Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Selasa, 21 Februari 2012

Aduh Sayang Sekali, Kenapa Yah?

Sering kali bahkan tanpa kita sadar kata-kata "Aah..", "Aduh", "Sayang sekali", "Kenapa yah?", "Koq aku dapet masalah terus?", dan kalimat-kalimat lainnya yang terkesan "Keluhan" keluar dari bibir kita. Kata-kata ringan tapi punya makna belum bisa menerima apa setulus hati apa yang sedang dialaminya, entah itu ujian dalam bentuk musibah besar atau yang kecil sekalipun.
Satu ketika seorang sahabat bertutur, "Kenapa yah koq akhir-akhir ini berbagai musibah menimpaku? Ditambah lagi teman-teman mulai kurang perhatian padaku dan aduh aku jadi tidak dipercaya. Ada yang bilang kurang perhatianlah, nggak adillah, inilah itulah. Aku jadi bingung. Padahal aku sudah berusaha berbuat apa yang aku bisa. Aku jadi sedih. Kenapa semua berakhir seperti ini?"
Seseorang yang mulanya berniatan mulia, ketika mendapat tekanan-tekanan dari sekelilingnya bisa saja mengeluarkan penuturan seperti di atas. Di satu sisi dia ikhlas menerima apa yang sedang dialaminya, tapi disisi lain ada bisikan-bisikan yang membuatnya menyesali keadaan.
Keluh kesah yang terpancar lebih disebabkan karena mengikuti dorongan hawa nafsu, tidak mampu menahan rasa pedih atau emosi batin, kurang bersyukur terhadap nikmat yang begitu banyak dibandingkan bencana yang baru menimpa, atau karena kelemahan iman terhadap qadha dan qadar, sehingga tidak memahami hikmah dibalik bencana tersebut.
Kenapa sih mesti ada musibah? Musibah itu adalah sarana ujian atas prestasi keimanan seseorang. Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang paling besar mendapat ujiannya adalah para nabi, kemudian para syuhada, kemudian orang-orang setingkat dengannya." Disamping itu, musibah merupakan sarana untuk mengukur kebenaran iman. Alloh menurunkan musibah agar kita benar-benar bisa mengukur apakah benar kita beriman atau tidak? atau bisa jadi musibah diturunkan sebagai azab atas kemaksiatan dan kekufuran agar kita menjadi jera. Bukankah diturunkannya azab di dunia lebih baik dari pada di akhirat kelak? Agar kita lebih dulu menyadari kesalahan dan dosa-dosa kita. Subhanalloh betapa cintanya Alloh pada orang-orang yang mendapat musibah dan berhasil memupuk kesabaran atas dirinya. Alloh berfirman dalam surat Ar-Rum:41, "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar."
Kunci utama dari pemecahan masalah ini adalah sabar, yaitu menahan diri dari keluh kesah, amarah, apalagi dari harapan mendapat belas kasihan dari orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Sabar itu tatkala menghadapi ujian musibah yang pertama." Karena pada saat-saat itulah Alloh menguji iman seseorang, apakah dia berhasil melawannya dengan mengembalikan segala urusannya pada Alloh dan memendam emosinya dalam-dalam, atau malah semakin larut dalam duka yang berkepanjangan hingga selalu merasa gelisah.
Apakah bersabar dengan memendam emosi dapat menyelesaikan masalah? Tentu saja belum. Setidaknya dengan memendam emosi, ada perasaan tenang di hati kita. Ketika perasaan tentram itu datang, akan ringanlah bagi kita untuk berpikir jernih. Ketika ujian kesabaran telah kita lewati, selanjutnya kita harus mencek dan ricek kembali apa hakikat dari musibah-musibah yang telah kita alami.
Mari kita telaah setiap permasalahan / musibah yang sedang kita hadapi, agar kita terbebas dari penyakit keluh kesah, dengan:
  • Menjauhi semua penyebab timbulnya penyakit keluh kesah.
  • Mempelajari akibatnya.
  • Memahami makna sabar dan seluruh manfaatnya.
  • Meyakini bahwa cobaan adalah takdir dari Alloh yang terbaik bagi kita, dan kelak akan terbukti hikmahnya.
  • Menahan emosi semaksimal mungkin sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif terhadap tindakan fisik.
  • Jika masih ada rasa kesal, segera beranjak dari tempat duduk, ambil air wudhu dan baca istighfar sebanyak 3 kali.
  • Berdoa, "Ya Alloh, selamatkanlah aku dalam musibahku ini, dan semoga engkau menggantinya dengan sesatu yang lebih baik daripada ini."
  • Selalu bersyukur akan nikmat yang diterima.
Bagaimanapun musibah menuntun kita kejalan yang lebih baik dan lewat musibahlah Alloh mengabulkan do'a yang sering kita panjatkan, "Ya Alloh, tuntunlah kami ke jalan yang benar, jalan yang Engkau ridhoi." Agar kita tergolong orang-orang yang beruntung dikehidupan mendatang. Semoga kita bisa mengganti kata Aduh, Sayang Sekali, Kenapa Yah? dengan kata-kata yang lebih punya makna seperti "Masya Alloh", "Astaghfirullah", dan kata-kata lain yang lebih bisa menentramkan hati kita. Wallahu a'lam bishawab. (Qudwah, bahan bacaan: Penyakit Hati, Uwes Al-Qorni).
 
 

Ada Apa Dengan Cinta?

