Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Jumat, 20 Januari 2012

Penyakit Hati VS Tombo Hati

Jiwa yang beriman punya cinta disegenap penjuru,
ia tak pernah merasa kesepian ,
ia tak pernah merasa putus harapan
jiwa yang beriman mendapat petunjuk dari Allah
dan mereka itulah orang-orang yang beruntung
(Q.S 2:5)


banyak dari kita senang sekali memelihara penyakit hati
hati yang sakit itu: EX ,gampang tersinggung , mudah marah , berbohong, lalai ,malas, fasik dan lainya .. (cari sendiri yaa..banyak kuarang lebih ada 60 penyakit hati )
hati yang sakit jika diperturutkan akan membawa kerugian bagi dirisendiri
jika hati sudah sakit , akan berdampak pada fisik,stress menghampiri ,ketegangan jiwa ..akibat banyak berfikir

tanda2 stress ; perasaan was2,curiga ,jengkel ,mudah narah , gampang tersinggung ,
sudah tidak bisa tidur diatas 6 jam ,kalau kebaisaan ini terus berlanjut ,asam lambung akan meningkat keluar ,akan timbul dampak lain ,yaitu sakit maag ,kencing batu ,ginjal .

bagaimana menyehatkanya ; perbahauri iman , dan keislaman juga amalkan TOmBo ATI ...yang lima perkara


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/penyakit-hati-vs-tombo-hati.html

Hindari Sikap Kurang Kuas dan Perbanyak Diam

Musibah yang dialami setiap manusia sesungguhnya adalah sebagai peringatan bagi kita ,
untuk lebih banyak bersyukur,
Allah ingin mengajak kita lebih mendekatkan diri KepadanNya
Allah memperkenalkan diriNYa dengan memberikan ujian musibah
dan kita hendaknya banyak bersyukur ketika ujian dan musibah itu menimpa kita ,
agar kita tidak banyak mengeluh atas yang musibah yang terjadi ,
Allah sudah memperingatkan kita untuk semankin banyak bersyukur ,ikhlas , sabar ,dan bertawakkal.

hanya manusia beriman yang merasa ujian dari Allah itu untuk meningkatkan derajatnya
Namun terkadang ,banyak sekali kita lihat , ada saja yang sangat kurang puas dengan apa-apa saja yang ia alami
contoh kecil ,sebuah hal yang sebenarnya itu tidak ditujukan kepadanya,tapi dengan sangat semangat ia mengomentari dan berdebat ,hindari sikap kurang puas dan perbanyaklah diam .banyaklah merenungkan hikmah yang ada dalam kerangka hidup kita ,bukan membuat kita menjadi seorang yang sok pintar , senantiasa membuat komen2yang tidak berguna , dan malah terkadang tulisan2 itu menyakitkan hati para sahabatnya .

Hiduplah yang lurus,di jalan rel yang telah disediakan oleh Allah ,
gak macam-macam( jangan suka berbohong) ,jangan lalai,jangan ngeyel ,
jangan keganjenan, tidak takabur , dan hindari sikap angkuh dan sombong ,
berjalanlah di rel yang Allah telah gariskan


turunkan Ego, jangan menjadi kendala dikehidupan masyarakat

menghindari maksiat ,mulut ,mata , telinga , tangan ,dan teruatma maksiat hati
hindari berpacaran ..yaa muslimah baik di dunia nyat maupun dunia maya
jauhkan dari dirimu dari itu semua wahai muslimah
jagalah wudhu perbuatan dimana saja dirimu berada.

semua itu akhlak yang baik, dengan akhlak yang baik
Allah akan mencukupi kebutuhan kita


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/hindari-sikap-kurang-kuas-dan-perbanyak.html

Renungan

Wahai sahabat ,
lihatlah banyak dari kita yang sangat yakin pada kematian ,
namun hidupnya penuh dengan hura-hura
jangan terlalu banyak bersenda gurau

Dendam dihati masih dipelihara
dendam dihati akan menghabiskan semua perbuatan baik
jangan pelihara sifat dendam,timbulkan selalu sifat pemaaf

seorang pemaaf tidak memiliki sifat amarah ,dendam ,dengki permusuhan
memberi maaf pahala .

jangan hidup pesimis ,hadapi hidup ini optimis
berbaik sangka pada Allah
perbaharui senantiasa Iman (aqidah dan tauhid)


pelajari islam (Syariat & fiqih )kewajiban yang harus dipelajari
Allah telah memberi kita makan dan mata pencaharian ..
dekatkan diri pada Allah ,disamping berakhlak baik
jangan sekali - kali bersumpah atas nama Allah
****** ######******
Banyak dari kita sudah sering mengerti dan mengenal Allah
tapi tidak mematuhi perintah Allah

Sudah banyak membaca kitab /tilawah
tapi tidak mengamalkanya

sudah merasa musuh setan
tapi suka sekali memperturutkan bisikan setan

sudah sering mengucap dua kalimasyahadat
tapi jarang mau melakukan sunah-sunahnya

Yaa Rabb kami tidak mau memperserikatkan Engkau dengan apapun
Pelihara kami yaa Rabb senatiasa ..yaa Rabb


