Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Minggu, 11 Maret 2012

Bunda Aisyah

============================ Hari-hari indah bersama kekasih Allah dilalui dengan singkatnya ketabahan menghiasi kesendiriannya, guru besar bagi kaumnya, dan pendidikan kekasih Allah telah menempanya. Dia adalah putri Abu Bakar Ash-Shiddiq , yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka memanggilnya “Humaira”. ‘Aisyah binti Abu Bakar Abdullah bin Abi Khafafah berasal dari keturunan mulia suku Quraisy. Ketika umur 6 tahun, gadis cerdas ini dipersunting oleh manusia termulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan perintah Allah melalui wahyu dalam mimpi beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari 'Aisyah radilayallahu 'anha) ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memulai hari-harinya bersama Rasulullah sejak berumur 9 tahun. Mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana Nubuwwah. Rumah kecil yang disamping masjid itu memancarkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun tanpa permadani indah dan gemerlap lampu yang hanyalah tikar kulit bersih sabut dan lentera kecil berminyak samin (minyak hewan). Di rumah kecil itu terpancar pada diri Ummul Mukminin teladan yang baik bagi istri dan ibu karena ketataatannya pada Allah, rasul dan suaminya. Kepandaian dan kecerdasannya dalam mendampingi suaminya, menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedih, menjaga kehormatan diri dan harta suami tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berda’wah di jalan Allah. Aisyah radhiyallahu ‘anha juga melalui hari-harinya dengan siraman ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ribuan hadist beliau hafal. Aisyah radhiyallahu ‘anha juga ahli dalam ilmu faraid (warisan dan ilmu obat-obatan). Urmah bin Jubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisya radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab :”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.” Selain keahliannya itu, Aisyah juga seorang wanita yang menjaga kesuciannya. Seperti kisah beliau sepulang dari perang Hunain, yang dikenal dengan haditsul ifqi. Ketika mendekati kota Madinah, beliau kehilangan perhiasan yang dipinjam dari Asma. Lalu dia turun untuk mencari perhiasan itu. Rombongan Rasulullah dan para sahabatnya berangkat tanpa menyadari bahwa Aisyah tertinggal. Aisyah menanti jemputan, dan tiba-tiba datanglah Sufyan bin Muathal seorang tentara penyapu ranjau. Melihat demikian, Sufyan menyebut Asma Allah lalu Sufyan turun dan mendudukkan kendaraanya tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya kemudian Aisyah naik kendaraan tersebut dan Sufyan menuntun kendaraan tersebut dengan berjalan kaki. Dari kejadian ini, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya menyebarkan kabar bohong untuk memfitnah ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Fitnah ini menimbulkan goncangan dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi Allah yang Maha Tahu berkehendak menyingkap berita bohong tersebut serta mensucikan beliau dalam Al-Qur’anul Karim dalam surat An-Nur ayat 11-23. Diantara kelebihan beliau yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk dirawat di rumah Aisyah dalam sakit menjelang wafatnya. Hingga akhirnya Rasulullah wafat di pangkuan Aisyah dan dimakamkan dirumahnya tanpa meninggalkan harta sedikitpun. Ketika itu Aisyah radhiyallahu ‘anha berusia 18 tahun. Sepeninggal Rasulullah, Aisyah mengisi hari-harinya dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Hadits dibalik hijab bagi kaum laki-laki pada masanya. Dengan kesederhanaannya, beliau juga menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah, seperti puasa Daud. Kesederhanaan juga nampak ketika kaum muslimin mendapatkan kekayaan dunia, beliau mendapatkan 100.000 dirham. Saat itu beliau berpuasa, tetapi uang itu semua disedekahkan tanpa sisa sedikitpun. Pembantu wanitanya mengingatkan beliau :”Tentunya dengan uang itu anda bisa membeli daging 1 dirham buat berbuka?” Aisyah menjawab : ”Andai kamu mengatakannya tadi, tentu kuperbuat.” Begitulah beliau yang tidak gelisah dengan kefakiran dan tidak menyalahgunakan kekayaan kezuhudannya terhadap dunia menambah kemuliaan.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/bunda-aisyah.html

Lelaki Gunung dan Perempuan Laut

