Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Selasa, 13 Maret 2012

Bisakah Kita Menjadi Akhwat Seperti Izzah ?

============================ Adikku harus nikah secepatnya. Ia sudah 25 tahun dan mesti segera menyempurnakan separuh diennya. Dan aku sebagai kakak tertuanya tidak akan membiarkan dia menjadi sumber fitnah bagi laki-laki di luaran sana. Izzah, adekku..ia tanggungjawabku. "Hari gini nikah? Nggak salah tuh?" Izzah berkata begitu seraya meleletkan lidahnya padaku. "Lho, memang sudah waktunya kan? Apa lagi yang kamu tunggu? Kuliah sudah beres, tinggal nunggu wisuda. Amanah nggak di kampus lagi. Umur juga lumayan memenuhi. Nggak ada penghalang lagi kan? So, ngapain nunda-nunda? " kataku padanya. "Kakak sendiri gimana? Udah hampir kepala tiga kok masih melajang aja? Kasihan tuh akhwat-akhwat senior yang nunggu dikhitbah ikhwan." protes Izzah. Aku mengacak kepalanya karena gemas. "Iih, kamu ini. Diajak ngomong baik-baik malah mental terus. Kalo aku lain lagi masalahnya, bukan masalah nggak mau. Sudah ikhtiar berkali-kali tapi Allah belum memudahkan jalannya. Tahu kan?" jawabku dengan mata melotot. "Ikhtiarnya kurang serius kali. Nyatanya kakak masih kelihatan nyantai-nyantai aja gitu. Kalo kakak aja belum nikah, ngapain juga Izzah buru-buru." "Kamu akhwat, Zah. Nggak baik kalo ketuaan nikahnya. Masa-masa suburnya seorang akhwat kan di bawah tiga puluh tahun. Apa kamu nggak khawatir? Lagian sudah banyak ikhwan yang ngincer kamu. Nggak baik kalo kamu menghindar terus." Aku berusaha menghela kesabaranku. "Ngincer aku? Emang mereka nggak ada kerjaan lain ya selain nglirik-nglirik akhwat? Pantesan sekarang banyak ikhwan yang lelet banget kerjanya kalo dikasih amanah. Kerja dakwah aja nggak beres-beres eh mereka malah sempet-sempetnya ngurusin kenapa akhwat pake baju pink, kenapa akhwat jilbabnya warna-warni, kenapa foto akhwat nampang di presentasi, akhwat kok ketawanya ngakak gitu... bla... bla... bla... Nggak penting banget seeeh." "Izzah..." Aku berteriak kencang dan ingin menutup mulutnya yang terus nyerocos tak karuan itu. Tapi Izzah terlanjur berlari keluar rumah setelah sebelumnya mengecup pipi kanan kiriku. "Daah Kakak. Izzah keburu ada rapat nih. Assalamu'alaikum. .." katanya seraya melemparkan senyum manjanya. Huah, ini tak bisa dibiarkan. Bisa berabe kalau Izzah masih seperti itu terus kondisinya. Masak sudah hampir dua puluh lima tahun umurnya tapi tak secuil pun kulihat aktivitasnya ada yang mengarah ke penggenapan setengah diennya. Aku sebagai kakaknya tentu saja khawatir dibuatnya. Belakangan ini sudah ada tiga ikhwan yang mendatangiku berturut-turut dan mengatakan ingin bertaaruf dengan adikku itu. "Saya suka dengan Ukhti Izzah. Bagi saya dia adalah akhwat haraki dengan militansi tinggi yang tak perlu diragukan lagi komitmen keislamannya. Sepak terjangnya selama mengemban amanah di kampus sudah cukup menjadi bukti bagi itu semua. Alangkah berbahagianya kalau ia bisa menjadi pendamping hidup saya." Akhi Ridwan, mantan petingginya waktu di BEM dulu mengungkapkan isi hatinya padaku. Ikhwan ini terbilang cukup baik dan populer di kalangan aktivis dakwah. Aku tidak akan keberatan kalau ia jadi suami bagi Izzah. "Izzah adalah seorang akhwat dengan kedisiplinan, manajemen emosi, dan intelektualitas yang luar biasa. Saya ingin berkenalan dengan dia lebih jauh, bolehkah?" kalau yang ini datang dari Fauzi, kakak seniornya yang sekarang sudah kerja di Telkomsel. "Saya tak pernah mengenalnya secara personal. Melihat wajahnya saja belum pernah. Namun saat membaca tulisannya yang berapi-api di media kampus yang cukup melukiskan ghirah dakwahnya yang luar biasa hingga hati saya tergerak untuk meminangnya. Sepertinya saya akan mudah bisa bersinergi dengannya... " Ini yang paling berat. Nggak tanggung-tanggung, keinginan ini datang dari Haris, sobat dekatku yang sudah kukenal luar dalam dan sudah teruji ketangguhannya sebagai seorang kader pilihan hingga anganku pun sempat melayang tak karuan. Membayangkan ia dan Izzah duduk bersanding di pelaminan. Duhai, betapa leganya hatiku sebagai seorang kakak jika bisa menyerahkan Izzah pada orang terpercaya seperti dia. * * * * "Izzah..." panggilku halus saat kami sedang makan berdua di rumah sore itu. "Apa?" jawabnya ketus tanpa melihat padaku. Sementara tangannya tak berhenti menyendokkan makanan ke mulutnya. "Masalah ikhwan yang ingin kuajukan padamu kemarin itu..." aku belum selesai dengan ucapanku saat tiba-tiba Izzah menghentikan makannya dan menatap garang padaku. "Berhenti ngomongin itu atau Izzah boikot kakak sekarang juga." ancamnya dengan raut muka yang terlihat sangat marah. Aku kaget dengan perubahannya yang tiba-tiba itu. "Zah, dengerin aku dulu..." "Nggak, aku nggak mau denger topik itu. Bikin bete aja tahu nggak?" "Tapi ini penting, Zah. Kita perlu ngomongin serius masalah ini." "Nggak, nggak, nggak..." "Izzah, tolong dewasalah." pintaku dengan nada memelas dan berusaha meraih tangannya untuk menenangkannya. "Ayaaaaaaah. .." eh, ia malah bangkit berdiri dan berteriak-teriak memanggil ayah. Kacau nih. Ayah yang saat itu sedang bersantai-santai di belakang rumah datang tergopoh-gopoh ke arah kami. Izzah tersenyum penuh kemenangan. "Ada apa sih kalian sore-sore gini ribut kayak anak kecil aja. Malu didenger tetangga tahu nggak?" tanya beliau dengan suara lantang dan kedua tangan yang bergayut di pinggang seperti orang menantang. "Nggak tahu nih, Yah. Kakak tuh suka gangguin Izzah aja, ngajakin ngomong aneh-aneh yang Izzah nggak mau denger. Padahal aku kan lagi makan." Izzah berhasil ngomong duluan dan berlindung di belakang ayah dengan memasang muka memelasnya. "Enggak kok, Yah. Irfan cuma pengen ngomong sesuatu yang penting aja. Tapi Izzahnya nggak perhatian. Belum selesai ngomong dia malah teriak-teriak manggil Ayah. Kekanak-kanakan banget kan?" balasku berusaha membela diri. "Mending kekanak-kanakan daripada kakak yang kekakek-kakekan. Bagusan mana coba?" ledeknya. "Eh, malah balik menghina. Dasar bayi baru gede. Nggak bisa diajak ngomong baik-baik." Aku tersinggung mendengar kata-kata Izzah dan ganti meledeknya. 'Biarin." "Sudah, sudah. Stop berantemnya. Pusing ayah mendengarnya. Nggak peduli siapa yang salah siapa yang benar pokoknya stop! Sudah hampir maghrib tuh. Kalo sampai adzan nanti masih kudengar kalian kayak gini kuhukum kalian berdiri sampai besok pagi. Mengerti!" Huh, gawat kalau watak tentaranya ayah sudah kumat begini. Tak ada toleransi lagi. Jadinya aku terpaksa mengalah dan kembali duduk tanpa bicara. Kukunyah kembali makananku tanpa ingin memperpanjang lagi pertengkaran itu. Sementara Izzah mengambil piringnya dan makan lagi dengan memasang tampang cuek. Sidang ditutup. Tapi aku tidak ingin menyerah sampai di situ saja. Hari-hari berikutnya aku masih terus merancang strategi bagaimana caranya supaya Izzah bisa tertarik untuk kuajak bicara masalah ini. Aku ingin tahu kenapa ia sepertinya anti dengan topik mulia ini. Adakah sesuatu yang mengganjal hatinya dan aku tidak mengetahuinya? Soalnya sebagai sesama saudara selama ini kami terbilang cukup dekat, sering curhat-curhatan masalah dakwah atau pribadi, dan pergi ke mana-mana bareng. Jadi aku cukup tahu apa saja aktivitasnya dan ia juga tahu apa saja aktivitasku. Jarang ada sesuatu yang tersembunyi di antara kami. Masalah ikhtiarku untuk menikah yang gagal terus karena terhalang oleh beberapa kendala pun ia tahu juga walaupun untuk masalah yang satu ini ia lumayan kurang care. Apa dia phobia menikah ya... jangan-jangan begitu. Ya, aku ingat dia sering curhat masalah apa pun tapi jarang sekali dia menyentuh topik tentang cinta ikhwan akhwat atau pernikahan. Ada yang aneh di sini. Aku harus cari tahu, tekadku. Maka karena terdorong oleh rasa penasaran itu sekaligus karena memang aku ingin berusaha mendekatkan Izzah pada upaya penggenapan setengah diennya aku pun jadi sering memperhatikannya lebih dari biasanya. Kuselidiki lebih detail aktivitasnya dalam seminggu apa saja. Tak kurang-kurang aku mengawasinya dengan semangat mengantarnya ke mana saja, meneleponnya tiap satu jam sekali supaya tahu ia sedang apa, mengubek-ubek isi tasnya, mempelajari mimik mukanya, meneliti buku-buku di kamarnya tanpa sepengetahuannya, mencari tahu isi lemari dan kolong tidurnya... Nihil. Tak ada sesuatu yang