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/renungan.html

Karena " Dekat " (terkadang) tak Menyehatkan

Manusia itu unik. Tiap manusia, mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyampaikan perasaannya. Tiap manusia pun, mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan perasaannya. Lama mengenal, bukanlah menjadi jaminan.
Jika sekarang aku bertanya, seberapa jauhkah kalian mengenalku, apa yang akan dijawab? Tidak kenal, sedikit kenal, atau menjawab kenal sekali? sungguh, apa yang terlihat di mata masih bisa menipu. Bilangan tahun, bukan menjadi jaminan bahwa seseorang bisa benar-benar saling memahami. Karena untuk memahami, harus ada yang dikorbankan. Mengorbankan hati. atau lebih tepatnya, mengorbankan perasaan. Untuk mengalah ketika ada permasalahan. Untuk bijak menerima kekurangan.
Manusia itu unik. Ada kalanya, ekspresi cinta yang kita keluarkan, tak tersampaikan dengan baik. Mungkin, bagi sebagian orang, malah menyakiti.
Ada sebuah adegan film yang cukup menyentuh, bagiku. Sang laki-laki, setelah sekian tahun tak bertemu, akhirnya bertemu dengan seorang perempuan yang ia sayangi di sebuah restoran. Lewat sebuah janji. Di pertemuan itu, sang laki-laki berkata “kenapa kamu belum menikah? Aku sudah.” Sang perempuan hanya menangis, sedangkan sang laki-laki hanya menatap lurus, sambil terus berceloteh. Dan, akhirnya sang perempuan pun tahu, sang laki-laki kini telah buta.
Adegan berganti. Sang perempuan kini telah menikah. Dengan orang lain. Dan beberapa tahun kemudian, ketika sang perempuan sedang bermain dengan anaknya di sebuah sungai, datanglah beberapa orang menyampaikan pesan. Bahwa sang laki-laki telah meninggal. Bahwa sang laki-laki, menikah tepat setelah sang perempuan menikah. Ya. Benar. Tepat setelah sang perempuan menikah. Sang laki-laki berbohong. Ekspresi cintanya, membuatnya harus berbohong.
Sejujurnya, aku sedikit tak bisa menerima. Apa salahnya sang laki-laki jujur, agar mereka bisa menikah dan hidup bahagia? Tapi, karena ini adalah film, dan aku hanya penonton, terang saja aku harus menerima akhir film yang seperti itu.
Setelah kupikir lagi. Sang perempuan memang merasa sakit, atas kebohongan yang dilakukan padanaya. Tapi, apakah sang laki-laki tidak merasa sakit? Apakah sang laki-laki tidak merasa terluka, melihat sang perempuan menikah dengan orang lain?


Padahal, mungkin hanya beberapa kalimat yang perlu ia katakan, agar ia bisa hidup berbahagia dengan perempuan itu.
Tapi mungkin sang laki-laki sadar. Selain karena cinta tak harus memiliki, bisa juga karena tak selamanya kedekatan itu bisa menyehatkan. Mungkin bagi sang laki-laki, ia merasa takut jika kebutaannya akan merepotkan orang yang dia kasihi. Mungkin ia takut, kekurangan penglihatannya hanya akan membuat, suatu saat, sang perempuan tak sanggup bersamanya, dan mungkin ia malah akan mengutuk ketidakmampuannya melihat.
Karena itulah ia memilih berbohong. Karena ia cinta dengan perempuan itu, juga karena ia cinta dengan dirinya sendiri. ia tak mau menyakiti, pun tak mau tersakiti.
Ada kalanya. Dalam ukhuwah ini, hal seperti itu bisa terjadi. bukan hanya dalam hubungan cinta lawan jenis seperti yang kupaparkan di atas. Karena cinta bersifat universal.
Bisa jadi, ekspresi cinta kita malah menyakiti orang yang kita cinta. Saudara seiman kita. Padahal, mungkin kita merasa telah mengenalnya. Tapi ternyata pilihan ekspresi cinta kita masih salah. maksud hati ingin menyampaikan yang menurut kita baik untuknya. Tapi ternyata dianggap menyakiti. Padahal, tak jarang mungkin apa yang kita sampaikan bisa terucap karena dia meminta pendapat kita.
Bisa jadi juga, kita telah memilih kata-kata yang bijak ketika menyampaikannya. Tapi tetap, hal itu terus dianggap telah menyakiti. Jika seperti ini terus, apa yang harus dilakukan? Yang satu merasa tersakiti, menganggap bahwa dia terus disakiti. Tapi, tahukah, bahwa bisa saja yang mengatakan hal tersebut, yang dianggap telah menyakiti, juga merasa sakit?
Merasa sakit, karena tidak menyangka kata-katanya bisa menyakiti orang lain.
Merasa sakit karena ia selalu dianggap menyakiti.
Padahal, semua itu dilakukan atas nama cinta. Cinta pada ukhuwah ini.
mungkin, kedekatan selama ini telah membuat kedua belah pihak tidak sehat. mungkin, kedekatan selama ini masih menyimpan ego masing-masing.
Saat seperti itu, mungkin menjauh adalah pilihan yang terbaik. Memilih untuk tidak bertemu. Memilih untuk hanya sesekali menyapa.
Menjauh, pada sebuah jarak. Bukan menjauh yang tak peduli, justru menjauh karena peduli. Menjauh karena cinta ini, jika dipaksakan, akan terus menyakitkan dua belah pihak. Menjauh, agar mungkin rindu yang tercipta bisa sedikit melembutkan hati.


"Karena itu, izinkanlah, jika hal ini menimpa kita semua, izinkanlah agar aku menjauh,sampai pada titik yg aman bagi kita berdua. Karena aku cinta, padamu dan diriku sendiri".


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/karena-dekat-terkadang-tak-menyehatkan.html

Cukuplah KEMATIAN Sebagai Nasehat

Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!" (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.


Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berhargaTak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.
Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)."
Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, "Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan." Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.
Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, "Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: 'Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul...."
Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapaKalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan 'habis', usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.
Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.
Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.
Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.
Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apaFikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin.

Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan.
Cuma kain kafan itu.Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.
Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.
Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.
Kematian mengingatkan bahwa hidup sementaraKejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.
Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berhargaSeorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia..." dengan menyebut, "Ad-Dun-ya mazra'atul akhirah." (Dunia adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan. 