Ia mendesah. Beberapa kali menahan nafas. Kadang matanya berkedip menahan desiran angin yang berhembus kencang menabrak wajahnya. Tatkala ia menatap ombak-ombak dihadapannya. Tangan kanannya menggenggam Canon EOS 50 D. Kamera kesayangannya yang selalu menemani ketika berburu sunyi. Mencari ribuan obyek mata hati, mencari makna hidup yang kian kabur dan bias. Di pantai ini, keberadaannya tidaklah sendiri. Ada orang lain dibelakangnya. Jika ia berdiri sembari menatap gulungan ombak yang menari-nari, yang dibelakangnya justru duduk di pasir. Kedua tangannya sesekali harus menutup wajahnya, agar terhindar dari sapuan butiran pasir yang beterbangan. Kadang kala, ia membetulkan jilbab biru lautnya agar tidak bergerak. Sebab, hanya dibagian dadalah, terpasang pin cantik bertuliskan namanya. Sedangkan bagian belakang dibiarkan bebas. Membuat ujung jilbab berkibar, digerakkan angin liar dari arah laut. Perempuan itu, masih takjub memandang laki-laki didepannya. Sudah lama ia menunggu pertemuan ini. Sekian detik, sekian menit, sekian jam, sekian hari, bahkan tahun telah menguras energi berpikirnya. Kadang hatinya meronta, dan berteriak ingin menjerit sekeras-kerasnya. Di pantai. Ya, ingin sekali dirinya mengeluarkan beban sekian tahun disini. Dengan teriakan dan jeritan khas perempuan. Sepuasnya. Tapi hal itu tidak dilakukannya. Ia tahu, suara perempuan adalah aurat bagi laki-laki. Termasuk yang didepannya. Dimana, dirinya sekian lama memanggilnya penuh cinta. Dengan menyebut dia : Kakak. “Dek, kita semakin tua. Beberapa kerabat kita bahkan ada yang sudah pergi mendahului. Mungkin, kakak juga akan menyusulnya. Entah bagaimana caranya....” lelaki itu mendesah. Tak mampu menyelesaikan kalimatnya. “Kak, lama adek menunggumu. Salahkah diri ini jika jujur padamu? Sekian tahun didera kerinduan. Tak pernah melihatmu. Hanya kabar-kabar biasa. Potret usang yang engkau kirimkan, dimana sajakmu selalu menyertai. Selalu aku simpan. Menjadi penguat hati. Menjadi embun sejuk pagi hari.” Detak jantung perempuan itu bergetar hebat. Bahkan debur ombak di pantai pun tak mampu menutupi hawa kepedihan di hatinya. Ia merasa sesak usai mengatakan itu. Berharap, laki-laki yang sekian lama menjadi kakaknya mengakui sesuatu. Menyatakan apa yang ia inginkan. Laki-laki itu menoleh ke belakang sebentar. Tak mungkin memandang paras ayu itu lama-lama. Kemudian mengangkat kameranya, memutar sutter speednya, diafragma, setelah pas ia membidiknya. Sepasang ombak yang berkejaran di hadapannya. Ia abadikan. “Kakak tahu dek. Aku sebenarnya mencintaimu. Tak ada perempuan lain. Tapi, hidup terasa jauh. Ketika aku mengembara ke setiap hutan-hutan dan gunung. Sedangkan engkau, laut. Terbiasa mendengar ombak. Kita terpisah ribuan kilometer. Benar-benar sepi. Kukira, aku mencintai sepi. Dimana Alloh senantiasa terasa dalam jiwaku. Memelukku pada hening malam. Penuh bintang-bintang. Kadang rembulan.” Ia meletakkan kembali kameranya ke tas ranselnya yang kecil. Perempuan itu, menyorot punggung si lelaki. Yang menjadi kenangan. Yang mengajarinya tentang cinta. Pada suatu ketika ia masih belia. “Kak, jika benar engkau mencintaiku. Kenapa tidak lantas menemuiku. Menjemputku dan kita menikah. Bukan dengan cara seperti ini. Hari ini pun aku bimbang. Harus menganggapmu apa. Bahkan engkau tak bersedia menatap kembali wajahku. Sedetik pun.” Wajahnya berlinang airmata. Ia menangis. Entah kenapa ia seperti ini. Yang ia sadari, ia adalah makhluk lemah. Kadang kala pikirannya tertutupi khayalan bernama cinta. “Maafkan kakak dek. Tidak sepantasnya aku sebagai kakakmu seperti itu. Membuatmu menunggu. Sayang ketika kakak akan datang kudengar kabar engkau telah dikhitbah orang. Tak mungkin aku mendatangimu. Pantang aku merebut hak orang. Adalah haram hukumnya bagi laki-laki yg mendatangi perempuan untuk mengkitbah sedangkan ia sudah dikitbah orang lain. Apa lagi ia saudaraku seiman. Aku tidak diijinkan pergi turun gunung oleh ibuku. Bagi kakak, titah ibu adalah perintah Alloh.” Laki-laki itu terdiam sejenak. Memikirkan sesuatu. Sebuah kata-kata yang hendak ia sampaikan. Sebuah beban, sebuah kenyataan. Benar-benar pahit. “Ketahuilah. Aku mencintaimu dek. Sampai kapan pun. Aku yakin, jika hari ini sampai selanjutnya kita takkan pernah bertemu. Maka di syurga kelak kita akan bertemu. Itu pun bila kebaikan kita lebih berat dari dosa kita. Tapi, kakak mohon maaf. Cintaku tak sebesar dulu. Apalagi seluas suamimu.” “Kenapa kak? Apakah ada yang salah?” Perempuan itu menjerit tertahan. Ia tidak ingin suaranya didengar orang-orang yang menjadi pengunjung pantai selatan parang tritis itu.. “Hidup tidak sekadar