Suatu hari, tiga tahun yang lalu, saya sedang bete berat. Entah mengapa, dunia terasa sempit, sumpek dan menyebalkan. Padahal banyak pekerjaan yang mestinya saya selesaikan. Laporan praktikum yang bertumpuk, makalah-makalah serta seabrek PR dari banyak organisasi yang kebetulan saya ikuti. Dalam perjalanan pulang menuju kost, mata saya tiba-tiba tertumbuk pada sebuah wartel. Tanpa tahu mau menelepon siapa dan untuk apa menelepon, saya dengan linglung memasuki salah satu kabin. Sebuah nomor tiba-tiba terpencet otomatis. 8411063! “Assalamu’alaikum…” sebuah suara yang mendadak terasa merdu terdengar.
Seperti ada suntikan kesegaran yang luar biasa, mendadak semangat saya bangkit. Percakapan yang mengalir begitu saja telah mengubah dunia yang tadinya abu-abu menjadi penuh warna. Pemilik suara itu adalah seorang sahabat yang sangat dekat dengan saya.
Meskipun jarang bertemu, kami yakin, ada cinta yang menginspirasikan berbagai ide mulai dari yang sederhana sampai briliyan. Cinta itu yang kami yakini menjadi pemotivator dari setiap langkah yang kian hari kian berat.
Ah, Cinta…
Saya selalu terpana dengan cinta. Membuat pikiran ini dengan susah payah membayangkan seorang Abu Bakar yang tiba-tiba berlari kesana kemari, kadang ke depan, ke samping, lantas tiba-tiba ke belakang rasulullah. Saat itu mereka sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah. Di belakang, orang-orang kafir Quraisy mengejar, bermaksud membunuh Muhammad SAW. Tentu saja sang nabi terheran-heran. Beliau pun bertanya dan dijawab oleh Abu Bakar, bahwa ketika ia melihat musuh ada di belakang, maka Abu Bakar berlari ke belakang. Jika musuh di depan, Abu Bakar lari ke depan, dan seterusnya. Abu Bakar siap menjadi tameng buat rasulullah. Agar jika ada musuh menyerang, ia lah yang lebih dulu menerimanya.
Itulah cinta. Sama seperti ketika mereka akhirnya kecapekan dan menemukan sebuah gua. Abu Bakar melarang Rasul masuk sebelum ia membersihkan terlebih dulu. Saat membersihkan, Abu Bakar melihat 3 buah lubang. Satu lubang ia tutup dengan sobekan kain bajunya, lalu yang dua ia tutup dengan ibu jari kakinya. Rasul pun tidur di pangkuan Abu Bakar. Pada saat itulah, Abu Bakar merasakan kesakitan yang luar biasa. Ia digigit ular. Namun ia tidak mau membangunkan Rasul dan terus menahan sakit hingga air matanya menetes. Tetesan itu menimpa rasul dan terbangunlah beliau. Berkat mukzizat Rasul, sakit itu pun berhasil disembuhkan. (Sumber, ‘Berkas-berkas Cahaya Kenabian’, Ahmad Muhammad Assyaf).
Ada apa dengan cinta? Kalau Mbak Izzatul Jannah (salah seorang teman dekat juga) menjawab, “ada energi disana”. Saya sepakat dengan pendapat itu. Bukan karena beliau adalah teman dekat, tetapi karena saya telah merasakannya. Dan saya ingin berbagai cahaya dengan kalian.
Cinta Positif vs Cinta Negatif
Jujur, saya mungkin kurang ngeh jika bicara masalah cinta, karena saya belum menikah. (He…he, mohon doanya ya…). Saya pun alhamdulillah belum sempat pacaran, karena Allah keburu ‘menyesatkan’ saya dari jalan kemaksiatan menuju jalan yang terang benderang, jalan yang kita yakini bersama kebenaran dan keindahannya. Namun justru itulah, saya lantas menikmati cinta yang sejati. Lewat para sahabat yang mengantarkan diri ini semakin hari semakin berkarat (maksudnya kadar karatnya makin tinggi, seperti logam mulia itu lho…) alias semakin baik. Serta tidak ketinggalan, cinta kepada sang pemberi kehidupan alias cinta hakiki yang tertinggi.
Seorang sahabat pernah bernasyid di depan saya, menukil sebuah nasyid yang dipopulerkan oleh SNADA.
Ingin kukatakan, arti cinta kepada dirimu dindaAgar kau mengerti, arti sesungguhnyaTak akan terlena dan terbawa, alunan bunga asmara Yang kan membuat dirimu sengsara
Cinta suci luar biasa, rahmat sang penciptaKepada semua hamba-hambanya
Jangan pernah kau berpaling dari cintaCinta dari sang maha penciptaKau pasti tergoda…
Nyanyian itu membuat saya merenung panjang lebar. Yups, ketemu deh. Ada cinta positif, ada juga cinta negatif. Jika cinta adalah energi, maka akan muncul pula energi positif dan energi negatif.
Adanya energi membuat semua terasa ringan. Dengan energi, gampang saja si Edo misalnya, menghajar serombongan preman yang mengusili pacarnya, Dewi. Konon cinta bisa membuat si penakut menjadi pemberani. Dengan energi pula puasa ramadhan terasa begitu indah, meskipun sebulan penuh kita diperintahkan untuk tidak makan dan minum dari terbit hingga terbenam matahari.
Kendali, itu kuncinya
Energi itu akan di dihasilkan oleh reaktor hati, pembedanya adalah faktor pengendali. PLTN adalah sebuah tempat berlangsungnya reaksi nuklir yang terkendali, sehingga energi yang dilepaskan dapat menjadi komponen yang berfungsi untuk manusia. Itu energi positif.
Jika reaksi nuklir tidak terkendali, bayangkanlah ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang menewaskan ratusan ribu manusia dan menimbulkan kerugian yang luar biasa. Itu energi negatif.
Karena reaktor tersebut adalah hati, maka semua manusia pasti memilikinya. Positif atau negatif tergantung pada pengendalian manusia tersebut terhadap hati yang dimiliki. Seperti sabda rasulullah SAW :
“Inna fii jasadi mudhghotan Idza sholuhat sholuhal jasadu kulluhu. Waidza fasadat fasadal jasadu kulluhu. Alaa wahiyal qolbu.”
Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruhnya. Ingatlah bahwa ia adalah hati. (HR Bukhari Muslim).
Cinta Negatif, Apaan tuh?!
Adalah cinta yang dialirkan dari energi tak terkendali. Ini nich, cinta yang merusak. Terlahir dari syubhat dah syahwat. Ngakunya moderat, padahal kuno berat. Bagaimana tidak kuno, cinta yang lahir dari syahwat mulai ada sejak jaman bauhela, bagaimana mungkin orang yang tidak pacaran disebut sebagai ‘ketinggalan jaman?’
Cinta negatif kini telah membanjiri pasaran, menebar kemadhorotan. Remaja gelagapan dan tidak tahu jalan, akhirnya ikut-ikutan. Pacaran, free sex, kumpul kebo, selingkuh… mendadak jadi tren. Secara normatif, semua perempuan tidak mau melihat lelaki yang dicintai ngabuburit dengan perempuan lain. Namun anehnya, ia malah berdandan seseksi mungkin agar lelaki lain tertarik padanya.
Mana bisa kesetiaan dipertahankan jika syahwat dikedepankan?
Mau tahu korban dari cinta negatif? Kerusakan moral. Yap! Survey di Yogyakarta menyebutkan 97,05% mahasiswa di Yogya tidak perawan, Survey itu dilakukan kepada 1660 responden dan hanya 3 orang yang mengaku belum melakukan aktivitas seks termasuk masturbasi! Astaghfirullah. Terlepas dari pro dan kontra tentang kashahihan hasil survey itu, jelas… data yang tercatat menunjukan sebuah ketakutan yang luar biasa bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke Yogya.
Cinta negatif telah menjelma menjadi teroris! Bukan hanya cinta yang mengeksploitasi seks, juga cinta kepada tahta dan harta yang membuat manusia berubah menjadi serigala yang sanggup tertawa-tawa ketika mengunyah bangkai rekan sendiri.
Menggapai Cinta Positif
Cinta positif adalah cinta yang frame-nya adalah cinta karena Allah. Cinta kepada Allah sebagai cinta yang hakiki, sedang cinta kepada selain Allah dilaksanakan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Jika diatas disebutkan bahwa kata kuncinya adalah ‘kendali hati’, maka jelas, untuk menggapai cinta positif, hati harus pertama kali ditundukan. Jika hati telah ditundukkan maka akan bisa kita kendalikan. Jika hati terkendali, yakin deh, seluruh jasad dan akal kita pun mampu selaras dengan sang panglimanya tersebut.
Bahasa Pena?
Jika cinta adalah energi, maka yang terlahir dari cinta adalah produktivitas. Pena hanya salah satu dari banyak pilihan, tergantung pada potensi masing-masing. Saya memilih pena karena profesi saya adalah seorang penulis. Karena bingkai kecintaan itu adalah cinta kepada Allah, maka saya akan menjadikan tarian pena saya sebagai ekspresi kecintaan kepada Allah. Serupa tapi tak sama akan dialami oleh teman-teman yang mahir dibidang lain, memasak, memprogram komputer dan sebagainya. Bukti cinta itu adalah produktivitas. So, jika kita tidak produktif, berarti tidak ada energi yang menggerakan, yang ujung-ujungnya, kamu tidak punya cinta. Kasiaaan deh Luuu.
Ada apa dengan cinta? Jawabnya : ada energi. Muaranya, produktivitas, optimalisasi potensi. Tentu saja yang kita usahakan adalah cinta positif, sehingga produktivitas yang tercetak adalah produktivitas yang positif pula.
 