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/cukuplah-kematian-sebagai-nasehat.html

Bukan KEBEBASAN Sayang,tapi EKSPLOITASI

Apa hubungannya mobil di pameran itu dengan gadis-gadis ‘berseragam’ seronok sambil lenggak-lenggok mengelilingi mobil, ini pameran mobil atau wanita? Apa fungsinya wanita dengan rok ‘BUPATI’ itu duduk di kursi tinggi ongkang kaki di belakang etalase kaca toko HP, yang mau dibeli apa atau siapa? Apa laki-laki yang nganggur sudah habis sehingga karyawan SPBU sekarang diambil alih kaum hawa? Kenapa iklan baliho di pinggir jalan itu selalu menawarkan “bonus” senyum wanita? Duh, kenapa yang memperingatkan kalau pulsa saya hampir habis selalu suara wanita?Itu kan kemajuan? Ya, maju menuju ke jurang kehinaan. Ini ‘keberhasilan’ para pejuang kebebasan. Mereka bebas tapi hak, kehormatan dan kodratnya sebagai wanita dirampas.


Mereka mungkin merasa lebih ‘dihargai’ tapi bukan sebagai manusia melainkan ‘barang komoditi non migas’ yang mudah ditukar dan didapatkan dengan beberapa rupiah. Mereka memang ‘diberdayagunakan’ tapi tidak lebih dari sekedar hiasan yang bila usang akan diganti.
Saudariku, tahu tidak? Wanita-wanita barat di tengah kehidupan serba bebas dan glamour, mereka sebenarnya sangat cemburu dengan adab bangsa timur yang memperlakukan wanitanya bak ratu di rumahnya.
Dalam suatu kisah seorang wanita tua non muslim yang bertetangga dengan keluarga muslim, mengungkapkan kecemburuannya melihat kehidupan keluarga muslim tersebut. Di mana sang istri sepanjang hari di rumah menemani anak-anaknya. Ketika sang ayah datang dari tempat kerja disambut dengan derai tawa dan peluk anak-anaknya disusul senyum sang istri seraya mencium tangan suaminya. Sederhana, tapi surga. Wanita tua itu saat berkunjung ke rumah keluarga bahagia tersebut mengungkapkan bahwa andaikan ia masih muda maka ia akan bersuamikan dengan seorang pria muslim sebagaimana suami keluarga tersebut.
Ternyata dulu dia adalah wanita karir. Demi karirnya ia meninggalkan tugas utamanya di rumah; mendidik dan mengasuh anaknya. Tanpa tergantung pada suami semua kebutuhannya terpenuhi oleh pekerjaannya lebih dari cukup, tapi semua terasa hambar. Ia kehilangan nilai dan kesempatan yang sangat berharga, sesuatu yang seharusnya menjadi hak fitrah dan kodratnya; sebagai seorang Ibu untuk anak-anaknya dan sebagai seorang istri yang melayani dan dinafkahi oleh suaminya, terampas.
Suaminya telah meninggal. Kini ia ditinggalkan oleh anak-anaknya yang tak sempat ia didik dengan baik, yang tak mengenal arti seorang ibu apalagi untuk berbakti padanya.
Pernah dengar Marlin Mondroe? Artis cantik dan kaya di Amerika Serikat yang mati tragis bunuh diri. Sebelum bunuh diri ia sempat membuat sebuah surat yang dimasukkan dalam sebuah kotak di sebuah bank di New York:“Berhati-hatilah dengan ketenaran, berhati-hatilah dan wapadalah terhadap sinar-sinar yang menipu kalian. Sesungguhnya aku adalah wanita yang paling celaka di dunia! Aku tak mampu menjadi seorang ibu. Aku adalah seorang wanita yang mencintai rumah. Kehidupan keluarga adalah simbol kebahagiaan seorang wanita, bahkan simbol bagi kemanusiaan, kebahagiaan kemanusiaan itu sendiri. Aku adalah seorang wanita yang benar-benar telah terzhalimi oleh manusia-manusia lain. Bekerja dalam sebuah teater atau perfileman betul-betul menjadikan wanita sebagai barang dagangan murahan dan remeh, meskipun dia mendapatkan popularitas dan ketinggian.”
Sungguh amat sangat terlalu naif sekali ketika mereka mengutuk gaya hidup mereka sendiri, wanita-wanita timur justru berlomba menjadi pemuja dan pendamba ‘barang’ yang selama ini membelenggu dan ingin mereka buang.



Saudariku, musuh-musuh agama ini sangat tahu apa yang telah membuat kehidupan sosial, budaya, etika, moral dan agama mereka berantakan. Dalam sejarah peradaban bangsa-bangsa yang runtuh pun begitu, jatuh, hancur disebabkan oleh makhluk lembut yang bernama wanita. Mereka ingin menularkan penyakit itu kepada kita.
Saudariku, musuh-musuh Allah telah merayakan kemenangannya pada kali pertama berhasil ‘menyeret’ para muslimah dari rumah kehormatannya, menjejali jalan, memenuhi pasar-pasar, instansi-instansi dsb. Tak sampai di situ merekapun kemudian menelanjanginya dengan pakaian seadanya.
Dan merekapun tahu apa yang membuat kita jaya dan menguasai dunia selama bertahun-tahun. Mujahidin yang gagah perkasa itu tidak terbentuk begitu saja, ia ditempa oleh tangan lembut ibu yang shalehah di setiap suapan, dalam belaian, dan rintihan doanya.
Ketahanan dan betahnya di medan perjuangan bukan tanpa alasan, di belakangnya ada permata dunia yang senantiasa mendorong dan mendo’akannya, Istri shalihah yang membuatnya lebih cinta kepada Allah dari segalanya, pun tak perlu khawatir meninggalkan jundi-jundinya di pangkuan sang istri yang pasti mempersiapkan sebagai penerusnya.
Dalam suatu kisah yang masyhur, ada seorang wanita yang datang menghadap panglima militer Islam, menjelang keberangkatan tentara mujahidin ke medan jihad. Wanita bercadar tersebut menyerahkan sebuah kotak kepada panglima. Betapa terkejutnya panglima tersebut ketika membuka kotak tersebut dan mengetahui di dalamnya berisi dua pilinan (kepangan) rambut yang sangat panjang.
Sang panglima bertambah kaget, setelah wanita itu mengatakan bahwa dua pilinan rambut yang sangat panjang itu adalah rambutnya sendiri. Ia adalah seorang janda miskin yang tidak memiliki harta untuk disumbangkan kepada tentara mujahidin. Wanita itu pun sengaja memotong rambutnya sendiri sebagai wujud partisipasinya dalam jihad.
Panglima tentara Islam semakin takjub, ketika wanita muslimah itu meminta agar kedua kepangan rambutnya dijadikan sebagai tali kekang kuda yang dipakai berjihad oleh tentara kavaleri Muslim.
Setelah wanita itu pulang ke rumahnya, sang panglima mujahidin memerintahkan para tentara Islam untuk segera berbaris rapi. Ia pun berpidato di hadapan para mujahidin dan menceritakan tentang adanya seorang wanita mukminah yang menyumbangkan dua kepangan rambutnya sendiri untuk dipakai sebagai tali kekang kuda perang.
Dan kau tahu, itu sangat cukup untuk membakar semangat para mujahidin untuk memporak-porandakan musuh Allah.