cinta dek. Ada yang lebih dari itu. Sebuah proses. Jika kau telah mengalaminya berkali-kali pasti mengerti. Aku takkan menjawab pertanyaanmu. Justru akulah yang ingin menanyakan sesuatu padamu. Jika diberi dua pilihan, manakah yang engkau pilih? Dan kenapa? Yaitu: menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi.” “Adek tidak tahu kak. Bila jawaban itu begitu penting buatmu, maka adek lebih memilih opsi pertama. Kakaklah yang adek harapkan menjadi imamku. Pembimbingku, penguat jiwaku. Cahaya hatiku. Percayalah!” “Ya. Sepenuhnya aku percaya padamu. Sayang sekali dek, untuk saat ini pilihan itu kurang tepat. Kau tahu? Keluarga lebih penting. Bukan ambisi pribadi. Jangan kau rusakkan hati dengan masa lalu kita. Toh, aku tetap kakakmu. Meski tidak seakrab dulu.” Hati perempuan berjilbab itu makin perih. Tapi ia sadar, kata-kata kakaknya ada benarnya. Karena status sekarang adalah seorang ibu. Ummi dari dua mujahid kecil yang lucu-lucu. “Dek, jika ingin sempurna kebahagiaanmu. Maka pilihlah opsi kedua. Cintailah orang yang menikahimu. Maka, opsi pertama akan muncul setelahnya. Insya Alloh barakah. Karena kakak yakin, Alloh pasti memberikan kemudahan untukmu. Biarlah kakak mengarungi hidup sendiri. Bagiku, kau takkan terhapus waktu. Adekku satu-satunya, inspirasiku. Puisi Illahiku. Pulanglah ke suamimu. Sampaikan maafku dan salam padanya.” Lelaki itu mencoba menghibur perempuan yang sekian lama menjadi adiknya. Ia sedih. Bahkan lebih sedih dan sakit daripada perempuan itu. Tapi ia tidak mau berlarut-larut dalam kisah melankolis yang membabat ulu hatinya. Baginya, ia bahagia sendirian. Ia merasa cukup dengan kesunyian. Dengan Alloh di hamparan alam. Dimana ia berjuang sendirian dalam dinginnya udara gunung dan terjalnya batu cadas tebing perbukitan. Perempuan itu lantas berbalik. Beberapa detik kemudian, laki-laki lain mendatanginya. Perempuan itu lantas memeluknya. Pedih, dan ia ingin menangis keras. Tak peduli didengar para pengunjung pantai. Bahkan, ia tak peduli lagi dengan laki-laki tadi yang dianggap kakaknya. “Bagaimana, istriku. Sudah puas main di pantainya? Sudahlah jangan dipikirkan lagi. Mari kita pulang. Anak-anak sudah menunggu dirumah.” Dua orang itu lantas lenyap perlahan. Ditelan ombak yang menutupi gerak-gerik kapal yang ditumpanginya. Menanggalkan jejak masa lalu. Meninggalkan kenangan lelaki itu. Lelaki yang ditinggal sendirian terpaku menatap lautan luas. Hatinya sedih dan terenyuh. Sebutir kristl bening mengambang disudut matanya. Ia bahagia melihat orang yang dulu dicintainya kini telah menemukan pelabuhan hati yg sebenarnya. Sedangkan dirinya..? “ Aku cukup bahagia dengan kesendirianku bersama Allah. Aku tidak ingin mengalahkan cintaku kepadaNya. Jika Dia mengambil cinta itu dariku, itu berarti Dia ingin aku lebih dan lebih mencintaiNya. Allah..hanya engkau yang aku cintai, diatas segalanya..” kemudian ia melangkah tegap meninggalkan pantai itu. Pergi dengan keyakinan dan azzam yang kuat bahwa cinta kepada Allah tidak akan menimbulkan sakit hati di batinnya meskipun orang yang ia cintai sudah menjadi milik orang lain. Dan kini ia sudah membuktikannya sendiri, tidak ada yang namanya patah hati jika kita menempatkan Allah ditempat yg tertinggi di hati kita.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/lelaki-gunung-dan-perempuan-laut.html

Ikhwan Nyebelin !

============================ Hehehe, judulnya provokatif banget ya, punten nih buat para ikhwan, bukan maksud hati ngajak kalian ribut, tapi apa dikata, aku sedang kesel ama seorang ikhwan. Siapa dia? Yap, panggil saja dia : IKHWAN NYEBELIN! Jadi begini ceritanya sodara-sodari.. well, udah naluri setiap wanitah di dunia ini lah ye ngeliat ikhwan tuh kagak dari tampangnya doang, tapi yang namanya perempuan lebih suka melihat sisi 'afektif', daripada materi (e.g : uang, fisik, dll) semata. Gak percaya? Ya bisa ngeliat sendiri lah ada orang yang mungkin kalian bisa bilang biasa aja, tapi ceweknya boo' super duper cuanteks. Ya toh? Padahal parah banget dan tetot alias salah besar kita menilai orang cuma dari penampilannya. Ampe-ampe ada pepatah mengatakan : Don't judge a book by its cover. Jangan menilai buku dari sampul / covernya. Yaa, aku bukan menyuruh kalian milih buku yang sampulnya jelek, yaelah, itu pan cuma pepatah kaleee.. hheu. Maksud tuh pepatah, kita tuh di dunia ini jangan menilai sesuatu dari tampilan luarnya aja, tanpa kita tahu bagaimana dalam atau isinya. Ok lah ada cewek cantik banget, tapi