 

Kecantikan Hakiki

Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya, yaitu kaum lelaki memegang cemeti bagaikan ekor sapi dipukulkan pada orang lain, dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, serong, dan menyerongkan kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring.Mereka tidak bisa masuk surga dan tak bisa merasakan baunya, padahal bau surga itu sebenarnya dapat dirasakan dari jarak sekian, sekian.''
Lebih dari 1.400 tahun lalu Rasulullah SAW telah mengingatkan tentang kecenderungan berpakaian wanita di suatu masa. Dirunut dengan fakta saat ini, hadis tersebut sangatlah relevan.
Mode yang berkembang pesat yang didesain dengan dalih simplicity (kesederhanaan) dan kepraktisan justru menjurus pada minimalisme dan sensualitas. Mengumbar paha, dada, lekuk tubuh, dan goyang seronok seolah dipaksakan untuk menjadi ''biasa''.
Lebih runyam lagi ketika kemudian berkembang pemahaman bahwa kecantikan lebih cenderung diukur berdasarkan faktor fisik. Kulit yang putih, rambut yang hitam lurus, tubuh yang langsing, serta ukuran-ukuran vital dengan bilangan-bilangan tertentu seolah menjadi standar wajib seorang wanita dianggap cantik atau bukan.
Seseorang bisa dilahirkan cantik, buruk rupa, berkulit putih, merah, kuning, atau coklat dan hitam, karena hal itu adalah sunatullah, sebagai suatu ketetapan dari Allah. Tidak ada satu manusia pun yang mampu menolak dengan wajah seperti apa ia dilahirkan.
Sehingga, bentuk rupa dan fisik seseorang tidak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Yang dinilai dari tiap-tiap manusia adalah bagaimana dia menggunakan apa yang diberikan Allah kepadanya, baik dia cantik atau biasa-biasa saja.
Alangkah sia-sianya sebuah kecantikan bila digunakan tidak sesuai dengan kehendak pembuatnya, yaitu Allah SWT.
 Demikian pula akan sia-sia bila kdburukan muka diratapi dan disesali, karena toh kita tidak dibebani dosa karena keburukan itu. Akan lain halnya bila merawat tubuh. Selama hal tersebut tidak mengubah ciptaan Allah, maka justru harus dilakukan sebagai bentuk merawat ciptaan-Nya.
Cantik yang hakiki justru tidak bertumpu pada fisik semata. Cantik hakiki dimunculkan dari dalam jiwa, dengan meresapkan pemahaman tentang Islam sehingga membentuk kepribadiannya.
Pemahaman Islam inilah yang niscaya akan menghasilkan kecantikan hakiki karena dia berkepribadian Islam: memiliki pola pikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan berpola tingkah laku Islam (nafsiyah*Islamiyah).
Maka, seseorang yang berkepribadian Islam ini tidak akan berpikir dengan selain kerangka berpikir Islam dan tidak akan berbuat selain dengan perbuatan yang sesuai dengan Islam.
Benar-benar akan cantik dan indah luar dalam karena sesuai dengan keinginan yang Maha Indah, sesuai dengan penegasan hadis Rasulullah SAW, ''Sesungguhnya Allah adalah Maha Indah dan menyukai keindahan.'' Wallahu a'lam. 


http://romdani45498.blogspot.com/2010/11/kecantikan-hakiki.html 

Bagaimana Saya Tidak Iri?