mencurigakan. Ia masih Izzahku yang heroik dan penuh semangat, yang atmosfer kehidupannya disibukkan oleh aktivitas dakwahnya. Mabit, demo, rapat, lembur bikin proposal, ngisi kajian, ngurusi mentoring, lokakarya, up grading, baksos... begitulah. "Kakak kenapa? Kok kayaknya sekarang perhatian banget sama Izzah?" tanyanya dengan muka menyelidik saat kami sedang menyantap es krim berdua di restoran simpang lima. "Nggak pa-pa. Mumpung masih sendiri. Kali bulan depan aku sudah menikah sehingga nggak punya waktu buat manjain kamu lagi," pancingku. Sayangnya usahaku ternyata sia-sia. Dia tak tergoda untuk balik menggugat. "Tabungan kakak sudah berapa?" ia membuka tasnya. "Hah?" aku bengong, "maksudnya?" "Aku tanya tabungan kakak sekarang sudah berapa? Sudah lama kan kakak bekerja. Minggu depan departemenku ngadain seminar nasional. Mau nggak nyumbang? Kita kekurangan dana nih." Ia membuka proposal dan menunjukkan bagian anggaran dana pengeluaran padaku. Aha! Aku dapat ide. "Boleh, tapi ada syaratnya." "Benarkah?" kedua matanya berbinar-binar ceria. Ia memelukku dengan gembira. "Apa?" "Ceritakan padaku kenapa sepertinya kamu anti kalo kuajak ngomong tentang pernikahan?" Aku membetulkan letak dudukku, bersiap mendengarkan penuturannya. Tapi ia malah memasukkan kembali proposal itu ke dalam tasnya dan pura-pura seperti tak terjadi apa-apa. "Nggak jadi. Aku cari donatur lain aja." ucapnya datar sembari mengarahkan pandangannya ke arah lain. "Ye, gitu aja marah. Iya ya, aku nyumbang. Berapa? Lima ratus ribu aja ya." "Transfer ke rekeningku secepatnya." katanya tanpa mengucapkan terima kasih. Begitulah Izzahku yang ceria akan berubah jadi dingin sikapnya kalau sudah mulai kusinggung-singgung masalah yang tadi. Bikin aku patah hati. Ditambah lagi aku juga harus terus-terusan merayunya karena ia kalau sudah mutung bisa sangat lama. Uh, capek deh... Aku hampir menyerah pada usahaku dan tak mau ambil pusing lagi dengan urusan ini. Biarlah semuanya berjalan apa adanya, pikirku. Toh, kalau memang Izzah belum mau, ngapain juga dipaksa-paksa. Ntar malah nggak berkah hasilnya, ya nggak? Tapi sebait tulisan Izzah yang tertangkap oleh mataku larut malam itu membuat rasa penasaranku datang lagi. Aku menemukannya secara tak sengaja saat hendak mematikan komputer Izzah yang masih menyala dan ditinggal tidur olehnya. Kubaca berulang-ulang tulisan yang lebih mirip puisi itu dengan dahi mengernyit. Sebait puisi di sepotong kertas yang digenggam sampai tidur oleh penulisnya, tidakkah itu menandakan sesuatu yang amat berarti baginya? Kutemukan dia sebagai wanita biasa Wanita biasa yang menjadikan islam sebagai mahar pernikahannya Kutemukan dia sebagai wanita hartawan berjiwa mulia Wanita mulia yang setia mendampingi lelaki utama dalam kesederhanaannya Maka tertatih-tatih aku pun mengejar ketinggian cita-citanya Meski sayap-sayap ini mulai patah saat sadar bahwa itu jauh dari realita Rabbi, berilah aku kesempatan untuk menjadi seperti mereka Sekali saja... Biarkan jihad jadi kekasihku supaya kelak aku bisa jadi kekasih-Mu.. . Aku membaca puisi itu dengan penuh tanda tanya. Apa yang terjadi? Pikirku. "Allah... Allah..." Aku berpaling pada Izzah yang kini mengigau menyebut nama-Nya. Kucoba meraba keningnya. Hangat. "Allah... Allah..." Izzah terus mengigau. Dua bulir bening mengalir dari matanya. Adikku menangis dalam tidurnya! Aku betul-betul tak mengerti. "Izzah..." panggilku halus seraya mencoba membangunkannya. Tapi ia tetap tak bergeming. Sementara bibirnya tak henti mengigau. Aku sedikit panik. Segera aku berlari ke kamar ayah dan menggedor pintunya keras-keras. "Ayaaah, Izzah sakit. Kita harus memanggil dokter." * * * * "Kakak tidak tahu? " Fika mengernyitkan keningnya dan menatapku heran "Aku betul-betul tidak tahu apa-apa. Karena itulah aku bertanya padamu, barangkali kamu lebih tahu masalah ini daripada aku." jawabku tanpa menutup-nutupi kegalauan hatiku. Sore itu aku sengaja menemuinya di lapangan basket tempat ia latihan. Fika adalah sahabat dekat Izzah sejak SMA. Meski mereka berbeda karakter dan kesibukan tetapi itu tidak menghalangi kuatnya ikatan hati di antara mereka. Gadis ini memang lumayan punya tampang cuek dan tomboy abis tapi entah kenapa Izzah enjoy menjadikan dia sebagai sahabat dekatnya. Bahkan saking deketnya Fika sudah sangat mengenal bahasa-bahasa dakwah yang biasanya hanya digunakan di kalangan ikhwah. Fika menghela nafas berat seraya menundukkan kepalanya ke tanah. "Ada apa, Fik? Tolong ceritakan apa yang sesungguhnya terjadi pada adikku." desakku. Firman yang kuajak untuk menemaniku tampak asyik membaca buku di atas motorku di parkiran. Aku memang menyuruhnya agak jauhan agar Fika leluasa berbicara. "Fika takut Izzah akan marah." katanya ragu. "Aku kakaknya. Tidak berhakkah aku mengetahuinya demi membantunya keluar dari masalahnya?" Gadis itu memalingkan pandangannya ke arah lain. Aku harus menunggunya lama sampai dia mau bicara. "Kira-kira lima bulan yang lalu Izzah menjalani taaruf dengan seorang teman kampusnya... " "What?" aku tersentak kaget, "ikhwan bukan? Kok tidak terdengar kabarnya?" Fika memelototkan matanya, "ya ikhwanlah, masak akhwat?" protesnya. Aku buru-buru menenangkannya. "Maaf, maksudku lelaki biasa atau yang sudah ngaji?" "ikhwan aja keder kalo ngadepin Izzah, apalagi lelaki biasa. Jadi terjemahkan sendiri." Aku menggaruk-garukkan kepalaku. "Iya, aku tahu kalo Izzah terkenal galaknya. Dia kan nggak mau deket-deket sama lawan jenis kecuali kalo ada perlunya. Jadi kalo sampai ada yang berani naksir dan taaruf langsung pasti tuh ikhwan gede banget nyalinya ya." "Dia tidak naksir tapi Izzah yang menawarkan diri padanya." Gedubrak. Aku hampir terjungkal ke belakang mendengar pernyatan dari Fika itu. "Menawarkan diri? Emangnya dia akhwat yang nggak laku? Banyak kok yang naksir padanya dan minta aku mak comblangin dia. Izzah kan..." Fika buru-buru menyetopku. "Emangnya kalo akhwat menawarkan diri itu karena dia nggak laku? Dan emangnya kalo banyak yang naksir itu sudah pasti Izzah bisa sreg dengan salah satunya? Suka-suka Izzah dong mau cari pendamping hidup lewat cara apa. Asal halal Lha wong dia yang mau nikah." semprotnya. Aku berusaha mengatur emosiku. "Eh, ya ya aku tahu. Tapi ceritain gimana kok bisa-bisanya Izzah menawarkan diri pada ikhwan itu... Pasti dia punya banyak kelebihan ya." "Irfan..." Fika menyebut satu nama. "Irfan?" aku mencoba-coba mengingat sosok pemilik nama itu, "lho, dia kan yang mengalami kecelakaan motor dan kakinya terpaksa diamputasi itu? Ya Allah..." aku menepuk dahiku, semakin bingung saja aku saat mendengar semua ini. "Ya, Irfan. Seorang ikhwan yang bahkan mungkin di kalangan kalian para aktivis saja tidak banyak yang mengenalnya. Yah, dia memang hanya ikhwan biasa yang tidak punya posisi utama di lembaga dakwah manapun, sepak terjang yang terlihat biasa-biasa saja, dan punya tampilan biasa-biasa saja atau nggak ikhwan banget lah, setidak-tidaknya itu menurut pandangan kalian. Keluarganya juga biasa, bahkan boleh dibilang miskin. Adik-adiknya banyak, rumahnya di pinggiran rel kereta. Ayahnya pergi meninggalkan mereka sepuluh tahun yang lalu. Jadi selama sepuluh tahun ini Irfan dan ibunya berjuang menghidupi adik-adiknya. Siang ia kuliah, sore mengajar bimbel dan ngajar baca alquran adek-adek TPA deket rumahnya, malam menarik becak, dan pagi jualan koran." "Dan Izzah ingin menikah dengan Irfan supaya dia bisa membantunya mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi ibu dan adik-adiknya? " tebakku. Semenjak Izzah masih kecil aku sudah tahu kalau adik semata wayangku itu cukup berjiwa sosial. "Tepat. Izzah memandang bahwa keluarga kalian cukup punya harta untuk dibagi-bagi dengan sesama. Dia punya ayah seorang jendral, ibu pengusaha, kakak kontraktor, dan dia sendiri hampir lulus dengan predikat cum laude hingga tak perlu risau untuk dapat kerja karena sudah banyak perusahaan yang menawarinya. Sempurna bukan?" ujar Fika dengan pandangan menerawang. Raut mukanya terlihat sedih. Aku sendiri tercenung dengan penuturannya. Izzahku, betapa mulia hatimu. Membuatku sejak dulu harus berkali-kali menutupi mukaku karena malu kalah cepat denganmu dalam berbuat kebaikan. "Bagaimana dengan Irfan? Apakah... dia menerima Izzah?" tanyaku terbata-bata. Aku bisa membayangkan hancurnya hati Izzah