belum tentu dia baik sifatnya. Ada yang biasa aja, tapi semua lengket ama dia. Jadi teringat nasihat yang sering Ayah dan Ibuku lontarkan ke anak-anakya: "Kalian jangan meremehkan orang-orang yang kalian anggap di bawah kalian, bisa jadi mereka nanti lebih sukses dari kalian, bisa jadi mereka lebih mulia di mata Allah dibanding kalian..." Ok, back to the topic, sebenernya bukan itu inti yang mau ku bicarakan, heheh... Jadi aku sebel ama ikhwan yang ada ada di cerita di bawah ini : Usut punya usut, katakanlah ada akhwat namanya Fulanan, nah dia itu mengenal sang ikhwan dari sebuah situs internet. Seiring berjalannya waktu, Fulanah itu pun mulai merasakan benih-benih cinta tumbuh dengan subur di taman hatinya, hehe.. cieh ahem. Kok bisa? Padahal Fulanah tersebut bahkan melihat wujud sang ikhwan misterius itu aja belum pernah, kok bisa-bisa dia jatuh hati? Ternyata sodara sodari, itu semua dikarenakan kebaikan hati, keshalihah, dan kesempurnaan akhlak si ikhwan tersebut. SMS bergelimpangan banyaknya di HP kedua belah pihak. Ya pokoe begitulah, dan cinta Fulanah pada ikhwan tersebut makin menjadi, tapi belum dapat mereka labuhkan ke dalam pernikahan karna ada beberapa hal yang menghambat. Pas ditanya seseorang: "Fulanah, apakah ikhwan itu juga mencintaimu?" "Saya belum tahu, saya tidak berani menanyakan, tapi dia seperti memberi harapan, sangat nampak bahwa dia membuka peluang untuk saya..." Gubraaaaaaakkkkkksssssssssssss! Toeeenggssss, sedih ya? hehe.. Laki-laki di mana pun sih emang nyantai bawaannya, tapi kalo perempuan pan kebanyakkan menganggap pernyataan dan status itu perlu *well, gak bisa dipukul rata semua perempuan dan laki-laki gitu sih :D*. Setahun pun berlalu... mereka belum juga bisa melabuhkan cinta. Huhuh, kasian... Makin lama mengenal ikhwan tersebut, Fulanah masih menganggap baik ikhwan misterus itu. Mereka masih berhubungan walau intensitasnya jauh berkurang. Keduanya mengikrarkan bahwa apa yang telah mereka lakukan selama ini salah, dan memasrahkan semuanya pada taqdir yang sudah tuntas tercatat. Dan akhirnyaaaaa, sodara-sodara, Fulanah itu tau bahwa tak hanya dia seorang yang mencintai ikhwan tersebut! Oalaaah... Banyak akhwat lain yang menaruh hati pada ikhwan misterius itu. Dan satu hal lagi pula, ikhwan tersebut juga memberi harapan-harapan pada akhwat-akhwat laen yang mencintainya, ikhwan itu berhubungan dengan semuuuuuua akhwat. Ampuuunnn... finally, Fulanah itu shock. Mana yang katanya SHALIH tapi TEBAR PESONA ama semua akhwat??? Pake acara ngegombal sambel, menebar janji2 palsu, menggantungkan harapan-harapan semu untuk para akhwat itu! Huuuhhh, mangkel deh ama ikhwan yang kayak gitu! Fulanah pun mundur. Dia tahu, dia sadar, bahwa IKHWAN JUGA MANUSIA! Hehe... Dan berjanji, kalau ada ikhwan yang memang serius dengannya, langsung aja tantang, "KAPAN LU BERANI NIKAHIN GW?!" *kok malah kayak mau malak ya :p* Ya begitulah kisah ikhwan nyebelin itu, hehe... Sebelum icha di protes ama para ikhwan, aku mau klarifikasi dulu bahwa memang TIDAK semua ikhwan kayak gitu. Ada kok ikhwan yg gak sperti itu, masih banyak ikhwan yg benar2 menjaga akhlak dan hatinya serta tidak gampang obral janji kepada akhwat meski hanya sebatas di dunia maya. For ikhwan yang nyebelin maupun yang nggak (baca : belum) nyebelin : Jangan ngaku shalih tapi mau aja deket ama semua akhwat! For akhwat yang jadi korban maupun yang belum *semoga nggak* : Mending kalo kecantol ama ikhwan dan ikhwan itu memberikan lampu hijau, mending gak usah deh berlama-lama, langsung ajak nikah aja,atau tempuhlah jalur yg syari dan diridhoi yaitu taaruf yg benar2 taaruf. ocehoceh, hati tenang karna udah jadi hak milik...?! Tulisan singkat ini juga ingin sedikit mengingatkan kepada sahabat semua, bahwa percintaan yang berawal didunia maya tanpa kalian tahu benar siapa dan bagaimana orangnya adalah banyak boongnya, ada seh yg benar tapi perbandingannya adalah 1 diantara 1000. ( Sebuah LSM di kota SOLO pernah mensurvei hal ini, dan hasilnya diantara 80 ikhwan yg di wawancarai hanya 4 orang yg benar2 shalih dan serius dalam menjalin hubungan lewat dunia maya ) Sekian dan terima kasih. -------------------------- Based from True Story, mohon maaf bila terdapat kesamaan atau kemiripan cerita, bener deh cerita ini udah ku dapat dari sumber yang terpercaya, nama disamarkan demi kebaikan para pelaku *hhe*. Untuk teteh Fulanah yang jadi korban, sabar sabar aja ya... ada ganti yang lebih baik insya ALLAH :) Barakallahufikum..