Tetangga tepat di depan rumah kami tergolong keluarga mampu. Sang ayah pegawai negeri, bekerja di sebuah dinas kesehatan kota, anak-anaknya ‘jadi’ semua, mapan. Mereka punya pekarangan luas, berbagai macam tanaman ada didalamnya. Setiap musim buah tiba, entah itu rambutan, mangga, durian, nangka, klengkeng, dan beberapa jenis lagi yang saya tidak ingat, sempat membuat saya berpikir “Kenapa Allah tidak menjadikan saya sebagai salah satu dari keluarga mereka?”
Rumah dan halaman yang luas juga memungkinkan kami, anak-anak bisa leluasa bermain disana. Tapi saya sering dilarang oleh orang tersebut “Sssstttt....!”katanya, “Jangan main disini!”.
 Keberadaan keluarga mereka membuat saya iri. Bagaimana saya tidak iri, jika secara materi mereka mapan, kelihatannya tenteram tidak kekurangan suatu apapun? Bahkan Pak Lurah waktu itu adalah kerabat dekat mereka, suatu posisi dimana mereka akan bisa mendapatkan kemudahan dalam hal misalnya kepentingan mendapatkan surat-surat.
Tidak jauh dari rumah kami, sebelah timur, juga ada sebuah keluarga yang enam anak-anaknya semua pniter. Subhanallah! Ada yang jadi dokter, 5 orang yang saya tahu sarjana semua, lulusan perguruan tinggi negeri. Secara finansial mereka tidak kekurangan. Mereka nampak bahagia sekali. Saya lihat si ayah sesudah masa pensiunnya, aktif di masjid. Sayangnya saya tidak kenal dekat dengan beliau sehingga hampir tidak pernah berbicara. Beliau kelihatannya juga kurang begitu senang jika kita banyak bicara. Saya sempat iri melihat mereka, kenapa Allah tidak jadikan saya sebagai orang yang seperti keluarga mereka: mampu, pinter, dan terpandang di kampung?
Di belakang rumah, sekitar 25 meter jaraknya juga demikian. Ada pula sebuah keluarga mampu yang anaknya hanya tiga orang. Mereka sepertinya tidak pernah mengalami kesulitan keuangan untuk memilih sekolah mana saja yang diinginkan. Yang tertua sudah bekerja sebagai pegawai negeri. Yang kedua dan ketiga sedang kuliah. Rumah mereka bagus, punya toko di depan rumah, perabotan rumah yang indah. Pokoknya bisa membuat semua orang iri, temasuk saya. Bagaimana saya tidak iri melihat kebahagiaan mereka? Seorang rekan saya sempat menjadi guru private anak-anaknya ketika di SD dan SMP.
Di bangku sekolah, saya sempat iri melihat tiga orang teman saya, semuanya dari desa, namun pinter membaca Al Quran, bahkan mendominasi acara-acara keagamaan. Kalau sudah tiba acara yang berbau agama, ketiga orang tersebut muncul, padahal dalam hal pengetahuan sekolah mereka biasa-biasa saja. Namun kenapa saya iri?
Pada saat kerja, ada seorang rekan yang sebaya yang dimata saya, lengkap kehidupannya. Pengetahuan boleh, pekerjaan mapan, harta ada, agama pun tidak ketinggalan. Bagaimana saya tidak iri jika melihat orang-orang yang ada disekitar saya, teman-teman saya, memperoleh kehidupan yang layak, sementara saya? Astaghfirullah!
Rumput tetangga nampak lebih hijau. Begitu kata pepatah populer yang melukiskan bahwa kebahagiaan atau nasib baik seseorang akan nampak atau kelihatan lebih jelas di mata orang lain. Iri, kalau saya boleh sebut demikian agar lebih ‘lunak’ ketimbang ‘cemburu’, adalah hal yang wajar menimpa kehidupan manusia. Hanya orang yang kurang ‘waras’ yang tidak memiliki rasa iri ini. Orang bisa iri karena berbagai sebab seperti pada contoh-contoh kehidupan nyata diatas. Orang iri bisa disebabkan karena adanya ketimpangan harta, kedudukan, rumah, pakaian, ketampanan, kecantikan, kecerdasan, pendidikan, pengalaman, hingga persoalan agama.
Melihat macam-macam penyebab iri ini, jika dirangkum pada dasarnya hanya ada dua: iri dalam artian positif dan iri negatif.
Kenapa kita bisa iri? Manusia tidak lepas dari kebutuhan, apakah itu fisik, psikis, sosial serta spiritual. Keempat kebutuhan manusia ini menuntut adanya keseimbangan pemenuhannya. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akan terjadi gangguan keseimbangan. Namun demikian, kebutuhan orang perorang itu relatif, artinya, seorang petani meskipun kerja sehari-harinya di sawah bukan berarti dia tidak membutuhkan pendidikan. Dia tetap butuh, sekalipun pelaksanaannya tidak harus di bangku sekolah. Sang petani bisa saja menanyakan perihal pertanian kepada teman-teman sesama petani, atau anggota keluarga yang secara tradisi menekuni bidang tani, atau kepada penyuluh pertanian. Kegagalan memperoleh pendidikan dasar pertanian ini akan mengakibatkan misalnya gagalnya panen, rusaknya tanaman karena pengelolaan yang kurang profesional, dan lain-lain. Demikian pula di bidang perdangangan, untuk pandai berdagang misalnya, seseorang tidak harus kuliah ekonomi. Relatif!
Di bidang sosial petani juga membutuhkan teman, karena di desa-desa kita, sudah menjadi tradisi umum kalau lahan pertanian itu dikerjakan secara berkelompok. Akan aneh bila petani memiliki sifat individu yang tinggi yang akibatnya akan sangat merugikan diri sendiri. Pula halnya pemenuhan kebutuhan psikologis lainnya juga amat penting, misalnya dukungan moral dari keluarga, kerabat, terhadap sebagai contoh jenis tanaman yang akan dibenih kelak. Sebagai orang yang beragama, tinggal di tengah-tengah masyarakat, seorang petani juga perlu pemenuhan akan hal yang satu ini, mulai dari sholat wajib yang dilaksanakan di mushollah atau masjid, hingga acara-acara dimana unsur agama akan terlibat didalamnya; pernikahan, kelahiran, kematian, hingga acara rutin pengajian.
Kegagalan memenuhi salah satu kebutuhan tersebut dalam tahap dini akan menjadikan bibit-bibit tumbuhnya perasaan iri pada diri kita. Kalau perasaan ini semakin bertumpuk akan menjadi kronis dan berdampak negatif terhadap berbagai segi kehidupan, mulai fisik hingga spiritual. Orang yang merasa iri karena tetangganya selalu berpakaian mahal, akan terangsang untuk bersaing, berupaya sekuat tenaga bagaimana agar bisa membeli pakaian yang jika mungkin lebih mahal dari yang dikenakan tetangganya. Hati dan perasaannya akan terasa panas jika keinginannya tidak terpenuhi, stres jadi meningkat, nafsu makan berkurang dan ....sakit!
Meski rasa iri ini bertendensi negatif, bisa pula iri ini digunakan sebagai tool untuk merangsang diri kita supaya lebih maju dari pada orang lain. Tengok saja panggilan adzan ‘Hayya alal falaah..’ berlomba-lombalah menuju kebaikan. Ini berarti kita diijinkan menggunakan rasa iri sebagai suatu yang bertujuan positif. Hal yang demikian itu tidak mudah, membutuhkan latihan serta kesabaran. Training! Perlu berbagai upaya yang keras agar bisa tercapai. Beberapa resep dibawah ini bisa membantu agar rasa iri yang negatif bisa berubah menjadi positif :
1. Pemahaman diri. Memahami diri sendiri berarti mengetahui: siapa saya, dimana saya berada, kemana tujuan saya, apa yang saya kerjakan, mengapa saya melakukannya dan bagaimana kondisi saya. Kalau kita lihat contoh petani diatas, jika seorang petani menyadari bahwa dia adalah seorang petani sederhana yang tinggal di desa dekat persawahan, sehari-hari kegiatannya bergelut dengan alat-alat pertanian, tidak mengenakan sepatu jika berangkat kerja, dan latar belakang kenapa jadi petani ya...mungkin saja karena tradisi keluarga, maka tidak ada gunanya jika petani tersebut merasa iri terhadap tetangganya yang bekerja di rumah sakit yang setiap hari harus tampak rapi, berpakaian putih, dan harus selalu terkesan bersih. Seringakli kita terjebak akan kelemahan memahami diri sendiri ini. Kegagalan menempatkan diri sendiri pada proporsi yang sebenarnya akan berakibat tumbuhnya kecemburuan yang kurang sehat.
2. Pemanfaatan potensi. Ada kalanya orang iri karena dia tidak cantik atau tampan. Padahal kecantikan dan ketampanan adalah persoalan yang amat relatif seperti halnya quality. Kita bisa merubah diri kita menjadi cantik atau tampan apabila kita mampu memanfaatkan potensi yang ada didalam diri ini secara laksimal. Karena setiap pribadi dibekali oleh Allah SWT bakat-bakat yang akan tumbuh jika dilatih dengan baik. Seorang yang berbakat menulis tidak akan bisa menjadi penulis yang baik tanpa latihan. Orang yang tidak memiliki bakat menulis pun asalkan mau melatih diri menulis dengan tekun, akan bisa menjadi seorang penulis yang handal. Hasil tulisannya bisa saja mempengaruhi banyak orang. Buahnya? Secara otomatis orang akan memberikan penghargaan bagi kita. Jika kita sudah dalam posisi yang demikian, kecantikan dan ketampanan akan muncul dengan sendirinya tanpa perlu memoles jasmani.
3. Yang terakhir dan yang paling penting adalah syukur. Selalu mensyukuri nikmat Allah SWT atas segala kebaikan yang dilimpahkan kepada kita karena Allah Mahaadil itu utama. Lihat saja Pulau Madura yang kering ternyata bisa menghasilkan Batik Madura yang terkenal, jagung, garam, hingga aneka makanan laut yang bisa dinikmati oleh manusia di pulau-pulau lain. Pasuruan yang katanya panas, namun rasa mangganya tidak ada yang menandingi, sehingga Malang pun yang konon kaya akan buah dan sayur, harus memborong dari sana. Jika sudah tinggal di Pasuruan, kenapa harus iri untuk bisa memiliki villa di Malang? Banyuwangi kaya akan pisangnya, Madiun terkenal akan durian dan brem nya, dan lain-lain. Seorang PRT kelihatannya tidak bisa apa-apa, namun apa jadinya rumah yang biasanya bergantung kepada PRT jika dia harus cuti atau sedang sakit? Mobil yang mewah tidak berarti apa –apa tanpa keterlibatan buruh pabrik karet. Karena itulah kita wajib bersyukur terhadap nikmat yang besar ini.
Menanggulangi perasaan yang satu ini tidak semudah membalik tangan. Iri bisa berbahaya sekali apabila tidak diantisipasi. Orang bisa terjerumus ke dalam jurang yang lebih curam hanya karena persoalan yang sepele. Oleh sebab itu kita harus hati-hati menghadapi penyakit ini. Pemahaman terhadap diri sendiri, pemanfaatan potensi, serta senantiasa bersyukur kepada Allah barangkali sejumlah langkah yang bisa dimanfaatkan untuk penanggulangannya. Yang lebih penting lagi adalah adanya kesadaran bahwa hidup ini harus diperjuangkan.
Dengan begitu InsyaAllah kita bisa kebal dan tidak mudah terkotori oleh virus kronis yang sudah menginfeksi semua sendi kehidupan ini. Wallahu a‘lam!
 