kalau tawaran baiknya ditolak. "Butuh perjuangan keras untuk meyakinkan Irfan bahwa Izzah siap menjadi istri dari lelaki sederhana seperti dia, bahwa Izzah meskipun berasal dari keluarga kaya raya tapi bukan layaknya putri yang suka dimanja dan diistimewakan, bahwa Izzah meskipun di lembaga dakwah terlihat amat diprioritaskan dan Irfan tidak terperhatikan itu tidak bisa menjadi ukuran bahwa ia lebih baik dari ikhwan biasa seperti dia. Ketegaran Irfan dalam menghidupi adik-adiknya sudah cukup membuktikan bahwa ikhwan itu lebih banyak memiliki keutamaan dibandingkan dia, begitu menurutnya." sampai di sini mata Fika berkaca-kaca dan kedua tangannya gemetar. "Begitu berliku-liku proses taaruf itu. Hingga akhirnya ketika keduanya sudah sama-sama mantap dan Irfan siap untuk melamar Izzah... " kalimatnya terhenti. Ia menangis terisak-isak. Aku menelan ludahku yang terasa pahit. "Dan Irfan mengalami kecelakaan sehingga hubungan mereka tak bisa berlanjut sampai ke pelaminan, begitukah?" tanyaku dengan suara bergetar. Fika menganggukkan kepalanya. "Saat kecelakaan itu terjadi hati mereka sama-sama hancur. Tetapi Izzah tidak melihatnya sebagai penghalang, ia lebih menganggap itu sebagai ujian keikhlasannya sehingga dia bersikeras untuk tetap menikah dengan Irfan. Ketidaksempurnaan fisik Irfan bukan masalah berarti baginya sebab sejak awal memang dia sudah meniatkan pernikahannya sebagai ladang jihadnya. Sayangnya Irfan yang tak tega untuk menerimanya kembali, ia tak ingin semakin memberatkan Izzah dengan kondisinya yang sudah tak sempurna itu. Sudah miskin, cacat pula. Berkali-kali Izzah memohon-mohon padanya tapi tetap saja sia-sia. Begitu banyak rintangan yang telah mereka lewati, tetapi ternyata perjuangan mereka untuk bersatu dalam mahligai rumah tangga akhirnya kandas juga..." Aku menahan air mataku yang mendesak keluar, hatiku perih membayangkan Irfan dan Izzah yang harus mengalami tragedi memilukan ini. Sementara Fika semakin larut dalam tangisnya sehingga aku tak ingin lagi bertanya. Kesedihan telah merasuki hati kami dan membuat kami jadi sama-sama berdiam diri. Aku baru mau bangkit dari dudukku dan berniat mengakhiri pembicaraan kami sore itu saat Fika berkata lagi padaku dengan raut muka pilu. "Kak, jika suatu hari nanti Izzah sudah sembuh dari lukanya dan siap membuka hatinya untuk ikhwan lain tolong Kakak menjaganya agar jangan sampai terluka untuk yang kedua kalinya. Carikan ia seorang ikhwan biasa yang bisa mewujudkan misi pernikahannya yang tertunda. Izzah lelah dengan kesempurnaan. Selama ini ia begitu lekat dengan predikat tajir, cerdas, militan, rupawan... Maka jangan sandingkan ia dengan ikhwan-ikhwan yang memiliki predikat serupa. Ia benci dengan ikhwan-ikhwan yang ingin menikahinya karena tergiur oleh predikat-predikatny a itu sebab baginya menikah bukanlah untuk unjuk prestasi. Sebab ia merasa bahwa ia tidak akan teruji keimanannya jika tidak bisa melenyapkan parameter-parameter itu dalam memilih pendamping hidupnya. Sebab ia ingin merdeka dari pesona-pesona yang sekejab mata. Sebab..." Fika tak sanggup lagi meneruskan bicaranya. "Sebab ia ingin menjadikan jihad sebagai kekasihnya.. ." aku melanjutkannya dengan air mata yang tak bisa lagi kusembunyikan. * * * * Shubuh baru saja berlalu tapi aku sudah berganti pakaian olah ragaku dan bergegas mengetuk pintu kamar Izzah. "Zah, lari pagi yuk." ajakku seraya duduk di pinggir tempat tidurnya. Izzah yang saat itu lagi tilawah mendongakkan kepalanya padaku. "Nggak, ah. Aku mo ngerjain tugas buletin buat kampus besok.." katanya malas-malasan. "Tugas buletin bisa dikerjain lain waktu." "Enggak mau. Selain buletin ada banyak tugas lain yang harus kukerjain. Tuh lihat." matanya mengarah ke deretan tulisan tentang agenda hari ini yang sudah ia list malam tadi. "Udah, paling lari cuma setengah jam aja kok. Sekali-kali olah raga dong biar sehat. Nggak kapok ya kemarin habis sakit gitu. Ntar kubantuin deh. Kan ini hari minggu, jadi aku nganggur." rayuku lagi. "Gimana ya?" ia masih tampak pikir-pikir. "Iih, susah banget sih. Ayolah, fisik juga ada haknya lho. Kalo mau jihad kan harus kuat luar dalem biar nggak gampang KO. Jalan dakwah kan berat... Ayo, srikandi langitku!" desakku seraya menjawil kedua pipinya yang membuat ia tertegun dengan kata-kataku barusan. "Srikandi langit..." katanya dengan menggigit bibirnya. Aduh, aku salah ngomong ya, pikirku. Kugeser dudukku supaya bisa lebih dekat dengannya. "Izzah, aku sudah tahu semuanya. Fika menceritakannya padaku seminggu yang lalu. Maafkan aku jika memaksa dia membuka rahasia yang kau percayakan padanya. Tapi aku perlu tahu demi kebaikanmu dan demi rasa sayangku padamu." Ia kelihatan kaget. Kedua matanya berkaca-kaca. Aku mengusapnya dengan lembut. "Izzah, kau gadis yang kuat dan tabah. Kadang-kadang aku bertanya terbuat dari apakah hatimu hingga pintar sekali menyembunyikan luka itu. Tapi, kumohon berbagilah denganku. Mungkin aku tidak bisa menghiburmu atau membantumu keluar dari kemelut itu. Tapi setidaknya aku tahu apa yang sedang merisaukan hatimu sehingga aku tidak salah mengambil langkah. Aku takut aku melakukan sesuatu yang kukira baik bagimu tapi ternyata malah semakin menyakitimu. " Izzah menghambur ke pelukanku dengan menangis tersedu-sedu. "Aku tawarkan diriku padanya karena aku melihat surga terbentang di sana, di kehidupannya yang susah dan jauh dari kemewahan. Kuberanikan diriku dan kukuatkan azzamku karena aku berharap bisa seperti Bunda Khadijah yang merelakan hartanya di jalan-Nya atau seperti Ummu Sulaim yang memenangkan cinta di atas cinta. Tapi sepertinya aku hanyalah hamba yang hina hingga Allah pun tak mengabulkan cita-citaku menjadi srikandi langit seperti mereka. Jadi beginilah Izzah yang sebenarnya, Izzah yang dikenal tajir, cerdas, militan, kaya ternyata tak punya nilai di hadapan-Nya hingga tak cukup layak mendampingi lelaki zuhud seperti dia." Hatiku trenyuh. "Kenapa? Apakah telah begitu menggunungnya dosa-dosaku hingga aku semakin sulit mendapatkan kesempatan untuk menggapai surga? Apalah artinya predikat-predikat mulia di hadapan manusia jika ternyata aku tak bisa menggunakannya sebagai sarana untuk meraih keridhoan-Nya. .." "Ssstt, Izzah jangan ngomong seperti itu. Justru ujian ini sebenarnya adalah sebagai wujud kasih sayang Allah padamu. Dia ingin membuatmu lebih kuat menggenggam keistiqomahan niat dan tujuan di tengah kondisimu yang memang rentan dengan godaan kesombongan. Sekali-kali terjatuh itu tak apa. Ayo bersemangatlah! Pagi ini olah raga. Habis itu kita bersiap-siap untuk menyambut Irfan. Siang ini ia mau datang ke sini buat meminangmu." "What?" Izzah melepaskan pelukannya dan memandangku dengan mata melotot. Aku tersenyum seraya menganggukkan kepalaku. "Ya, aku sudah menemui Irfan dan meyakinkannya kembali akan cita-cita pernikahan kalian yang tertunda. Emang sih butuh perjuangan berat buat meruntuhkan kekerasan hatinya. Nggak tanggung-tanggung, aku harus bolak-balik silautahim ke rumahnya dan bermanis-manis muka di hadapan ibunya, mentraktir adik-adiknya makan ayam goreng di Arto Moro, nemenin mereka menggembala kambing dan berkotor-kotor ria di sawah, trus menceramahi Irfan panjang lebar dan merengek-rengek kayak anak kecil padanya, eh nggak ding... Wuah, capek deh. Pokoknya sudah kukeluarkan semua jurus-jurus ampuhku buat meluluhkan hatinya. Nggak kalah kalau mau dibandingin dengan perjuangan mereka-mereka yang di realiti show Katakan Cinta. Yah, semoga saja caraku ini nggak terkesan norak-norak amat. Lha wong mau bantuin adiknya biar cepet nikah kok. Jadi pasti dihitung pahala oleh Allah ya..." aku berkata dengan suara mantap dan penuh kepuasan. Sementara Izzah gemetar mendengar pengakuanku. "Kakak..." panggilnya dengan nada bergetar. Aku kembali memeluknya erat-erat. "Iya, jangan bersedih lagi. Akhirnya jadi juga kan kamu menikah dengannya. Udah, cup... cup... adekku sayang." "Terima kasih kak..." ucapnya lirih namun cukup membuat hatiku berbahagia saat mendengarnya. "Iya, tapi sebagai imbalannya jangan lupa gantian cariin aku belahan jiwaku yang belum ketemu-ketemu ya. Sudah kebelet nikah juga nih. Ayo yang semangat jadi mak comblangku. Ciee, adekku lebih duluan dari aku nih. Nggak relaaaa..." aku menggodanya lagi. Izzah memukul bahuku manja. Aku terkekeh-kekeh gembira. 