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/ikhwan-nyebelin.html

Janji Venus ( Part 1 )

=========================== Pekat langit sudah sempurna. Menyambutku yang baru saja tiba di kota ini. Kota tempat seribu satu kenangan tumpah ruah bersama tawa yang masih bersisa. Sisa dari gema tawa yang kami lontarkan beberapa tahun lalu. Serasa sudah seabad lamanya waktu itu. Aku edarkan pandang ke sekelilingku. Tempat ini masih sama. Sangat sama. Langit yang pekat namun bercahaya oleh sinar bulan yang bulat sempurna. Cantik. Rasa cemburuku akan cantiknya seakan tak hilang walau sudah beberapa tahun berselang. Bintang yang berkelip genit, seakan menggodaku untuk terus memandanginya. Terus ku telusuri seluruh langit malam saat itu, mencari kenanganku yang sudah lama hilang dikunyah usia. “Sudah kita pulang yuk, Nak…”, ajak Ibu lembut. “Belum ketemu, Bu…”, tolakku halus dengan masih sibuk mencari serpih kenangan yang entah masihkah tersisa untukku. Aku tak pernah ceritakan masalahku pada Ibu. Pada siapa pun. Ini hanya antara aku dan dia. “Cari apa sih, Nak? Kita baru saja sampai kamu kok ngajaknya langsung ke pantai, gelap gini pula…” “Nggak. Aku kangen aja Bu ama pantai ini. Ibu tahu kan dulu aku paling suka kesini…” “Tapi mbok ya pagi-pagi saja toh Nak, sesudah sarapan kamu minta antar Pak Yusuf, kan masih bhsa…” “Nggak…” “Ya wis kalau gitu. Ibu tunggu di mobil ya, kasihan Ayahmu capek, jangan lama-lama nanti masuk angin…” Aku masih mematung di tempat yang sama. Mendengar langkah ibu yang semakin menjauh. Laut yang sedang pasang dan angin yang berhembus ke arah laut merayuku untuk ikuti mereka. Dingin. Gigiku menggeletuk. Badan menggigil, merengek. Aku tak peduli. Aku mencari puzzle yang sudah lama ku tinggalkan di pantai ini. Bertanya sendiri, di mana? Aku masih sibuk mencari kenanganku. Di mana barat, timur, utara, atau selatan, aku tak tahu, aku hanya mencari kenanganku walau entah di mana ia. Kenangan yang mengusik jiwaku beberapa tahun ini. Tega sekali kau membuatku begini! Aku mulai linglung, airmata sudah siap tumpah. Di mana? Di mana kenangan itu? Aku mulai letih mencari, sedangkan yang dicari tak tampak sama sekali. Aku mohon muncul lah! Apa kau tak tahu aku menunggu datangnya hari ini tapi kau malah sembunyi, mengecewakan! Langit mentertawakanku. Menyembunyikan apa yang ku sebut… kenangan. Aku tak peduli. Terus ku telanjangi langit agar mau menyuguhkan apa yang ku harap ada. Mencoba bersabar, berharap Sang Sutradara mau membujuk langit untuk berhenti bermain-main. Aku sudah lelah! Bayangnya begitu melekat, dan itu sungguh menyiksaku. Aku tetap bertahan mencari, tak peduli walau waktu semakin pagi. Ku lirik jam tanganku. Pukul setengah 3. Kasihan Ayah, perjalanan panjang tadi beliau bergantian menyupir dengan Pak Yusuf, supir yang sudah seperti keluarga itu. Aku menyusuri pantai itu. Gelap dan senyap sekali. Ya Allah, tempat ini masih sangat sama seperti beberapa tahun lalu. Aku berusaha mencari pojok kenanganku. Tempat di mana aku dan dia habiskan waktu terakhir. Dulu. Dulu sekali. Berapa tahun? Entah. Aku sudah tak mau memikirkan berapa tahun aku merindukannya. Menangis sebelum tidur berharap memimpikannya. Yang aku inginkan sekarang adalah menemuinya sebelum selesai semua sandiwara ini. Langit menyerah. Mempersilahkanku melihat moleknya. Dan kenanganku itu…. Ada. Aku lemas saking bahagianya. Langit yang pekat namun bercahaya oleh sinar bulan yang bulat sempurna. Amis laut yang menyenangkan. Di tempat yang sama. Dan satu kenangan yang tidak bisa ku lupakan. Hiasan Venus dan Merkurius menggantung di sana. Indah… Menggelitikku untuk tersenyum, juga menangis. Bahagia, rindu, sedih, lega, semua bercampur menjadi tak keruan bentuknya di relung jiwa. “Gadis kecil, sedang apa di sini, gelap-gelap kok sendirian di pantai?” “Lihat bintang, kak…” “Yang mana?” “Itu yang ada dua, yang paling terang dari semua bintang, cantik loh kak..” “Itu bukan bintang dek, itu planet…” “Planet?” “Iya, Venus dan Merkurius…” “Kakak ini kok tahu?” “Ini tempat kakak sering habiskan waktu…” “Aku mau jadi yang paling terang itu. Merkurius…” “Itu venus…” “Ah masak sih?” “Iya, yang atas dan lebih terang itu venus, biasa disebut juga bintang senja atau bintang fajar. Yang di bawahnya itu merkurius.” “Ya sudah, kakak jadi venus aku jadi merkuriusnya ya…” “Nama adik siapa?” “Merkurius…” “Ya sudah dipanggil Meri saja ya biar lebih singkat.” “Nama kakak siapa?” “Venus…” Aku tersenyum sendiri mengingat kenangan yang tertayang begitu saja. Berusaha mengingat suaranya yang hangat. Awal perkenalanku yang menyenangkan. Rumahku dulu memang tak jauh dari pantai. Di sana lah kenangan menjadi terjabarkan tak dapat ku