 

Ikhlas Saya Hanya Untuk Allah...

Ibadah yang dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah tidak akan bernilai apapun disisi Allah bila tidak dilaksanakan dengan ikhlas. Artimya ikhlas menjadi satu syarat diterimanya amal seorang mukmin.
“Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan dien(agama) kepadaNya, dengan mentauhidkannya” (Qs. Al Bayyinah:5)
oleh karena itu keikhlasan  dalam beribadah dan beramal harus menjadi pegangan kita agar seluruh amal ibadah kita tidak sia-sia.
Ada banyak definisi tentang makna ikhlas tetapi pada hakekatnya sama, yaitu beribadah dan beramal hanya untuk Allah semata. Ikhlas adalah meniatkan ibadah hanya untuk mengharap kerido’an Allah semata dan tidak menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadah tersebut. Ibadah yang dilakukan untuk selain Allah adalah syirik, dan ibadah yang dilakukan dengan niat demikian tidak akan diterima oleh Allah.
Allah berfirman, “Katakanlah, Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama” (Qs. Az Zumar:11)
Allah juga berfirman, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepadaNya” (Qs. Al Kahfi:110)
Ikhlas hanya akan dating dari seorang mukmin yang mencintai Allah dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran dan harapan.Ikhlas adalah buah dari jiwa tauhid yang benar.
 Ikhlas merupakan hasil pemahaman yang benar esensi perjanjian dan sumpah kita kepada Allah Swt ketika kita mengucapkan syahadat “Asyhadualla ilaha illallah, wa asyhaduanna muhammadar rasulullah”
Ketika kita secara sadar mengcapkan dua kalimat syahadat maka sesungguhnya kita telah berjanji, berikrar dan bersumpah dihadapan Allah bahwa tidak ada Illah selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah. Maka kita beribdah hanya untuk Allah bukan untuk yang lainnya.
Memang tidak mudah menjaga keikhlasan. Banyak godaan dan ujian yang bisa saja memalingkan kita pada kesyirikan, riya’ atau kesombongan. Orang yang ikhlas takut kemasyuran dan sanjungan yang akan membawa fitnah kepada diri dan agamanya. Tidak mencari popularitas dan tidak rindu pujian karena pujian adalah ujian Allah.
>>>*<<<
 
 