Apakah andil wanita itu sebatas itu? Setelah mujahidin pulang dari medan perang Sang wanita itu tersenyum, mengucapkan hamdalah saat mendapati anaknya sebagai salah satu mujahidin yang gugur dalam pertempuran tersebut.
Sekali lagi musuh Allah sangat tahu di mana letak kekuatan itu dan ingin melemahkannya, secara halus, dengan iming-iming segepok rupiah, lambat tapi pasti ia ingin menggiring semua muslimah untuk masuk dalam ‘kubangan eksploitasi’. Bukan kebebasan sayang, tapi eksploitasi…
Ah, sinar matamu masih terlalu polos untuk mengerti semua ini. Pesanku belajarlah baik-baik. Saya yakin, suatu saat kau akan menyadari seraya tersungkur sujud bahwa syariat-Nya terlalu sempurna untuk engkau tolak.
Sebelum kau tidur kulafalkan syair ini
Bukan dari tulang ubun ia diciptaSebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan pujaTak juga dari tulang kakiKarena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tetapi dari rusuk kiriDekat ke hati untuk dicintaiDekat ke tangan untuk dilindungi
 *Jangan anggap sepele, urusannya separuh agamaJangan biarkan ia sendiri, bimbing ia, asalnya ia bengkokJangan keras, bisa patahJangan lembek, susah bila terlanjur.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/bukan-kebebasan-sayangtapi-eksploitasi.html

Sayyidina ALI R.A Dan Orang Buta

Alkisah pada suatu malam,terdapat seorang lelaki buta. Ia masih saja terjaga. Hatinya seperti langit yang terselubung mega. Dia mengeluh, “Ya Tuhanku, betapa kerasnya hati manusia di sekelilingku. Tidak ada seorangpun yang mau memikirkan insan malang dan miskin. Ya Tuhan, pada siapakah dapat aku ulurkan tangan meminta bantuan?”
Dia teringat masa lalu, saat isterinya yang baik masih hidup. Air mata pun bergenang di kelopak mata dan membasahi wajahnya.Paginya, lelaki buta itu bangun dari tempat pembaringannya,ia memakai pakaiannya yang sudah robek, lalu berjalan melewati lorong-lorong kota dengan tongkatnya.


Lalu, seperti biasa, dia duduk di satu sudut kota, di bawah sebuah pohon dan mendengarkan langkah kaki orang-orang yang melewati tempat duduknya. Dia menanti seseorang yang akan melontarkan kepingan uang atau makanan dalam tangannya, tetapi seolah-olah, tidak ada seorangpun yang menghiraukannya.
Tiba-tiba terdengar suara tapak kaki mendekatinya. Lelaki tua yang buta itu menumpukan sepenuh perhatiannya kepada langkah tersebut, tetapi beberapa saat kemudian, suara langkah tersebut tidak lagi terdengar. Meskipun lelaki tua itu buta dan tidak melihat sesuatu, tetapi dia dapat merasakan bahwa seseorang sedang memperhatikannya. Dia berkata sendirian, ‘siapakah gerangan orang tersebut?’ Ketika dia tenggelam dalam fikirannya, terdengar suara orang memberi salam. Lelaki tua itu menjawab salamnya seraya berkata, “Salam, selamat pagi.”Lelaki tua itu sekali lagi merasakan bahwa orang tersebut sedang memperhatikannya. Orang itu dengan perlahan-lahan berjalan melewati dirinya, tetapi tidak berapa jauh, dia berhenti dan memandang lelaki buta itu.
Hatinya yang baik tersentuh melihat lelaki tua itu. Orang itu berkata sendirian, ‘Apakah lelaki buta ini tidak mempunyai siapapun untuk membantunya?’ Bersamaan dengan itu, orang-orang dan pedagang yang melewati tempat tersebut dan melihat kehadiran Amirul Mukminin Ali radhiallahu anhu di sisi lelaki buta itu. Mereka menghampirinya dan memberi salam kepada beliau sebagai tanda penghormatan.Kini pahamlah lelaki tua yang buta itu bahwa lelaki yang memandanginya itu ternyata adalah pemimpin umat Islam, Sayyidina Ali kwh. Sayyidina Ali menjawab salam orang-orang itu dan bertanya, “Kenalkah kalian dengan lelaki tua ini?” Mereka yang mengenali lelaki tua itu berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, lelaki tua ini adalah seorang penganut kristen, isterinya telah meninggal dunia. Dia adalah seorang lelaki yang amat baik dan bekerja keras. Tetapi sejak dia menjadi buta, dan dikarenakan dia tidak mempunyai siapapun, dia terpaksa mencari uang dengan meminta sedekah.”Lelaki tua yang mendengar dengan penuh perhatian kata-kata mengenai dirinya itu, lalu berdiri dengan berpegang kepada tongkatnya. Dia menanti jawaban dari Sayyidina Ali.
Ketika Sayyidina Ali kwh mengetahui nasib si lelaki tua itu, beliau menundukkan kepalanya karena merasa sangat terharu. Tak lama kemudian, beliau berkata, “Sungguh menakjubkan! Ketika lelaki ini mempunyai kemampuan, dia telah bekerja keras dan kini bila dia berada dalam keadaan lemah, dia ditinggalkan? Ketika dia bisa melihat dan mempunyai kemampuan, dia bekerja keras untuk masyarakat. Kini, ketika dia sudah tua dan tidak lagi mampu untuk bekerja, maka menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan keperluannya.”Ketika mendengar kata-kata Sayyidina Ali, cahaya harapan bersinar ke dalam jiwa lelaki tua tersebut. Dia berkata dengan penuh kasih sayang kepada Sayyidina Ali, “Ya Tuhan, limpahkanlah kebaikan untuk Ali.”Ketika waktu maghrib tiba, lelaki tua itu mengambil keputusan untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, dia didatangi oleh utusan Sayyidina Ali. yang meletakkan satu pundi uang ke tangan lelaki tua itu dan berkata, ”Ambillah uang ini! Sayyidina Ali memberi perintah sejak kini anda akan mendapat bagian dari baitul mal. Oleh karena itu engkau tidak perlu lagi meminta sedekah.