cegah. “Kakak, boleh gandengan nggak?” “Hah?” “Habisnya Meri dari dulu pingin punya kakak, tapinya Ibu malah ngasih Meri adik. Meri pingin kayak temen-temen Meri, ke sekolah bareng sama kakaknya lah Meri malah gandengan ama Dek Ghifa yang ngerengek terus minta beli balon tiap pulang sekolah…” Senyumnya nampak di pelupuk mataku. Sempurna. Tanpa cela satu pun. “Meri dan kakak sudah gede, nggak boleh pegangan tangan, kata guru ngaji kakak kita bukan muhrim…” “Muhrim itu apa kak? Meri nggak ngerti…” “Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, tidak boleh bersentuhan, karena itu dosa hukumnya. Kecuali kalau Meri adik kandung kakak, baru boleh gandengan.” “Yah, berarti selamanya Meri nggak bisa gandengan ama Kak venus, padahal Meri mau nunjukkin ama temen-temen kalau Meri juga punya kakak..” Masa kecil yang menyenangkan. Diriku yang masih bertingkah kanak-kanak dapat diimbangi oleh Kak Venus yang kalem dan dewasa. Saat itu aku masih kelas 6 SD dan Kak Venus kelas 2 SMA. “Tapi Ayah Ibu kok boleh gandengan kak? Padahal kan Ibu bukan adik kandungnya Ayah…” “Meri, seorang perempuan yang sudah dinikahi oleh laki-laki menjadi halal hukumnya ke lelaki itu.” “Kalau kayak gitu kita nikah aja kak.. biar bisa gandengan.” Aku tertawa sendiri dalam tangis. Pecah sudah. Mentertawakan polosnya sifat kanakku. Kak Venus saat itu hanya tersenyum. Diam. “Kakak, Meri mau kabur!” “Ada apa?” “Meri mau ke pantai…” “Pagi-pagi gini?” “Biar aja, Meri sebel sama Ayah Ibu! Meri benci…” “Meri, tenang dek, ada apa?” “Ayah katanya pindah kerja. Semua ikut pindah ke sana. Meri nggak mau. Kata Ibu jaraknya jauh dari sini. Meri nggak mau, Meri mau di sini aja sama Kak Venus!” Dulu, belasan tahun yang lalu, aku pindah dari kota ini. Meninggalkan indah kenangan yang sudah terlanjur tertanam. Akarnya sudah merambat panjang dan dalam. Sudah sulit untuk mencabutnya. " Meri, di dunia yang berbeda Kau bisa temukan Kehidupan menamparmu dengan keras, Mengajarimu memeluk harap, Melukis bayang cita di kaki mimpi. Bagiku menemukan cinta Tak sekedar rasa bahagia Tapi pula datang sang duka... Bahagia karena saat ini masih dapat bersama cintanya, Duka karena takut esok tak ada lagi cinta bersamanya. Seperti Venus dan Merkurius itu. Sekarang, Mereka seperti kakak adik yang enggan dipisahkan. Tapi bisa jadi sebentar lagi, Tuhan memisahkan keduanya. Kau dan aku hanya pemeran Kuncinya ada pada sang Sutradara kehidupan.. Tunggu saja sampai ambang waktu, Kakak pasti datang menjemputmu…” Tangisku sudah habis pagi ini. Langit pekat yang sama. Bulan yang sempurna bulat. Amis laut yang menyenangkan. Tempat yang sama dengan belasan tahun lalu. Tapi tanpamu. Kau tak juga datang untuk memenuhi janji yang sudah mengendap lama. Yang membuatku kuat untuk terus berharap. Mungkin sekarang janji itu sudah lapuk. Sudah habis masa berlakunya. Aku sendiri, merutuki dingin dengan masih memainkan bayangmu di benak. ---------------------------------------------------------------------------------------------- "Meriiiiii...", teriakan nyaring dengan aksen yang khas menjedot ruang langit. Suaranya yang membahana sontak membuatku menoleh. "Fia...", aku yang masih terkaget dengan teriakannya itu menyahut pelan, ragu, takut melakukan kesalahan setelah sekian lama tak bersua. "Fi.. Fiaaa...", aku mengulang menyebut namanya, setelah yakin orang yang menyapaku itu benar adanya. Afia Anisa. Teman sebangkuku ketika SD dulu. "Wah, Meri, kok bisa ada sini? Kapan sampai? Ih, kangen deh!", Ia langsung memelukku erat. Cerocosannya membuatku tersenyum. Ia masih sama. Fia yang cerewet dan ceria. "Hehe, iya ya. Kangen juga aku Fi ama kamu. Aku sampai tadi pagi jam 3..", jawabku berusaha menanggapi dengan seriang mungkin. "Kemana aja kamu Mer? Kok bilangnya waktu itu mau main ke rumah saudara, tapi belasan tahun ndak pulang-pulang, piye toh Mer!", protesnya sambil menahan tawa. Melihat wajahnya yang sumringah teringat masa indah dulu. Fia yang sering memohon untuk menyalin PR di sekolah karena tidak bisa mengerjakan tugas di rumah karena kakak-kakaknya sering mengusilinya. Walaupun aku tidak tahu itu benar atau hanya alasannya saja. "Meri, aku nyalin PR mu yo! Mas Tyo ama Mas Adnan ndak berenti ngusilin aku terus, aku jadi ndak bisa belajar!" Aku tersenyum mengingat perilaku Fia kecil dulu. "Aku pindah ke Irian Fi. Ayah pindah tugas kesana. Maaf aku bohong waktu itu, sedih rasanya ninggalin kota ini...", lirihku parau. "Ya wis toh Mer, ndak papa, yang penting sekarang kamu balik lagi ke sini, ya toh?" Aku tersenyum tak berani mengiyakan. Aku hanya ingin menyelesaikan kisahku sebelum semua terlambat, sebelum taqdir menggerogoti sisa usiaku. Aku berbisik dalam hati. "Fia