Wahai Calon Suamiku Belahan Jiwaku, Temukan Aku

Bismillahirrahmanirrahim..
Untuk calon suami dunia akhiratku
Asssalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Duhai calon pemilik tulang rusukku, aku akan segera hadir dalam dinginnya malam dengan hangatnya jiwa. Ku tunggu hingga Ijab Kabul terucap dari lisanmu.
Aku akan menjaga dalam harumnya semerbak dalam jiwaku, menunggu hingga engkau menahkodai bahtera kita. Ku kan berhijab dengan sempurna dengan tak selalu mengikuti arah arus angin yang berhembus.
Duhai calon imam dalam sholatku, aku kan selalu hadir dalam cintamu kepada Allah, dengan sigap aku akan menghamparkan sajadah sebagai alas sujudmu, dengan hadirku sebagai makmum Insya Allah akan menyempurnakan sholat kita. Deru do’amu teiring “aamiin” dari lisanku.
Dalam hening malam bulir air mata tak henti ku teteskan bercahayakan munajat doa.
Duhai calon pemilik tangan gagah yang menolongku ketika aku terpuruk dan jatuh.. lindungi aku dalam perjalanan hidup kita, ketika engkau terluka kan kubalut dengan cinta jiwa yang merona, menyembuhkan segala perih dalam jiwamu.
Duhai calon pengusap air mataku, sungguh engkau takkan rela calon bidadarimu ini menangis, usaplah lembut pipi kemerah-merahan ini agar tak menangis, dan kan kuhaluskan telapak kakimu dengan mencucikannya ketika engkau pulang dari berjihad.
Duhai calon ayah dari para mujahi-mujahidah kita, aku sebagai madrasah pertama sebagai sumber ilmu dari anak anak kita, kan kutanammkan ilmu agama agar mujahidah kita takut akan Rabbnya, santun pada kedua orang tuannya, menghormati orang-orang yang lebih tua. Akhlakul karimah yang baik kan kusisipkan dalam prilakunya semenjak kecil.
Duhai calon nahkoda yang kan membawa keluargaku ke surga…
M`ri kita hiasi rumah kita dengan cahaya cahaya iman…
Aku dalam diam sengaja tak menampakkan diri, agar engkau benar benar menemukanku dalam cahaya sujudmu
Aku tak banyak bicara karna aku takut ketika aku menyapa, engkau tepesona pada apa yang kuucap
Aku menunduk malu, tak berani menatap mata binar yang engkau miliki, karena aku takut dapat memudarkan imanku
Temukan aku wahai calon imam dalam sujudku…
Aku menunggu lisan ijab darimu.. 
 
 