”Lelaki tua itu bangun dari tempat duduknya, dan membuka pundi tersebut dengan rasa tidak percaya.
Dia meremas-remas uang dalam tangannya. Beberapa kali bibirnya menyebut nama Ali dan berkata, Ya Tuhanku, betapa baiknya Ali, walaupun aku adalah seorang kristen dan bukan seagama dengannya, tetapi dia tetap berbuat baik kepadaku. Betapa aku telah membuat kesalahan. Ternyata, masih ada manusia yang sedemikian baik. Ya Tuhanku, aku mengucapkan syukur kepadamu atas segala karunia ini.Sejarah menyaksikan bahwa Sayyidina Ali RA senantiasa berperilaku baik dalam perbuatan dan kata-katanya terhadap seluruh manusia, khususnya mereka yang miskin.
Sayyidina Ali kwh dalam sebagian dari suratnya kepada Malik Asytar, gubernur Mesir menulis sebagai berikut, "Penuhilah hati dengan kasih sayang kepada rakyat dan berbuat baiklah kepada mereka semua. Rakyat terbagi kepada dua golongan, satu golongan ialah mereka yang seagama denganmu dan satu golongan lagi ialah yang sama-sama diciptakan Allah sepertimu. Di antara rakyat yang kesusahan, yang memerlukan bantuan, dan berada dalam kesulitan, serta yang sakit, yang tidak punya siapapun selain dari Tuhan, ada dua golongan. Ada kelompok yang sabar dan menahan diri dari meminta-minta dan ada kelompok yang menadahkan tangan meminta sedekah. Maka jadilah engkau orang yang membela mereka.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/sayyidina-ali-ra-dan-orang-buta.html

Urgensi Lafaz Lafaz Nubuwwah Dalam Doa Dan Dzikir

Harus diyakini oleh setiap muslim, bahwa lafaz-lafaz dzikir dan do'a yang shahih diajarkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam adalah wahyu yang turun dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sehingga harus diyakini pula bahwa lafaz-lafaz tersebut akan terjaga keasliannya dari berbagai macam perubahan sampai hari kiamat.
Para sahabat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dan orang-orang yang mengikuti sahabat dari kalangan Taabi'iin dan Taabi'ut Tabi'iin serta para Imam yang empat, mereka semua telah berjihad dengan segenap usaha untuk menjaga keaslian lafaz-lafaz dzikir dan do'a yang datang dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam. Karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda:
نَضَّرَ اللهُ عَبْدًا سَمِعَ مَقَالَتِيْ فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا إِلَى مَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا
“Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan cahaya bagi seorang hamba yang mendengar sabdaku kemudian dia membawanya dan menghafalkannya, lalu menyampaikannya kepada orang-orang yang belum mendengarnya.” [al-Musnad: 1/437, 4/80, Jaami'ut Tirmidzi no. 2657, Sunan Ibnu Majah no. 232, di-shahihkan oleh al-'Allamah al-Albani dalam Shahiihul Jaami' no. 6766]
LAFAZ NUBUWWAH, TAUQIFIYYAH
Kemudian melalui risalah singkat ini, kami hendak memaparkan bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam sangat menekankan lafaz-lafaz yang beliau ajarkan dan betapa tingginya semangat para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dalam usaha menjaga lafaz-lafaz do'a dan dzikir yang diajarkan kepada mereka.
Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiallahu anhu:
أَنَّ رَسُوْلُ الله كَانَ يُعَلِّمُهُمْ هَذَا الدُّعَاءَ كَمَا يُعَلِّمُهُمُ السُّوْرَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pernah mengajarkan do'a ini (secara teliti dan fokus) persis sebagaimana (teliti dan fokusnya) beliau r dalam mengajarkan satu surat dari surat-surat al-Qur-an (do’a tersebut adalah):
اللّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّم، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ