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/bisakah-kita-menjadi-akhwat-seperti.html 

Tuuhhh..,Dengerin !

============================== Hari ini Nanda pulang kuliah agak awal karena para dosennya akan ada rapat buat Ujian Akhir Semester. Dan kali ini Nanda ingin bercerita tentang kejadian ketika ia pulang dari kampusnya tersebut. Seperti biasa Nanda jalan kaki ke terminal bareng dua temennya, Uci dan Indah. Alhamdulillah bis-nya masih kosong, kita pun milih buat duduk di tempat duduk yang paling belakang. Sepanjang jalan kita pun bercakap-cakap. Pas udah nyampe pertigaan lampu merah, dua temenku itu pun turun, ninggalin aku sendiri, beneran aseli sendiri, di bangku pualing belakang. Ndak lama, naik 2 perempuan remaja SMA, duduk di samping aku, jadinya bertiga deh kiteh duduk di bangku paling belakang. Nah, pas udah mau nyampe simpang lima alias tempat diriku turun, terlihat lah pemaaaandangan 'indah', sepasang muda mudi, murid SMA yang sedang 'bercanda'. Si ceweknya pake jilbab, cowoknya mah gak pake jilbab yaah xixixi..Si cowok gak malu-malu merangkul pundak si cewek dan sesekali melayangkan ciuman curian ke pipi si cewek, cup cup..kena dwech lu pipi, n tuh pipi ada bekas bibir si cowok yg mungkin bau rokok atau malah bau jigong..:D. ( hehehe piss deh ). Ceweknya bermuanjaa-muaanjaa pada sang cowok, heran deh, di pinggir jalan noh, kagak malu apah, ckckckck.... Nanda yang ngeliatnya cuma bisa cengo', yaiyalah, udah amat sering terlihat pemandangan kayak gitu, cewek berjilbab tapi..???? Kebetulan di bangku depan juga tampak sepasang muda-mudi yang duduk berdampingan, ceweknya pun pake jilbab. Risih buangap liat yang gitu, but, what can I do? Kebetulan, 2 cewek yang duduk di samping aku pun melihat pemandangan tersebut, dan tau kagak, salah seorang dari mereka mengucapkan sesuatu yang sumpe deeeh, nancep abis, sedih, kecewa, malu buanget dengernya!! "Iiih, gw suka sebel deh, liat cewek berjilbab tapi pacaran kayak gitu, gandeng-gandengan tangan, pake dicium segala, harusnya mereka kan mencerminkan islam dong !" Jleeeeppppsss! Nusuk banget langsung ke hati aku dengernya..!!!!!!! Denger gak....???? denger kagak..??? hoyyy, denger gak tuuuuh???!!!! , huff, sabar Nanda sabar... Ternyata, aku kagak nyangka abis, walaupun yang berkomentar cewek yang gak berjilbab, tapi berarti seenggaknya kita yang berjilbab diperhatiin tau.?!! Kita yang berjilbab itu dianggap baik, tapi ini apa ?? hhiks...miriiissss...amat sangat miris! Well, udah bukan sesuatu yang aneh lagi deh, perempuan berjilbab tapi masih pacaran, perempuan berjilbab tapi masih gandengan tangan, perempuan berjilbab tapi masih rangkul-rangkulan, perempuan berjilbab tapi masih gak risih dipeluk cowok, perempuan berjilbab tapi matanya masih jelalatan, perempuan berjilbab tapi masih pake celana en' baju ketat, perempuan berjilbab tapi masih ngomongnya ada kosakata dari kebun binatang keluar semua, perempuan berjilbab tapi ketawanya ampuuun deh mulutnya lebar banget, perempuan berjilbab tapi kayak preman, perempun bejilbab tapi bla bla bla...ah, masih banyak deh tapi-tapi-tapi-tapi dan teruuuusss saja TAPI yang lain! Daaaaaaannnn..... Itu buktinya! Nama islam en' JILBAB tentunya udah tercoreng oleh hal-hal demikian! Apa kita nggak malu, heh..?! mendengar ini apa kita, sebagai muslimah, masih gak merasa malu..?????? Astaghfirullahal'adzim... Sama-sama introspeksi diri yuk sisters, banyak khilaf yang telah kita perbuat, yang tanpa kita sadari, bukan hanya menjatuhkan harga diri kita sebagai perempuan, sebagai muslimah yang seharusnya tidak seperti kita saat ini, tetapi juga nama islam, dan jilbab yang telah diamanahi pada kita, melalui hidayah Allah yang tak semua orang beruntung mendapatkannya... Jaga jilbab kita, bukan hanya dengan cara istiqomah memakainya, tetapi dengan menjaga juga perilaku dan akhlak kita, mencerminkan bagaimana wanita dalam Islam seharusnya bersikap, sehingga saudari-saudari kita yang lain, yang belum mendapat hidayah dan memakai jilbab bisa meniru, mencontoh, dan mengerti, oooh gini toh harusnya perempuan dalam Islam, indah banget kan kalo kita bisa membuat mereka menjadi lebih baik..? Aku pun sama, belum bisa jadi sempurna, menjadi akhwat sejati sebagaimana semestinya, tapi kita sama-sama belajar, jadikan yang sudah-sudah menjadi pelajaran yang berharga untuk dikemudian waktu semuanya menjadi lebih baik dan indah... Saatnya kita berkaca diri, bagaimana diri kita kemarin, saat ini, dan nanti... *Semua ini merupakan ujian dariNya, agar kita makin dewasa...*