Dicari : Suami Coleh!*♥●♥_◕_♥●♥

Jangan salah tafsir dulu membaca judul di atas.Kalimat itu bukan dinisbatkan pada ucapan anak kecil yang baru mulai belajar bicara, mengucapkan "soleh" jadi "coleh". Kata "coleh" yang dimaksud adalah singkatan macho dan saleh.
Ada pertimbangan penulis ketika memilih judul itu. Pertama, orang seringkali berasumsi membincang suami saleh seolah melulu berdimensi keagamaan.
Artinya suami saleh adalah suami yang ibadahnya kepada Allah rajin. Puasa Senin-Kamis, minimal sebulan sekali tidak pernah bolong. Pun demikian soal salat malam, nyaris tak pernah absen.
Minimal sekali per dua pekan. Sementara ia tak pernah mau peduli dengan tugas-tugas kerumahtanggaan isterinya di luar tugas mendidik anak-anak.
Kedua, suami saleh seakan dipandang sebagai seorang ahli agama yang tak perlu mengurusi soal-soal kesehatan, kebersihan dan kepantasan.
Minimal untuk kepantasan performa diri.
Dengan kata lain, sering dianggap kesalehan itu sama sekali tak terkait dengan soal-soal kejantanan dan estetika.
Sehingga ia tak perlu mempedulikan aspek kekuatan (olah raga) dan keindahan diri.
Padahal Rosulullah berpesan, "Muslim yang dicintai Allah adalah Muslim yang kuat!"
Di samping itu, bukankah Allah itu indah dan mencintai keindahan?
Jelas pesan di atas bukan semata-mata berorientasi pada perintah persiapan jihad.
Tapi ia (pesan itu) memang menjangkau juga aspek rumah tangga.
Agar suami yang kuat nyaman dipandang dan tentu bisa memberi kebahagiaan pada pasangannya dalam hubungan suami-isteri.
Ketiga, tak sedikit orang berasumsi konotasi suami saleh adalah orang-orang yang pasif. Ia adalah suami yang selalu menunggu layanan dari isteri, tidak berinisiatif melayaninya. Ia seakan selalu meminta untuk dicinta, bukan memberi cinta kepada isterinya. Ia seolah menempati posisi raja yang harus ditaati perintahnya, bukan mitra bagi isteri dan anak-anaknya. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Paling tidak, ketiga asumsi yang keliru itu kita akan coba luruskan.
Jika yang dimaksud saleh pengertiannya adalah taqwa, maka kita tau, tidak ada manusia paling bertaqwa di dunia, kecuali Rasulullah saw.
Track record Nabi saw soal keterlibatannya dalam urusan pekerjaan rumah tangga, sungguh luar biasa.Aisyah pernah ditanya: "Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw kalau di rumah?"
Ia menjawab: "Beliau saw sebagaimana kebanyakan manusia lain, menjahit terompahnya, menambal pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh orang lelaki. Baru bila tiba waktu salat, beliau keluar." (HR. Bukhari)
Rasulullah juga amat baik perhatiannya dalam urusan belanja isteri. Sehingga tidak pernah beliau membiarkan isterinya berhutang pada orang lain.
Seharusnyalah, suami taqwa (saleh) mampu memberi belanja yang cukup dan menjaga diri isteri agar tidak meminta-minta atau tidak menggantungkan urusan keluarganya pada orang lain.
Suami saleh adalah suami yang mandiri, baik secara sikap maupun finansial.
Ia tidak akan mengadukan kesulitannya pada seseorang, sekalipun kepada orangtuanya atau keluarganya.
Ia tetap menjaga dirinya dengan baik, walaupun dalam keadaan kesulitan, sehingga orang lain menganggap dia orang yang tidak berkekurangan.
Selanjutnya, dalam hal kejantanan Rasul? Jangan ditanya.
Sejak awal bahkan Nabi selalu mengingatkan agar para orang tua mengajarkan anak-anak mereka memanah, menunggang kuda, dan berenang.
Semua jenis olahraga ini, terang membutuhkan keberanian dan kekuatan, yang konotasinya adalah kedigjayaan (kejantanan).
Karena itu hampir tak pernah dicatat oleh sejarah, Rasul mengalami sakit serius.
Concern Nabi dalam memelihara kekuatan diri, barangkali terindikasi dari kisah berikut. Diriwayatkan, dalam memberikan pelayanan kebutuhan seksual isterinya, Nabi ternyata melakukannya dengan sangat baik, menarik, dan menggairahkan isterinya. Rosulullah saw dalam kaitan hal ini berpesan;
"Cucilah pakaianmu, pangkaslah rambutmu, bersiwaklah, berhiaslah dan bersihkanlah dirimu. Karena sesungguhnya Bani Israil tidak pernah berbuat seperti itu, sehingga wanita-wanita mereka suka berzina."
Bahkan dalam hadist berikutnya Nabi berpesan; "Jika seseorang di antara kamu bersenggama, hendaklah ia lakukan dengan kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya (puas) sebelum isterinya mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut (penisnya) sampai isterinya mendapatkan kepuasan." (HR Abdurrazaq dan Abu Ya'la, dari Anas).
Banyak riwayat menyebutkan betapa sikap romantisme Rosul kepada seluruh isteri-isteri beliau.
Kepada Aisyah misalnya, beliau selalu memanggil dengan sebutan "Ya Humairoh" (artinya si Pipi Merah).
Begitupun ketika Rasul menghadapi isteri beliau di di tempat tidur. Ternyata beliau tetap menjaga kebersihan, kejantanan, dan kehalusan, sehingga mampu merangsang isterinya untuk dapat menikmati kebahagiaan bersuami.
Sebaliknya, beliau sangat mengecam para suami yang jorok dan tidak rapi pada saat bercumbu dengan isterinya. Sehingga menyebabkan isteri mereka muak dan bosan, sampai-sampai akhirnya (na'udzubillah) mereka melirik lelaki lain.
Jadi? Ya tentu saja tidak pantas suami yang dekil, kumel, apalagi loyo, disebut suami saleh.
Setelah mengulas singkat sikap empati suami pada tugas-tugas isteri. Kemudian kita menyoroti juga soal kemandirian sikap dan kemampuan mencukupi nafkah keluarga yang harus dipenuhi seorang suami saleh.
Begitupun soal keperkasaan yang harus diperhatikan seorang suami.
Maka aspek terakhir yang tak kalah penting kita soroti adalah soal sikap kepemimpinan suami terhadap isteri.
Seorang suami saleh, jelas bukan pemimpin perusahaan apalagi menganggap diri sebagai seorang raja diraja. Ia hakikatnya merupakan mitra ibadah bersama isterinya.
Tentunya sifat-sifat otoritarian tak ada dalam kamus kehidupan seorang suami saleh.
Yakni sikap memaksa isteri dan anak-anaknya harus taat pada perintahnya, serta menghukumnya jika melanggar.
Syahdan, Aisyah dan Hafsah (isteri-isteri Rosulullah saw) pernah membuat mosi minta kenaikan uang belanja.
Tapi Nabi tidak memperkenankannya, hingga membuat mereka melakukan aksi protes. Kelakuan para isteri Nabi sempat tembus ke telinga orangtua mereka.
Kedua mertua Nabi, Umar dan Abu Bakar (semoga Allah merahmati mereka), segera bertandang ke rumah Nabi untuk memarahi anak-anak mereka.
Imam Ahmad meriwayatkan kisah itu dari Jabir.ra, katanya ; Abu Bakar datang meminta izin kepada Rasulullah saw untuk menghadap. Saat itu Nabi sedang duduk, dan orang-orang bergerombol di depan pintu rumah beliau. Namun Abu Bakar tidak diizinkan masuk. Lalu datang Umar bin Khattab. Tapi ia juga tidak diizinkan masuk. Setelah beberapa saat, baru mereka diizinkan masuk oleh Nabi. Lalu keduanya masuk, sedang Rasulullah saw duduk diam. Para isteri beliau duduk di sekitarnya.
"Aku akan berkata kepada Nabi, yang bisa jadi akan membuat beliau tertawa," kata Umar. Lalu ia melanjutkan, "Wahai Rasulullah andaikan aku melihat puti Zaid yang kemudian menjadi isteri Umar meminta nafkah kepadaku, niscaya sudah kupukul lehernya."
Mendengar ucapan Umar, beliau saw tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan. Lalu beliau bersabda, "Mereka yang ada di sekitarku ini (para isteri beliau--pen) juga meminta nafkah kepadaku."
Kontan Abu Bakar serta Umar bangkit menuju ke tempat Aisyah dan Hafsah. Mereka berdua berkata, "Kalian berdua meminta sesuatu yang tidak dimiliki Rasulullah." Rasulullah saw segera melerai dan melarang Abu Bakar dan umar.
Para istri beliau pun berkata, "Demi Allah, sesudah itu kami tidak akan meminta kepada Rasulullah apa-apa yang tidak dimilikinya."
Sesaat kemudian kepada Aisyah, Rosulullah saw berkata, "Aku mengingatkan kepadamu satu hal yang lebih disenangi bila kamu mengharapkannyya dengan segera, sehingga kamu dapat berkonsultasi dengan kedua orangtuamu."
"Apa itu?" tanya Aisyah. Kemudian beliau membacakan surat Al hzab ayat 28-29. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: "Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya segera kuberikan mut'ah, dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kalian menginginkan keridhoan Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antaramu, pahala yang besar."
"Apakah engkau mengira aku masih akan meminta saran kepada kedua orang tuaku? Aku memilih Allah dan Rasul-Nya. Aku juga memohon, janganlah engkau memberitahukan pilihanku ini kepada salah seorang di antara istrimu," jawab Aisyah.
"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang bengis. Ia mengutusku sebagai pendidik dan memberi kemudahan," sabda Nabi saw (dikutip dari sumber yang sama).
Kalau boleh kita konklusi uraian singkat di atas, maka rumus suami saleh ialah paling tidak ia harus "coleh" -- macho dan saleh.
Yakni jasmaninya prima, karena senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan diri.
Dengan begitu ia akan selalu giat beribadah,bekerja mencari nafkah, dan prima juga dalam melayani isteri.
Di samping tentunya tak kalah urgen, ia harus menjadi orang yang sabar dan lembut terhadap keluarga, serta kepada siapapun tentunya.
Nah, tipikal suami seperti di ataslah yang kini sedang atau memang sulit dicari. Ayo, siapa yang bisa memenuhi kriteria suami coleh?
♥●♥__♥●♥
 
 