'(artinya) Wahai Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari adzab neraka Jahannam, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah al-Masiih ad-Dajjaal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian.” [Shahih Muslim no. 590]
Demikian pula ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan do'a istikhoroh kepada para sahabatnya. Jabir bin 'Abdillah Radhiallahu anhu menceritakan: “Dulu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan kami (para sahabat) do'a istikhoroh sebagaimana beliau Shalallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan kami satu surat dari al-Qur-an.” [Shahih Bukhari no. 1162]
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani dalam Fathul Baari (11/184) menukil ucapan Ibnu Abi Jamroh yang menjelaskan; “bahwa yang dimaksud dengan penyerupaan para Sahabat perihal metode Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam dalam mengajarkan do’a, persis sebagaimana beliau mengajarkan al-Qur-aan, adalah dalam hal menjaga huruf-hurufnya, susunan kalimatnya, dan larangan dari menambah ataupun mengurangi do’a tersebut (sebagaimana kita tidak boleh merubah huruf dan susunan kalimat ayat al-Qur-aan).....[dinukil dari Fiqhul Ad’iyati wal Adzkaar hal. 341]
Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr mengatakan dalam kitabnya Fiqhul Ad’iyati wal Adzkaar (hal. 340):
“(lafaz-lafaz do’a dan dzikir tersebut) telah dipilih oleh Allah untuk Nabi-Nya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam, dan Allah telah mengajarkannya kepada beliau Shalallahu ‘alaihi wasalam. Maka beliaupun mempelajarinya dan mengamalkannya dengan sempurna, serta menyampaikannya kepada ummat beliau secara jelas. Kemudian para Sahabat beliau yang mulia, mempelajarinya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam secara talqin, dengan sebaik-baik talqin. Mereka bersungguh-sungguh dalam mengamalkannya dan memakmurkan waktu dengannya. Kemudian mereka menyampaikannya kepada orang-orang setelah mereka secara sempurna dengan huruf-huruf dan lafaz-lafaznya... ”
DALIL-DALIL DARI SUNNAH
Abu Bakar ash-Shiddiq t pernah berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam:
عَلِّمْنِيْ دُعَاءً أَدْعُوْ بِهِ فِيْ صَلاَتِيْ
“Ajarkanlah aku (wahai Rasulullah r) satu do'a yang aku berdo'a dengannya dalam sholatku.”
Lihatlah! Bahkan pembesar sahabat seperti Abu Bakar ash-Shiddiq t juga mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam secara khusus demi meminta untuk diajarkan lafaz-lafaz do'a dari beliau Shalallahu ‘alaihi wasalam.


Padahal seluruh ulama sepakat bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu anhu adalah Wali Allah yang paling berilmu dan paling tinggi maqam-nya setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam. Sangat mungkin bagi Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu anhu untuk mengarang untaian bait-bait do'a dan dzikir dengan bahasa yang indah, namun itu tidak beliau lakukan, karena meyakini bahwa lafaz do'a yang bersumber dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam adalah yang terbaik tanpa ada tandingannya karena bersumber langsung dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Lalu apa yang diajarkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam kepada Abu Bakar ash-Shiddiq? Beliau mengajarkan do’a yang ringkas namun nilainya jauh lebih besar di sisi Allah daripada sya’ir-sya’ir do’a buatan manusia yang panjangnya sampai ratusan baris. Do’a tersebut adalah:
اللَّهُمَّ إنِّيْ ظَلَـمْتُ نَفْسـِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلاَ يَغْفِـرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِيْ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zhalim terhadap diriku dengan kezhaliman yang banyak, dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku, maghfirah datang dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku, sesugguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” [Shahih Bukhari no. 834, Shahih Muslim no. 2705]
al-Barraa’ bin ‘Aazib menceritakan bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam pernah besabda kepadanya sebagaimana termaktub dalam Shahih Bukhari (no. 247) dan Shahih Muslim (no. 2710) :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وَضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ ، وَقُلِ اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِى إِلَيْكَ ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِى إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِى إِلَيْكَ ، رَهْبَةً وَرَغْبَةً إِلَيْكَ ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ . فَإِنْ مُتَّ مُتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُولُ » فَقُلْتُ أَسْتَذْكِرُهُنَّ وَبِرَسُولِكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ. قَالَ « لاَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ
»”Jika engkau hendak tidur, maka wudhu-lah terlebih dahulu sebagaimana engkau ber-wudhu untuk sholat. Kemudian berbaringlah dengan sisi tubuhmu yang kanan, dan ucapkanlah (do’a yang artinya)
‘Ya Allah, aku menyerahkan jiwaku kepada-Mu, dan aku limpahkan urusanku kepada-Mu, dan aku sandarkan kembali punggungku (bertawakkal) kepada-Mu, dengan penuh harap dan cemas pada-Mu, tidak ada tempat bersandar dan tidak pula tempat keselamatan dari (adzab)-Mu kecuali hanya pada-Mu. Aku beriman dengan kitab-Mu yang Engkau turunkan, dan dengan Nabi-Mu yang Engkau utus.’
Jika engkau (wahai Barraa’) diwafatkan pada malam tersebut, maka (sungguh) engkau diwafatkan di atas fitrah. Maka jadikanlah do’a tersebut sebagai kalimat terakhir yang engkau ucapkan (sebelum tidur).