makin cantik aja nih, ayu...", aku mengalihkan topik pembicaraan sembari memperhatikan paras Fia yang memang makin nampak keanggunannya, melenyapkan gurat masa kanaknya. "Bisa aja kau Mer. Kayaknya Meri makin kurusan nih, diet ya Bu...", candanya, membuatku tertawa. "Nggak, biasa lah, sakit...", jujurku membuat Fia menggoreskan gurat prihatin. "Sing sabar Mer, Insya Alloh jadi penggugur dosa...", hiburnya. "Iya Bu Ustadz..." "Ih, iseng!", tinjunya pelan di pundakku. "Wis ketemu ama Mas Rasyid durung Mer?", tanya Fia tiba-tiba. "Siapa? Mas Rasyid?", tanyaku heran. Tidak mengenal nama yang ditanyakan oleh Fia. "Oalah Mer, lama ndak ketemu tapi mbok ya jangan dilupain toh mas mu itu...", ucapan Fia makin membuat mukaku bertekuk. Mas Rasyid? Siapa dia? Apakah dia juga orang yang pernah menggoreskan kisah pada buku kehidupanku? >>>To be continued *jangan penasaran ya siapa mas-mas itu :p, nantikan jawabannya seminggu lagi, hehe lama amat cha..? suka-suka penulisnya dong xixixi ( becanda )* Barakallahufikum...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/janji-venus.html

Diantara Tiga Cinta

============================== Menatap semburat lembayung di langit Baru kusadari betapa berharga kenanganmu Saudariku seiman yg terhanyut arus waktu Cantik dan mekar mendewasa, semarakkan keheningan lubuk Bilakah kita menangis bersama..? Mengakui dosa-dosa dan menatap keagungan Allah di rumahNya..? -------------------------------------------------------------------------------------------- Sebait puisi tadi adalah yg kini kubaca dalam genggaman tanganku. Puisi yg dia berikan padaku setahun lalu. Puisi yg menandakan kecintaannya kepada Rabbnya melebihi segalanya. Bahkan dia bilang kecintaanya kepadaku menempati urutan nomor 3 setelah Allah dan keluarganya. Kini aku menatap wajahku di dalam cermin. Jilbab putih berbahan satin yang membingkai wajahku memperkuat auraku. Riasan tipis yang kusapukan di pipi membuatku nampak mempesona. Namun tetap tak mampu menutupi mendung yang menggaris di wajahku. Namaku Fara Listiyani. Hari ini, beberapa menit lagi aku akan menikah. Tetapi bukan dia yg akan menikahiku, tapi orang lain. Seseorang akan membaiatkan perjanjian suci yang katanya maha dahsyat. Detik dimana awal dari kehidupan baruku. Namun aku berduka. Karena dia yang akan melafazkan ijab bukan dia yang bersemayam di dalam hati ini. Dia yang akan menyematkan cincin di jemariku bukan dia yang tersemat dalam doa – doaku. Dia adalah orang lain yg tidak aku cintai. Rabbi......jikalau memang bukan dia yang menjadi jodohku Maka mudahkanlah hati ini untuk melepas segala rasa di dada Ya Alloh...aku menerimanya karena semata untuk menyelamatkan izzahku. Menyelamatkan kehormatanku yang terancam. Aku menerimanya semata karena menjaga kesucianku. Bukan karena rasa yang engkau anugerahkan kepadaku untuk dia yang lain. Ya Alloh....mungkin ini yang terbaik untukku menurut Mu. Namun hati ini, masih sulit untuk menerima semuanya. Hatiku masih berat. Lalu terdengar pintu kamarku di ketuk dari luar. " Siapa?" aku segera menghapus airmata yang membasahi pipiku. Sial...membekas di sana. Bedak tipisku hancur. " Ini Mbak Citra Dek " aku langsung membuka pintu. Dan dia berdiri sembari tersenyum manis seperti biasanya. Teduh. Dia langsung kaget melihat parasku. " Anti kenapa De?" dia membimbingku ke pembaringan dan mendudukanku di sana. Akhirnya ku tumpahkan tangisku di peluk hangat tubuhnya. Ku curhakan segala sesak di dadaku sampai tak kusadari airmatanya menetesiku. " Kenapa anti tak pernah bilang pada Mbak? Sekarang apa yang bisa mbak lakukan untuk anti?". aku menggeleng. " Biarlah.....aku menjalaninya mbak....ini sudah tertulis sejak dulu untukku " aku menyusut airmataku. Mbak Citra mengeluarkan ponselnya. " Telfon dia De, sebelum anti menjadi milik orang " aku menatapnya tak percaya. Mbak Citra yang idealis, bahkan menyuruhku meneleponnya di detik – detik terakhir. " Keluarkan semua yang ada di dadamu ke dia " aku segera meraih ponsel yang ia sodorkan dan memencet dua belas digit angka. Terdengar nada tunggu dan di 10 detik kemudian diangkat. " Sebentar lagi Fara menikah Kak, tapi sampai detik ini Fara masih menunggu kakak. Jaga diri baik – baik, maafkan Fara ". klik...langsung ku putus. Aku tak ingin ia mendengar isakanku. Mbak Citra mengusap bahuku lembut, "ayo mbak Bantu membenahi riasanmu " aku manut dan diam saja ketika dia kembali membenahi riasan wajahku. Dan...sampailah puncaknya. Tak kala seseorang mengucapkan lafaz itu. Ijab Qabul pun terucap sudah. Saat seseorang membawaku ke perjanjian mistaqa ghaliza. Perjanjian agung itu. Air mataku mengalir. Bukan haru tapi kesedihan. Aku harus melacurkan diriku dalam