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/tuuhhhdengerin.html

Beritahu Aku Rasanya 'Ditembak'

============================== Pingin cerita dikit yaa.. masalah 'tembak menembak' dan pacaran... Seminggu yang lalu, lagi anteng-anteng aja jalan ama temenku, tiba-tiba HP getar panjang, tanda ada telpon masuk. No-nya aku ndak tahu, belum ke save, ku angkat lah, "Halo...", sengaja gak pake salam, takut yang nelpon non-muslim, soale ada temenku yang non-muslim suka nelpon pake nomor yang beda-beda. "Assalamualaykum, Widi nya ada...", suara cowok, langsung nyerocos gitu aja. Hah?! Siapa nih orang.. ujug-ujug nyari Widi temenku, tapi kok ke no HP-ku, terang aja aku bingung. "Wa'alaykumsalam, Widi? Gak ada.. kok nelponnya kesini?" "Ya Widinya ada gak?", orang di seberang sana yang entah siapa malah maksa. Kebetulan aku liat Widi itu dari kejauhan, langsung weh lari brak brik bruk nyamperin tuh anak. "Widiiiiiii.. ada telpon nih, ga tau siapa.." Widi yang kebetulan saat itu lagi belajar bareng ama temen-temennya soale mau ada kuis juga ikut bingung. "Telpon? Siapa?", tanyanya. "Kagak tau..." Terus tuh orang langsung weh nyambar HP-ku, dan langsung berseri-seri mukanya, setelah ber-casciscus ria, percakapan itu pun di akhiri. Aku cuma nonton aja sambil terheran-heran. "Siapa sih?" "Ada deh...", mukanya tersipu-sipu *halah*. "Siapa sih.. tega nih sekarang mah gak mau cerita-cerita". Kebetulan si Widi itu temen SMA-ku juga. "Cowok gue.." "Cieeeh.. udah punya cowok lagi nih sekarang...", padahal dalam hati aku tau, dari SMP juga Widi emang udah beberapa kali pacaran, jadi gak heran lah. "Hehehe..." "Ampe segitunya, seneng banget kayaknya..." "Yaiyalah.. emang sebelum lu merid kagak pernah ngerasain apa Cha..?" "Kagak...", dengan polosnya aku menjawab. "Gak pernah pacaran?" "Nggak..." "Ngfak pernah ditembak?" "Nggak...budheg amat lu dari tadi udah bilang kagak.." jawabku kesal. "Nggak pernah ada yang suka gitu ama lu?" "Setauku sih emang nggak pernah ada...", jawabku enteng sambil menampilkan cengiran khasku . "Duh, kasian banget sih lu Cha..." "Yeee.. nape juga kasian ama dakuh...", diriku langsung protes gak terima dikasihani seperti itu, huhuhu... "Ampe umur setuir geneh kagak pernah ngerasain yang namanya ditembak???", todongan pertanyaannya masih berlanjut. "Kagak pernah bu... suer dah ! lagian mang aku dah tuir yach, baru juga 21 tahun 3 bulan lalu.." "Yaa ampun Cha.. masa sih? gw juga baru 21, tapi karena lu udah merid jadi kuanggap udah tuir. Emang dulu lu gak pingin gitu ngerasain yang namanya pacaran tuh gimana?" "Pingin...", sengaja kujawab demikian, buat mancing tuh anak. "Terus?" "Mau pacaran ama sapa? ama tembok?", diriku terkekeh sendiri jadinya. "Ya cari doooooooooong..." "Cari kemana?" "Ya kan dulu cowok banyak Cha.." "Iya banyak, terus ada yang mau ama aku?" "Ya masa satu pun gak ada yang kecantol sih.." "Hahahaha.. kalo gak ada yawdah gak ada, masa aku mau nge-laku-in diri biar keliatan gituh punya pacar, sori deh, ogah!" "Yah cha, namanya juga anak muda.." Aku tersenyum aja dengernya. Yah, kalo nurutin hawa nafsu mah dulu bisa aja aku pacaran, ama siapa kek yang bersedia jadi pacarku, batinku. Tapi waktu itu aku punya prinsip, TIDAK ADA pacaran sebelum menikah. NO WAY... nehik nehik..nehik ! "Gimana emang coba rasanya di tembak?", tanyaku lagi ke Widi. "Deg-degan...", ujarnya singkat sambil senyum-senyum. "Yaelaaaah, kalo deg-degan mah aku juga udah sering!", aku ketawa, dia pun ikut ketawa. "Iya, tapi kalo ditembak tuh beda rasanya.. sekalipun lu tuh sama sekali gak suka ama orang yang nembak lu.." "Masa sih? Coba dong, aku pingin ngerasain rasanya ditembak..", celetukku iseng. "Nih ya.. contohnya, 'Icha aku cinta padamu, maukah kau menjadi pacarku?' ", ekspresi si Widi kocak abis, sakit perut dah liatnya . "Mana tuh, gak deg-degan ditembak gitu..." "Yaiyalah cha.. kalo lu deg-degan gw tembak, gw langsung kabor dah.. kagak normal lu berarti..", si Widi nyengir-nyengir. "Pacaran itu enak ya?" tanyaku kemudian. "He euh..." "Apa enaknya?" "Ya enak aja ada yang merhatiin.." "Ooo..." "Cha.., kalo misalnya waktu itu ada yang ngajak lu pacaran, mau gak?" "Nggak.." "Kenapa?" "Ya ogah aja.." "Kalo yang ngajak pacaran orangnya cakep, terus shalih gimana?" "Gak mau juga.." "Lah kan dia shalih? Katanya mau yang shalih.." "Shalih tapi mau pacaran sebelum nikah? ogah deh.. tuh orang shalih gadungan.." "Oh, berarti kalo diajak nikah ya baru mau..", godanya. "Hahaha.. dasar..." Dari kejauhan Dosen pembimbing KP-ku selanjutnya udah jalan menuju kelas, aku langsung masuk kelas, dengan menorehkan kesan mendalam dalam hati dari percakapanku dengan Widi. Menarik, penuh arti. Ya memang percakapannya gak persis kayak gitu, ada beberapa yang aku lupa heheheh.. tapi kurang lebih begitu lah, diskusi yang menarik. Aku tanya neh ama sahabat2ku di RDM ini, ada yang bisa jelasin ke aku gimana rasanya ditembak? Wekekekek.. ^.^ Dan ternyata pangeranku telah 'menembak' dan menyatakan cinta padaku untuk yang pertama dan terakhir kalinya.. 3 bulan yg lalu dengan sebaris kalimat," Ukhti..aku ingin menikahimu, keberatankah bila aku datang untuk menghadap orang tuamu..?" hohoho...saat itu rasanya aku bukan seperti 'ditembak' lagi, tapi ditikam jantungku. Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama Atau karena pendekatan yang tekun Cinta adalah akar kecocokkan jiwa Dan jika itu tidak pernah ada Cinta tidak akan pernah tercipta Dalam hitungan tahun, Bahkan milenia...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/beritahu-aku-rasanya-ditembak.html 