Maka aku berkata, ‘Aku akan mengucapkannya dengan lafaz (وَبِرَسُولِكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ). Lantas Nabi (melarang) seraya mengatakan, ‘Tidak, akan tetapi ucapkan (وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ).”
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani menjelaskan dalam Fathul Baari (11/112), bahwasanya penolakan Nabi terhadap al-Barraa’ yang hendak mengganti lafaz (وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ) dengan lafaz (وَبِرَسُولِكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ), menunjukkan bahwa lafaz do’a tersebut bersifat tauqifiyyah (bersumber dari wahyu). Maka wajib untuk menjaga lafaz-lafaznya sebagaimana lafaz yang datang dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam.
al-Barraa’ tidaklah meniatkan perubahan lafaz tersebut kecuali kebaikan. Dalam benaknya, akan lebih pantas jika kata “wabi-Nabiyyika” diganti dengan kata “wabi-Rasuulika”, karena setiap Rasul sudah pasti seorang Nabi, dan tidak setiap Nabi adalah Rasul, inilah yang lebih pantas untuk memuliakan Rasulullah menurut benaknya. Akan tetapi dalam lafaz do’a tersebut terdapat banyak rahasia dan hikmah yang mendalam, salah satunya adalah sebagai ujian bagi kita, apakah kita benar-benar jujur, dan tulus dalam berkomitmen mengikuti (ittiba’) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam.
BAGAIMANA SIKAP PARA SALAF?
Imam at-Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiallahu anhu bahwasanya beliau pernah mendengar seseorang bersin, lantas orang tersebut membaca tahmid dengan tambahan shalawat setelahnya:
الْحَمْدُ لله وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
Lantas Ibnu Umar Radhiallahu anhu menegur orang tersebut dengan ucapannya:
مَا هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُوْلُ اللهِ، بَلْ قَالَ: إذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَـحْمَدِ اللهِ، وَلَـمْ يَقُلْ: وَلْـيُصَلِّ عَلَـى رَسُوْلُ اللهِ
“Bukan demikian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, mengajarkan kami. Akan tetapi beliau bersabda: ‘Jika salah seorang di antara kalian bersin, maka ucapkanlah Alhamdulillaah. Beliau Shalallahu ‘alaihi wasalam tidak mengatakan: ‘dan ber-shalawat-lah kepada Rasulullaah Shalallahu ‘alaihi wasalam’” [Shahih, Irwaa-ul Gahliil: 3/245, dinukil dari Fiqhul Ad’iyati wal Adzkaar hal. 343]
SEDERHANA DALAM DO’A, NAMUN MENCAKUP SEMUA
Do’a yang terbaik di mata sunnah adalah do’a yang lafaznya datang dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam, sederhana, namun mencakup semua hajat hamba.



Diriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Mughaffal t pernah mendengar anaknya berdo’a: “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu istana putih di sisi kanan surga, jika masuk ke dalamnya”
Maka Abdullah bin Mughaffal t berkata: “Wahai anakku, (cukup bagimu) minta kepada Allah surga, dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka (jangan mengada-ngada dalam do’a), karena aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
سَيَكُوْنُ فِيْ هَذِهِ الأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُّوْنَ فِيْ الطُّهُوْرِ وَالدُّعَاءِ
“Akan ada pada ummat ini suatu kaum yang melampaui batas dalam berdo’a dan bersuci.” (Shahih, lih. Shahih Abu Dawud no. 87, dinukil dari Fiqhul Ad’iyati wal Adzkaar hal. 344)
***


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/urgensi-lafaz-lafaz-nubuwwah-dalam-doa.html

Kerusakan di muka Bumi

Memahami Hakekat, Penyebab & Solusinya menurut Al-Qur'an & Sunnah
Sementara ini, banyak orang, tidak terkecuali kaum muslimin, yang mengartikan “kerusakan di muka bumi” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak (lahir) seperti; bencana alam, kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata, padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan-kerusakan “lahir” di atas.
HAKIKAT “KERUSAKAN DI MUKA BUMI”
Allah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia.
Imam Abul 'Aliyah ar-Riyaahi berkata: "Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah)" . [Tafsir Ibnu Katsir: 3/576]
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata: “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwa perbuatan syirk dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta” . [Fathul Qadir: 5/475]
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ



“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" (QS. asy-Syuura:30).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata: “Allah memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan…” [Taisiirul Kariimir Rahmaan: 759]
Tidak terkecuali dalam hal ini, musibah dan “kerusakan” yang terjadi dalam rumah tangga, seperti tidak rukunnya hubungan antara suami dan istri, serta seringnya terjadi pertengkaran di antara mereka, penyebab utama semua ini adalah perbuatan maksiat yang dilakukan oleh sang suami atau istri.
Inilah makna yang diisyaratkan dalam ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan: "Sungguh (ketika) aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat (pengaruh buruk) perbuatan maksiat tersebut pada tingkah laku istriku…" [ad-Daa-u wad Dawaa: 68]
Oleh sebab itu, Allah menamakan orang-orang munafik sebagai “orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi”, karena buruknya perbuatan maksiat yang mereka lakukan dalam menentang Allah dan rasul-Nya. Allah berfirman (artinya):
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan". Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-12).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Melakukan maksiat di muka bumi (dinamakan) “berbuat kerusakan” karena perbuatan tersebut menyebabkan rusaknya apa yang ada di muka bumi, seperti biji-bijian, buah-buahan, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, karena terkena penyakit yang disebabkan perbuatan maksiat. Demikian juga karena melakukan perbaikan di muka bumi adalah dengan memakmurkan bumi dengan ketaatan dan keimanan kepada Allah, yang untuk tujuan inilah Allah menciptakan manusia dan menempatkan mereka di bumi, serta melimpahkan rezeki kepada mereka, agar mereka menjadikan (nikmat tersebut) sebagai penolong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah, maka jika mereka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketaatan kepada Allah (maksiat) berarti mereka telah mengusahakan (sesuatu yang menyebabkan) kerusakan dan kehancuran di muka bumi” [Taisiirul Kariimir Rahmaan: 42]
Maka kematian para pelaku maksiat merupakan salah satu sebab berkurangnya kerusakan di muka bumi, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:



وَالْعَبْدُ الْفَـاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِـلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
“...(Kematian) seorang hamba yang fajir (banyak berbuat maksiat) akan menjadikan manusia, negeri, pepohonan dan binatang terlepas (terselamatkan dari kerusakan karena perbuatan maksiatnya)” [Bukhari: 6512, Muslim: 2245]
SEBAB UTAMA KERUSAKAN DI MUKA BUMI
Imam Qatadah dan as-Suddi berkata: “Kerusakan (yang sesungguhnya) adalah perbuatan syirik, dan inilah kerusakan yang paling besar” [Tafsir al-Qurthubi: 4/40]
Demikian juga perbuatan bid’ah dan semua seruan dakwah yang bertentangan dengan petunjuk Rasulullah, pada hakekatnya merupakan sebab terbesar terjadinya kerusakan di muka bumi. Karena petunjuk dan kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah satu-satunya aturan untuk memakmurkan dan mensejahterakan alam semesta, sehingga semua seruan agama yang bertentangan dengan petunjuk beliau adalah sebab utama terjadinya kerusakan di muka bumi.
Oleh karena itu, imam Abu Bakar Ibnu 'Ayyasy Al Kuufi ketika ditanya tentang makna firman Allah:
وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…" [QS. al-A’raaf: 56].
إنَّ اللهَ بَعَثَ محَمَّداً إلَى أَهْلِ الأَرْضِ وَهُـمْ فِيْ فَسَادٍ فَأَصْلَحَهُمُ اللهُ بِمُحَمَّدٍ r ، فَمَنْ دَعَا إلَى خِلاَفِ مَا جَاءَ بِهِ محَمَّدٌ r فَهُوَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ فِيْ الأَرْضِ
Beliau berkata: "Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia, (sewaktu) mereka dalam keadaan rusak, maka Allah memperbaiki (keadaan) mereka dengan (petunjuk yang dibawa) Nabi Muhammad, sehingga barangsiapa yang mengajak (manusia) kepada selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam maka dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi" .
JALAN KELUAR SATU-SATUNYA
Karena musibah dan kerusakan di muka bumi disebabkan oleh dosa-dosa manusia, maka pintu pertama untuk segera lepas adalah taubat yang nasuuha. Inilah makna yang diisyaratkan dalam firman Allah:


لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar Ruum:41).
Artinya: agar mereka kembali (bertobat) dari perbuatan-perbuatan (maksiat) yang berdampak timbulnya kerusakan besar (dalam kehidupan mereka), sehingga (dengan tobat tersebut) akan baik dan sejahteralah semua keadaan mereka” .
Dalam hal ini, sahabat yang mulia, Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu pernah berucap dalam doanya: “Ya Allah, sesungguhnya tidak akan terjadi suatu malapetaka kecuali dengan (sebab) perbuatan dosa, dan tidak akan hilang malapetaka tersebut kecuali dengan taubat (yang sungguh-sungguh)…” .
Maka kembali kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan mempelajari, memahami dan mengamalkannya adalah solusi untuk menghilangkan kerusakan di muka bumi dalam segala bentuknya, bahkan menggantikan kerusakan tersebut dengan kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan. Karena memang agama Islam disyariatkan oleh Allah yang maha sempurna ilmu dan hikmah-Nya , untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup manusia. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu" (QS al-Anfaal:24).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS al-A’raaf:96).
Artinya: Kalau saja mereka beriman dalam hati mereka dengan iman yang benar dan dibuktikan dengan amalan shaleh, serta merealisasikan ketakwaan kepada Allah lahir dan batin dengan meninggalkan semua larangan-Nya, maka niscaya Allah akan membukakan bagi mereka (pintu-pintu) keberkahan di langit dan bumi, dengan menurunkan hujan deras (yang bermanfaat), dan menumbuhkan tanam-tanaman untuk kehidupan mereka dan hewan-hewan (ternak) mereka, (mereka hidup) dalam kebahagiaan dan rezki yang berlimpah, tanpa ada kepayahan, keletihan maupun penderitaan, akan tetapi mereka tidak beriman dan bertakwa maka Allah menyiksa mereka karena perbuatan (maksiat) mereka” [Taisiirul Kariimir Rahmaan: 298] .


Oleh karena itu, “orang-orang yang mengusahakan perbaikan di muka bumi” yang sebenarnya adalah orang-orang yang menyeru manusia kembali kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan mengajarkan dan menyebarkan ilmu tentang tauhid dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kepada manusia.
Mereka inilah orang-orang yang menyebabkan kemaslahatan dan kesejahteraan alam semesta beserta isinya, tidak terkecuali hewan-hewan di daratan maupun lautan ikut merasakan kebaikan tersebut, sehingga mereka senantiasa mendoakan kebaikan dari Allah untuk orang-orang tersebut, sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada mereka. [Miftaahu Daaris Sa’aadah: 1/64]
Rasulullah bersabda (artinya): “Sesungguhnya orang yang berilmu (dan mengajarkan ilmunya kepada manusia) akan selalu dimohonkan pengampunan dosa baginya oleh semua makhluk yang ada di langit (para malaikat) dan di bumi, sampai-sampai (termasuk) ikan-ikan yang ada di lautan…” [at-Tirmidzi: 2682, Ibnu Majah: 223, dishahihkan oleh Imam al-Albani]
Sekaligus ini menunjukkan bahwa kematian orang-orang berilmu yang selalu mengajak manusia kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan pertanda akan munculnya malapetaka dan kerusakan besar dalam kehidupan manusia. Karena dengan wafatnya mereka, akan berkurang penyebaran ilmu tauhid dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam di tengah-tengah manusia, yang ini merupakan sebab timbulnya kerusakan dan bencana dalam kehidupan.
Dalam hal ini, Imam al-Hasan al-Bashri pernah berkata:
مَوْتُ الْعَالِمِ ثُلْمَةٌ فِى الإِسْلاَمِ لاَ يَسُدُّهَا شَىْءٌ مَا اخْتَلَفَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ
“Kematian orang yang berilmu merupakan kebocoran (kerusakan) dalam Islam yang tidak bisa ditambal (diperbaiki) oleh apapun selama siang dan malam masih terus berganti” [Riwayat ad-Daarimi dalam as-Sunan: 324]. ***


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/kerusakan-di-muka-bumi.html