurga itu adalah seperti jarak antara kota makkah dan kota hajar. atau seprti  jarak antara kota makkah dan kota bushrah." {muttafaqun 'alaihi}


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/pemberi-syafaat.html

Lebih utama dari pada dunia dan seisinya

"Dua rekaat (shalat sunnah sebelum) Shubuh lebih utama dari dunia dan isinya."
                                          
(HR> Muslim, At-Turmudzi, dan An-Nasa'i)


Subhanallah! Shalat sunnah dua rekaat sebelum shubuh lebih utama dari dunia dan isinya! Apalah lagi dengan shalat Subuh dua rekaat yang fardhu itu!
Saudaraku tercinta, jangan sampai tidur lelap menjadi lebih utama ketimbang dunia dan seisinya. Anda mungkin mengatakan, "Saya biasa bangun cepat, sebab saya memiliki banyak pekerjaan." Tapi ketika Anda ditanya, "KApan anda biasa bangun?" Anda menjawab, "Saya biasa bangun jam delapan pagi. Saya biasa melakukan shalat Shubuh dengan cepat agar saya tidak ketinggalan jam kerja." Sementara Syyidah Aisyah ra mengatakan,
"Rasulullah saw tidak melaksanakan shalat sunnah serutin seperti ketika melaksanakan dua rekaat sebelum Shubuh". (HR.Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Rasulullah saw sendiri mengatakan,
"Janganlah kalian meninggalkan dua rekaat sunnah sebelum Shubuh, meskipun kalian dikejutkan oleh kuda-kuda perang." (HR>Ahmad)
Saya ingatkan kembali, hendaklah Anda membaca hadits-hadits ini dengan akal jernih dan sepenuh hati. Ini berarti bahwa Anda akan berupaya penuh untuk melaksanakannya dan tidak akan pernah meninggalkan dua rekaat sebelum Shubuh sama sekali, Apapun yang terjadi.
Kemudian perhatikanlah wahai saudaraku tercinta, Aisyah ra mengatakan, "Rasulullah saw pernah melaksanakan shalat dua rekaat sebelum Shubuh dengan ringkas, sampai-sampai saya bertanya, 'Apakah beliau sempat membaca AL-Fatihah atau tidak'." (HR.Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Tapi anehnya, semua kemudian ini sama sekali tidak memiliki bekas dihati sebagian orang!
Sepertinya, tidur telah menjadi candu yang mampu membius seorang muslim!
Kalaulah sang tidur bisa bicara, ia akan mengatakan, "tidur tidak akan pernah bisa memperpanjang umur!" Maka bangunlah, wahai umat islam, sebab shalat Shubuh beserta sunnahnya akan betul-betul menumbuhkan buah.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/lebih-utama-dari-pada-dunia-dan.html