Aku Ingin Jadi Orang Biasa yang Sederhana

============================== Ini bukanlah puisi, tapi sekedar renungan dari gelisahnya hati, tentang harta pinjaman yang Allah titipkan pada kami .. Apalagi yang harus dicari di dunia, selain mempersiapkan bekal menuju ke akherat? Jangan pernah mengira mati adalah akhir dari segalanya. Justru mati adlh pintu gerbang menuju alam yg sesungguhnya..yaitu alam keabadian, alam akherat. Aku takut berlimpahnya harta akan menyilaukan mata dan hatiku. Takut nyamannya rumah dan kendaraan membuatku tak lagi mampu meletakkan harta di tangan, tapi telah jauh meracuni hatiku. Dan aku sungguh takut dengan ujian harta ini. Aku bukan tak ingin kaya. Juga tak ingin hidup miskin. Aku hanya ingin memilih selalu hidup sederhana. Aku ingin menjadi orang biasa. Biarlah rumah kami begini, apa adanya, asal keluargaku dapat berteduh dan beristirahat, terhindar dari panasnya matahari dan basahnya hujan. Rumah model kampung dan tak mengikuti tren arsitektur terbaru. Tak harus mewah, tak harus terlihat indah dan artistik. Aku malu pada Rasul yang hanya tidur di atas tikar kasar tiap harinya, sementara di rumahku tersedia kasur spring bed yang kadang terlalu memanjakan punggungku sehingga terlambat sholat berjamaah atau sering kesiangan sholat subuh. Aku malu pada Syekh Ali Ghuraisyah, yang hanya menjadikan krak botol minuman yang ditutup sehelai kain lusuh untuk meja dan kursi tamunya. Sementara di rumahku ada beberapa kursi, meskipun kuno dan bukan sofa tapi cukup enak diduduki. Aku malu pada Usamah Bin Laden, yang tak memiliki satu buah furnitur pun di rumah keempat istrinya, sementara untuk amal sosial dengan mudah dia akan mengeluarkan cek senilai ratusan juta dollar. Mereka bukan orang miskin, tapi mereka adalah orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana. Biarlah kendaraan kami biasa saja, sepeda motor yang sudah cukup berumur. Asal dengan itu telah mampu membantuku beraktivitas dan menghemat banyak hal dalam perjalanan. Aku malu pada Rasul dan Abu Bakar, yang menempuh perjalanan Makkah-Madinah dengan berjalan kaki, padahal mudah bagi beliau untuk meminta diperjalankan oleh Allah dengan Buraq sekalipun. Aku malu pada Syekh Hasan Al-Banna & Syaikh Umar Tilmisani, yang lebih memilih naik kereta kelas ekonomi untuk berdakwah di seantero Mesir, meski secara finansial sangat mampu untuk naik kereta kelas di atasnya. Aku malu pada Aid bin Abdullah al-Qarni, yang mampu menjadi penulis paling produktif di Timur Tengah dalam membela agama Allah sampai masuk penjara, sedangkan aku belajar agama di kampus dengan biaya gratis dari orang tua.. Aku malu pada sosok sahabat nabi..Abu Dzar al ghiffari, yg mampu berhijrah dari seorang pemuda yg bodoh menjadi pemuda islam yg cerdas dan dalam ilmu agamanya.. Aku malu pada pemuda Taufiq Wa’i, yang tak mau hanya sekedar naik taxi seperti saran bunda Zainab Al-Ghazali, karena khawatir tak mampu menyikapi fasilitas itu dengan benar. Biarlah kemana-mana aku ingin naik angkutan umum kelas ekonomi, selagi fisik mampu diajak berkompromi. Bukan naik taxi atau kelas eksekutif. Bukan karena sayang mengeluarkan uang, tapi sungguh bersama orang-orang berbagai tipe di kelas ekonomi itu, banyak pelajaran yang dapat kuambil, dan itu mampu melembutkan hatiku. Biarlah aku memiliki baju secukupnya saja, tak harus mengikuti model terbaru. Yang penting masih utuh dipakai dan cukup pantas dilihat orang, serta tidak mengumbar aurat. Aku takut menjadi penganut paham materialis, berburu berbagai koleksi baju, kerudung, tas, alat tulis, perlengkapan elektronik... bukan karena perlu tapi hanya sekedar ingin. Aku malu pada khalifah kelima, Umar bin Abdul Aziz, yang setelah menjadi khalifah justru memilih jenis pakaian yang paling kasar dan paling murah pada pedagang yang sama, hingga membat takjub si pedagang karena sebelumnya sang Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan penampilan. Aku bahagia, saat melihat pak Somat dengan istri dan 2 anaknya yang kecil-kecil dapat berteduh di salah satu rumah kami tanpa bayar sejak 4 tahun lalu. Jujur, melihat kehidupan perekonomian mereka yang makin membaik, kadang tergoda untuk mulai menerapkan prinsip ’profesional’ dengan perjanjian sewa. Tapi, Astaghfirullah.. kembali kutepis keinginan itu. Mungkin, justru lewat wasilah doa-doa tulus pak Somat-lah, Allah selalu memberikan rezki yang berlebih padaku dan keluarga. Ya Rabb, biarkanlah rumah itu menjadi ladang amal pintu pembuka rahmatMu bagi kami. Aku bahagia, meski piutang-piutang kami untuk berbagai keperluan pada beberapa orang tak kunjung terbayarkan sampai berbilang tahun bahkan berpuluh tahun. Aku pun tak ingat lagi persis jumlah nominalnya. Aku percaya, mereka semua bukan tak mau membayar, tapi belum mampu membayar. Tentu mereka malu untuk tiap waktu hanya menghubungi lalu mohon maaf dan meminta penangguhan waktu pembayaran. Mereka juga manusia, yang memiliki izzah. Biarlah, mungkin mereka butuh waktu. Mungkin Allah sedang mengajarkan arti ikhlas pada kami. Biarlah, kalau memang ternyata sampai nanti pun tak mampu terbayarkan, Allah yang akan menggantinya dengan yang lebih baik. Insya Allah.... Bahkan, mungkin dari mulut-mulut merekalah, teman-teman yangn membutuhkan itu, meluncur doa-doa ikhlas untuk kami sekeluarga, yang langsung didengar Allah di Arsy sana, hingga Allah berikan kemudahan rizki pada kami. Aku ingat, salah seorang teman yang sudah cukup lama berhutang yg cuma sekian ratus ribu, aku bahkan sudah melupakannya, tapi demi mengetahui bahwa aku akan menikah beberapa bulan lalu, dia mengirim aku sms: "Semoga pernikahanmu sakinah ya ukhti. Jangan lupa aku titip doa, doakan aku agar semua masalahku terangkat, kehidupanku menjadi lebih baik, sehingga aku cepat menyusulmu, dan aku dapat segera menunaikan kewajibanku padamu yang sudah tertunda sekian tahun. Aku malu sebetulnya bicara begini. Tapi aku tahu, kalian bisa menerima dengan lapang". Hiks, sungguh aku terharu dan menetes air mataku membaca sms itu. Ya Allah, Alhamdulillah telah Kau berikan rizki padaku dan keluargaku, lebih dari yang kami butuhkan. telah Kau karuniai aku dengan suami sholeh, yang selalu mengingatkanku tentang amanah harta dan kendaraan. telah Kau berikan padaku ilmu yang mempermudahkanku menjemput rizkiMu. Ya Allah, mudahkanlah kami untuk selalu berbagi, melalui rizki yang Kau titipkan pada kami. Hindarkan dari hati kami orientasi selalu mencari keuntungan duniawi. Ijinkan dan biarkanlah sebanyak mungkin orang dapat ikut menikmati rizki ini. Kami ingin setiap rupiah yang mengalir lewat tangan kami, juga bermanfaat untuk saudara-saudara kami. Sayup-sayup, kudengar refrain nasyid Antara Dua Cinta-nya Raihan dari Mp3 di ponselku,..ah suami menelpon…kubiarkan nada raihan beberapa bait sebelum aku angkat telpon. Tuhan, leraikanlah dunia yang mendiam di dalam hatiku Karena disitu tidak ku mampu mengumpulkan dua cinta,harta dan dunia.. Hanya cintaMu, kuharap tumbuh dan diibajai bangkai dunia yang kubunuh ... Ya Rabbi, Letakkanlah dunia ditanganku..jangan Kau letakkan di hatiku..!!