Baginda Rasul { kekasih tercinta}

Wahai seorang kekasih, telah lama kau di rindui
berapa juta manusia mengingin kan pertemuan dengan mu
tidak perduli mesti hanya lewat mimpi
hadir mu selalu di nanti
wahai seorang kekasih.... terjal , liku , perjalanan mu
menoreh sejarah kekal sepanjang zaman
tak pernah habis terkikis waktu
kedatangan mu menerangi alam dengan iman
wahai seorang kekasih, derita, duka, nestapa
adalah sahabat setia di hari-hari mu
walau begitu engkau tak pernah mengelu
demi kami umat kesayangan mu
sungguh sabar adalah cerminan kepribadian mu
wajah mu memancar cahaya terang
akhlak mu menjadi panutan
bagi kita umat mu yang mengingin kan keselamatan
wahai rasul yang begitu kami rindui
kelahiran terakhir kami menjauh kan pertemuan dengan mu di dunia
namun sejarah mu , membuat kami terpesona
wahai bagindah rasulullah, dalam hadist telah di terang kan
kelak engkau manusia pertama yang di bangkit kan dari kematian
tatkala engkau melihat sekeliling, yang tak satupun gedung dan gunung yang utuh
melainkan hancur jadi debu
keluarlah buturan-butiran bening membasahi pipi mu
padahal bendera kemuliaan telah tertancap atas diri mu
namun,, tidak sedikitpun membuat hati mu tersenyum
ketika kau kasana-ke mari  berlari-lari 
berteriak teriak memanggil kami umat terakhir mu
ketika jibril berkata bahwa jalan kami begitu lamban
kehawatiran menyusup dalam diri mu
lutut mu lunglai  menyentuh tanah pipimu bersimbah air mata
kedua tangan mu menengadah memohon ampunan untuk kami semua
kepala ber sujud di tanah,,memelas kepada ALLAH YANG MAHA PEMURAH
bahkan api nerakapun memintakan ampunan untuk kami umat pilihan
tibalah saat nya kami di tayang kan di hadapan sang khaliqul anam
dan tatkala jalan sirat telah di buka,kami mulai berbaris-baris menapaki nya
di antara kami ada yang hendak jatuh ke dalam api neraka
bergelantung-gelantung menguatkan pengangan,engkau datang untuk menyelamat kan
wahai rasulullah cinta nya engkau kepada kami, tidak pernah hilang
mesti di tempat penghisapan , di mana setiap perbuatan mulaidi pertanggung kan
wahai seorang kekasih yang mencintai kami
pilu sedih kami dalam merindui mu
menangis kami tidak berair mata
namun hati tetap gembira sebab syafaat mu menati di sana
untuk sesiapapun yang membaca puisi ini,,renungi ,,hayati,, betapa besar nya kecintaan rasulullah terhadap kita, ketika beliau hidup kesedihan tidak pernah pergi menjauhi nya dan tatkala manusia di bangkit kan kembali, kesedihan tetapmenjadi sahabat nya,, karena memikir kan,,kita,
akan kah kita mengecewakan nya???
pengorbanan nya begitu besar,,tanya pada diri ini,,apa yang bisa kita korban kan untuk beliau
??????
 ukhuwah fillah

Download Video Hot : Racun Berbisa Yang Paling Banyak Di Cari

Bismillaahirrahmanirrakhim...
Salah satu  nikmat Allah swt. yang besar manfaatnya adalah nikmat melihat. Oleh karena itu, nikmat tersebut harus digunakan di jalan ketaatan. Sebagai bentuk syukur atas nikmat penglihatan, Allah swt. memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan dari melihat hal-hal yang tidak baik, sebagaimana firman-Nya,
‘Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya, karena yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakan juga kepada wanita yang beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya…’ (Q.s. an-Nur/24: 30-31)
Menurut Ibnu Katsir, ‘Dengan ayat ini Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar menundukkan pandangan mereka dari segala sesuatu yang diharamkan (untuk dilihat). Oleh karena itu,
jangan melihat sesuatu kecuali yang dibolehkan. Jika pandangan seseorang beradu dengan sesuatu yang haram tanpa bermaksud melihatnya, maka hendaknya ia mengalihkan pandangannya dengan segera’.
Yang dimaksud menundukkan pandangan adalah ‘menjaga pandangan agar tidak liar’. Rasulullah saw. bersabda,
‘Pandangan adalah panah yang beracun, yang merupakan salah satu panahnya Iblis’. (Hadits, riwayat Ahmad dan al-Hakim)
Baca lagi sabda Rasul saw. di atas. Perhatikan, bahwa beliau saw. mengumpamakan pandangan dengan panah yang beracun. Sekarang, bayangkan sebuah panah beracun keluar dari busurnya, kemudian tepat menikam jantung Anda. Apa yang terjadi? Tidak lama kemudian Anda pun mati. Ya, Anda mati karena tikaman racunnya!
Racunnya bukan hanya itu. Rasulullah saw. juga bersabda,
‘Seorang wanita (istri) tidak boleh melihat wanita lain untuk menggambarkan wanita tersebut kepada suaminya, sehingga seakan-akan suaminya sedang melihat wanita tersebut’. (Hadits, riwayat Bukhari)
Mengapa Rasulullah saw. melarang seorang istri menggambarkan wanita lain kepada suaminya? Supaya suami tidak tergerak syahwatnya dan berhasrat kepada wanita tersebut, seakan-akan ia sedang langsung melihat sendiri wanita tersebut!
Kita dapat menganalogikan larangan memandang lawan jenis dengan larangan Allah swt. kepada Adam dan Hawa alayhimas salam untuk makan buah yang terlarang di surga. Allah swt. tidak mengatakan, ‘Jangan kalian makan buah ini’, melainkan ‘Jangan kalian dekati pohon ini’. Artinya, mendekati saja dilarang, apalagi memakannya!
Betapa halusnya ucapan Rasulullah saw. ketika ia  bersabda, ‘Allah menetapkan larangan-larangan, oleh karena itu jangan kalian dekati. Barangsiapa bermain-main di sekitar larangan-larangan itu, aku kuatir ia akan terperosok ke dalamnya’. (Hadits, riwayat Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Sekali Anda memandang yang haram, maka hati Anda menjadi goyah dan iman menjadi lemah. Sekali Anda memandang yang haram, maka Anda akan didera penderitaan yang panjang, karena hati Anda kini dijerat syahwat membara. Sekali Anda memandang yang haram, Iblis siap mengantar Anda menuju pintu-pintu kemaksiatan.
Na‘udzu billah…