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/aku-ingin-jadi-orang-biasa-yang.html

Dia-lah yang Tak Pernah Meninggalkanmu

============================ Sedih sesedih sedihnya, hancur sehancur-hancurnya. Kadang inilah yang terjadi jika menggantungkan cinta dan harapan kepada makhluk. Terlalu mudah baginya untuk berhianat, terlalu mudah baginya untuk menyakiti dan mengecewakan karena cintanya fana, kasih sayangnya fana dan kata-katanya fana. Mungkin semua terjadi karena kelemahan kami dan kita sebagai manusia... Seseorang berkata sayang dan cinta lalu menggantungkan kata-kata yang seolah-olah membuai hati yang hanya segumpal...menghadirkan kebahagiaan yang fana, sementara dan tidak kekal... karena pada saat itu kita menggantungkan harapan dan cinta kepada manusia yang hati dan fikirannya berbeda-beda... ntah dia memakai hatinya atau tidak!!! Entah dia mencintai karena Allah atau tidak!!!!! Berbeda jika kita menggantungkan cinta dan harapan kepada sang Maha Besar, kepada sang Maha Pemilik Cinta,!!! Tak akan ada kekecewaan, tak akan ada air mata duka, tak akan ada air mata cinta... Terkadang cinta fana itu hanya sekedar kata-kata yang membuat orang lain terkadang tak rela, membuatmu terlena, dan hasil akhirnya terkadang mampu membuatmu menangis sejadi-jadinya... "Sang Maha " pencintamu tak akan menyakitimu seperti ini, "Sang Maha" pencintamu tak akan berhianat akan perasaannya seperti ini... "Sang Maha" pencintamu tak akan meninggalkanmu seperti ini.. Siapapun tak akan mampu menyakitimu begitu dalam karena cintaNya kepadamu, siapapun tidak akan mampu menyakitimu begitu dalam karena cintaNya kepadamu...!!!!! Dia A L L A H....!!!! Serahkan urusan ini kepadaNya agar mereka yang menyakitimu bungkam!!! D U K A itu datang karena kesalahanmu sendiri, menggantungkan cinta dan kasih sayang bukan pada pemilik cinta dan terkadang kau tidak mengerti karena hati itu mati... Cinta yang utuh kepada makluk akan hadir jika kecintaan kepada Allah lebih dulu ditancapkan, di hati dan fikiran...Lalu Sang Pemilik Cinta itu akan menuntunmu kepada seseorang yang mencintaimu karena Allah saja..karena Allah saja...!!!! Mintalah cinta itu kepada Sang Maha Pemilik Cinta, insyaAllah kau tidak akan kecewa karenanya...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/dia-lah-yang-tak-pernah-meninggalkanmu.html

Sebab CINTA Memang Harus Diupayakan

============================== Suatu kali seorang teman bertanya kepada saya: “ Mbak, ada 2 pilihan untukmu. 1. Menikah dengan orang yang kau cintai 2. Mencintai orang yang kau nikahi Mana yang kau pilih?” Saat itu spontan saya memilih yang kedua: mencintai orang yang saya nikahi (menikahi saya). “Kenapa?” Hhm… iya ya, kenapa? Sebab jodoh adalah hal yang pasti, meski masih menjadi misteri bagi orang-orang yang belum menemukannya. Sedangkan mencintai adalah hal yang berbeda. Mencintai seseorang saat belum ada hak atasnya, bagaikan menggenggam bara. Jika Allah berkenan menjadikannya pendamping seumur hidup, maka bara itu akan menjelma menjadi energi untuk meciptakan kebersamaan yang indah. Tetapi, jika Allah tidak berkenan mempersatukan, bara itu akan membakar, dan bisa jadi menghanguskan diri sendiri. Lebih dari itu, pilihan kedua rasanya lebih aman dari berbagai penyakit hati, yang bisa jadi mengotori niat suci menikah karena Allah. Itu jawaban saya saat itu. Tetapi, beberapa jenak setelah itu, saya termenung, mencoba berfikir lebih dalam dan menyelami jauh ke dalam lubuk hati. Lalu, saya pun meneruskan pertanyaan itu ke temen saya yang lain. Dan dia menjawabnya sama dengan jawaban saya. Tetapi, saya ragu atas jawaban itu, benarkah begitu? Pilihan pertama, menikah dengan orang yang saya cintai: Akan dapat mengalirkan energi dan semangat untuk meraih sesuatu yang menjadi dambaan hati. Dan tentu adalah hal yang sangat menyenangkan bisa berdampingan dengan orang yang dicintai, tidak ragu mengumumkannya kepada public, tidak malu mengekspresikannya, sebab cinta itu sudah dilegalkan. MENIKAH DENGAN ORANG YG SAYA CINTAI ADALAH KEMUNGKINAN ! Pilihan kedua, mencintai orang yang saya nikahi: hhmm… Dapat diartikan pasrah, menerima nasib ( piliha ini bisa juga berarti kita dijodohkan orang tua ). Ah tidak, saya menterjemahkannya menjadi bentuk syukur kepada-Nya. Sebab apa yang telah Allah pilihkan untuk kita, tentu itulah yang terbaik. Maka, kenapa tidak memaknai rasa syukur itu dengan mengupayakan cinta, menumbuhkan dan merawatnya. MENCINTAI ORANG YG SAYA NIKAHI ( MENIKAHI SAYA ) ADALAH KEHARUSAN ! Bukankah jika saat ini saya mencintai seseorang (padahal belum ada hak saya atasnya), itu tidak tumbuh begitu saja? Ada masa-masa, ada hal-hal, ada peristiwa yang membuat saya mencintainya. Lalu, kenapa hal-hal itu tidak bisa ditumbuhkan kepada orang yang sudah Allah pilihkan untuk saya? Tetapi, sekali lagi, betapa menyenangkan jika yang pertamalah yang menjadi pilihan, menikah dengan orang yang saya cintai, sebagaimana Fathimah yang menikah dengan Ali, sebagaimana Khadijah yang menikah dengan Muhammad. Tetapi, kalaupun akhirnya Allah memilihkan orang yang lain, maka pilihan kedua pun bukan hal yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang tidak mungkin. Sebab cinta memang harus diupayakan. Bagaimana dengan anda? Apakah akan menikah dengan orang yang anda cintai, atau akan mencintai orang yang anda nikahi? Semua adalah benar. Dan tinggal takdir Allah yg akan menentukan pada pilihan mana yg anda dapatkan kelak.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/sebab-cinta-memang-harus-diupayakan.html

Obrolan di Pesawat Terbang

============================== Alkisah seorang juragan garam terkaya di Madura ingin melihat ibukota Jakarta untuk rekreasi. Ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta dengan menggunakan pesawat. Setelah ticket berada ditangan dia langsung menuju ke pesawat dan langsung duduk di Executive Class. Tidak lama berselang, seorang business man naik pesawat dan mendapati kursinya telah diduduki oleh penumpang lain, maka terjadilah peristiwa seperti berikut: Business man : "Ma’af pak ini tempat duduk saya.." Madura : " Sampeyan siapa ?" Business man : "Saya penumpang pesawat ini ". Madura : "Lho sesama penumpang kok ser-ngoser ( red=ngusir). itu kan masih banyak kursi yang lain. sampeyan dodok saja disana ". Karena tidak ingin terjadi keributan maka si businessman menemui pramugari dan mengadukan hal tersebut. Dan setelah mengecek ticket milik business man, si pramugari menghampiri si Madura. Pramugari : "Ma’af pak, bapak tidak boleh duduk di sini,tempat bapak di bagian lain..". Madura : "Sampeyan siapa (tanya Madura kepada pramugari) Pramugari : "Saya Pramugari.". Madura : "Apa itu pramugari saya ndak tahu, apa kerjaan sampeyan…?!" Pramugari : "Saya bertugas melayani bapak.." Madura : "Lho sampeyan tugasnya melayani saya kok ser-ngoser. Saya ndak mau. (hardik si Madura ). Karena kehabisan akal si pramugari menjumpai Kapten dan mohon bantuan atas perihal tersebut. Kapten pun mendatangi si Madura.. Kapten : "Ma’af pak, tempat duduk ini milik bapak yang itu, jadi bapak harus duduk di tempat yang lain.." Madura : "Sampeyan siapa ?"(tanya si madura dengan kesal) Kapten : "Saya pilot.." Madura : "Apa itu pilot, apa kerjaan sampeyan.." Kapten : "Saya yang nyopir pesawat ini.." Madura : " Bo..abo, cuma sopir tapi belagu sampeyan. Saya naik bis ndak pernah di ser-oser sama sopir,pokoknya saya mau duduk disini.." Akhirnya semua kehabisan akal dengan ulah si madura. tapi untunglah penumpang terakhir yang baru naik adalah mbok Bariyah. Langsung saja Pramugari menceritakan hal tersebut dan minta pertolongan kepada mbok Bariyah. Pramugari : "ehh, mbok Bariyah, selamat siang. mbok tolong saya ya, ada penumpang yang bikin repot nih.." mbok Bariyah : "Penumpang yang mana..?" Pramugari : "Itu, bapak yang dari madura itu, harusnya duduk di kelas ekonomi tapi dia terlanjur duduk di kelas eksekutif tempatnya bapak ini.." mbok Bariyah :" ooh, gampang itu, serahkan saja ambek saya, pokoknya ditanggung beres.." Serta-merta mbok Bariyah menghampiri Bapak Madura. mbok Bariyah : "He..He.. pak sampiyan mau kemana.." Madura : "Oh, saya mau ke Jakarta bik.." mbok Bariyah : "Lho…sampeyan salah tempat pak, tempat duduk ini untuk tujuan Medan, kalau ke Jakarta tempatnya disana, disebelah belakang. itu tempat sampeyan masih kosong.." Madura : "Oh…iya.., ini untuk yang mau ke Medan ya…. terema…..terema…. ya bik….." --------*****------- Kesimpulannya : Ternyata peraturan tidak selamanya bisa diterapkan secara letterlek. Penerapannya harus menggunakan taktik dan strategi !


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/obrolan-di-pesawat-terbang.html

Wanita yang Membuat Rasul Menangis

============================ Dikisahkan dari Imam Ali bin abi thalib berkata,: "Suatu hari, aku dan Fatimah melihat Nabi sedang menangis tersedu-sedu. Lalu kami bertanya: ”Ya Rasulullah, apa yang membuatmu menangis seperti ini” . Rasulullah menjawab: ”Di malam Mi’raj,aku melihat sekelompok wanita dari umatku dalam keadaan tersiksa dengan siksaan yang pedih hingga membuatku menangis. Aku melihat perempuan dalam keadaan rambutnya tergantung dan otaknya mendidih. Aku melihat perempuan yang lidahnya terjulur dan disiram dengan air neraka yang panas. Dan sebagian lagi memakan dagingya sendiri, di bawah badan mereka ada api yang menyala, dan sebagian lagi kaki dan tangan dalam keadaan terikat,sedangkan ular dan kalajengking mengelilinginya. Dan wanita yang lainnya dalam keadaan tuli dan bisu dan dia ditaruh dalam peti yang penuh dengan api yang menyala. Otaknya keluar dari hidungnya dan badannya robek-robek sampai terpisah dari tulangnya. Dan berbagai siksaan-siksaan yang aku lihat di sana.” Lalu Fatimah bertanya,”Ya Rasulullah, mengapa mereka di siksa oleh Allah SWT sedangkan mereka adalah wanita-wanita yang beriman?”. Rasulullah menjawab: “Wahai Puteriku, wanita yang digantung rambutnya, adalah wanita yang tidak memakai Jilbab padahal kebenaran sudah disampaikan kepadanya, wanita yang lidahnya terjulur dan digunting dengan gunting raksasa adalah wanita yang menyakiti hati suaminya, wanita yang payudaranya di gantung adalah wanita yang tidak mau tidur dengan suaminya, wanita yang kakinya di gantung adalah wanita yang keluar dari rumah tanpa seizin suaminya, Wanita yang memakan dagingnya sendiri adalah wanita yang merias dirinya untuk orang lain ,wanita yang kakinya diikat dan di kelilingi ular dan kalajengking adalah wanita yang sholat dengan pakaian najis serta tidak mandi setelah haid atau bersenggama. Wanita yang tuli dan bisu adalah wanita yang berbuat zina dan anak-anaknya di serahkan pada suaminya, wanita yang menggunting badannya sendiri adalah wanita yang membanggakan diri sendiri pada orang lain,wanita yang badannya dan mukanya terbakar dan dia memakan ususnya serta semua isi perutnya adalah wanita yang menyuruh orang lain berbuat zina, wanita yang kepalanya kepala babi dan badannya badan keledai adalah wanita yang suka berbohong dan mengadu domba, dan wanita2 telanjang yang bermuka anjing lalu api neraka dimasukkan dari duburnya dan keluar dari mulutnya adalah wanita yang suka bernyanyi ditempat-tempat maksiat ”. Suatu hari Aisyah datang menghadap Nabi dan bertanya:”Ya rasulullah ,siapa yang paling berhak terhadap seorang perempuan?” Nabi menjawab:” Suaminya”. Aisyah bertanya: “siapa yang paling berhak terhadap seorang laki-laki” Nabi menjawab:”Ibunya”. Dalam suatu riwayat Muadz bin Jabal datang dari syam lalu dia sujud dihadapan rasulullah. Rasulullah bertanya:”Apa yang sedang kamu lakukan”. Muadz menjawab:” Ini adalah adat buat kami, apabila seorang pemimpin datang, kami harus bersujud kepada pemimpin tersebut, dan akupun ingin bersujud padamu ya Rasulullah”. Lalu Rasulullah bersabda:”Janganlah kalian bersujud terhadap sesama manusia. Dan seandainya sujud terhadap manusia itu di perbolehkan, maka aku akan memerintahkan perempuan untuk sujud pada suaminya. Dan aku bersumpah atas nama Allah tidak ada perempuan yang mengerjakan hak Allah kecuali dia mengerjakan hak-hak suaminya”. Demikian pula Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah menangis ketika menyaksikan salah satunya cucunya yang nafasnya sudah mulai terputus-putus dan ketika putra beliau Ibrahim meninggal, air mata beliau menetes karena belas kasih beliau kepadanya. Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam menangis ketika meninggalnya Ustman bin Madh’un, beliau menangis ketika terjadi gerhana matahari lantas beliau shalat gerhana dan beliau meenangis dalam shalatnya, kadang pula beliau menangis di saat menunaikan shalat malam. Kerisauan Rasullah kepada kita ummatnya tidak terbatas ruang dan waktu, Beliau sangat mengkhawatirkan kita umatnya hingga dalam sholatnya pun kaki beliau bengkak hanya untuk mendoa’akan bagaimana seluruh manusia bisa selamat.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/wanita-yang-membuat-rasul-menangis.html

Berikanlah Ketulusan Hatimu

============================ Kisah di bawah ini adalah kisah yang di dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana . Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup. Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Pelajaran tentang Hati dan perasaan. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian. Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu. Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter. Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan. Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka.. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya. Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua." Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya." Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian." Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami." Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya. Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya....."Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu." Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT." Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.... Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus berusaha untuk bisa mendapatkannya (apalagi manusia... harus terus berusaha).


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/berikanlah-ketulusan-hatimu.html