bingkai pernikahan. Aku....aku.......ah tak bisa ku lukiskan bagaimana perasaanku. Dan di ruangan ini kembali, di ruangan kamarku. Saat malam tiba. Dan aku tinggal berdua dengannya. Seorang lelaki yang kini berstatus sebagai suamiku. Aku terdiam di samping tempat tidurku yang di hias dengan indah. Malam sudah semakin larut. Namun di luar kamar masih ramai. Tiba – tiba pintuku di ketuk. " Assalamualaykum.....ana boleh masuk Ukh?" suara di luar terdengar jelas. " Walaykumsalam....ndak di kunci " dan seraut wajah berjenggot tipis muncul dari balik pintu. Dia suamiku kini. Tersenyum kepadaku. Shalat sunnah sudah ku tunaikan tadi siang. Tentu saja bersamanya. Dia mendekat ke arahku, namun ku beringsut ke sisi jendela. " Kenapa Mas ingin menikah denganku?" tanyaku tiba – tiba. " Karena Mas ingin menjaga kesucian Mas, karena Mas sayang sama Fara dan karena Mas tahu Fara butuh seseorang yang melindungi izzah Fara". aku menghela nafas. " Mas tahu kan? Bagaimana perasaan Fara?". dia mengangguk. " Mas tahu, tak ada rasa cinta sedikitpun untuk Mas di hati Fara. Semua terserah Fara, Mas hanya ingin membahagiakaan Fara". " Jangan sentuh Fara Mas, Fara belum siap " dia menunduk. Kami sama – sama terdiam. Bermain dengan angan kami masing – masing. Aku menghapus airmata di pipiku. " Sudah malam, tidurlah Mas. Pasti hari ini melelahkan untuk Mas. Biar Fara tidur di sofa saja " aku mengambil bantal berniat memindahkan ke sofa di samping jendela. Tapi dia menahan tanganku, sejurus kemudian ia menarik tangannya. " Afwan Ukh " aku hanya diam saja dingin." Biar ana saja yang tidur di sofa, anti di tempat tidur saja " tanpa menunggu jawabanku dia langsung beranjak ke sofa. Aku tak melepas jilbabku . Lampu pun tak ku matikan. Risih rasanya berada satu ruangan dengan orang asing. Ya Allah masih asingkah dia bagiku? Bukankah ia seharusnya menjadi pemilik tulang rusuk ini? Dia adalah suamiku sendiri. Air mataku kembali menetes. Ya Rabb....... Bayanganku kembali melintas sosoknya. Sosok sederhana dimana aku melihat diriku dalam sosoknya. Dia yang seringkali memarahiku. Dia yang aku cintai. Harusnya aku sabar menunggunya namun keadaan yang memaksaku. Ya Alloh......Hatiku masih mengharapkannya. -------------------------------------------------------- Aku merebahkan tubuh di sofa, ingin rasanya aku menangis. Tapi aku laki – laki, tak pantas menangisi hal seperti ini. Dia yang kini kucintai sepenuh hatiku menolak untuk kusentuh. Bahkan aku tahu di hatinya tak ada tempat untukku. Karena bukan aku yang dia cintai. Dulu aku menyayanginya. Gadis kecil yang tegar dan ceria, aku sudah jatuh hati kepadanya sejak pertama kali aku mengenalnya. Sampai hari ini saat aku membawanya ke pernikahan agung. Aku semakin mencintainya. Dia selalu mengalir dalam detak jantungku bersama nadiku. Dia ya dia....yang sekarang menjadi istriku. Aku tahu pasti bagaimana kehidupannya. Dan juga keluarganya. Aku hanya ingin membuatnya tersenyum. Itu saja. Yang lain tak akan pernah kupikirkan.Yang ku pikirkan hanyalah bagaimana aku mengeluarkan dia dari rumahnya dan menyelamatkan dia dari ayah tirinya yang kejam dan menyiksanya tiap hari. Aku hanya ingin membahagiakannya. Hanya itu. Aku tahu dia mencintai seseorang dan seseorang itu pula yang juga mencintainya. Sedang orang itu belum bisa saat ini melindunginya. Dan aku tak mau melihatnya terlalu lama hidup dalam neraka dirumahnya bersama ayah tirinya. Aku tahu, ini menyakitkan bagi kami bertiga. Tapi aku berjanji, andai ikhwan itu siap, aku bersedia merelakan Fara untuknnya. Membahagiakan Fara dengan jalan apapun. Saat ini biarlah ku jaga Fara. Menjaga dan membuatnya tersenyum sudah cukup bagiku. Melihatnya baik – baik saja di dekatku itu sudah cukup bagiku. Aku melirik jam di dinding. Jam setengah dua belas. Ku lihat di atas pembaringan Fara sudah terlelap. Ah bahkan ia pun tak mau melepas jilbabnya. Aku memang orang lain untuknya. Aku mengambil jaket yang tersampir di belakang pintu.Ku pandang wajah Fara sejenak. Tidurnya pulas dan tenang. Bahkan terlihat begitu damai. Ingin sekali ku usap wajahnya itu namun aku tak berani. Aku takut dia terbangun dan marah padaku. Dengan pelan ku buka jendela kamarku. Aku melompat ke semak – semak kemudian langsung turun ke jalan. Aku berlari menjauhi rumah. Dan ku stop angkot yang lewat.Tak sampai 20 menit aku sampai di sebuh rumah kos. Ku ambil hp. " Assalammualaykum. Udah tidur akh? Bisa keluar ke jalan nggak?" langsung ku tutup. Beberapa saat seorang ikhwan sebaya denganku membuka gerbang rumah. " Fainan?" pekiknya kaget. Aku tersenyum. " Temani ana jalan - jalan ke alun – alun malam ini ya?". aku menggandengnya. Yah....aku bersama Hanif. Dialah sahabatku, ikhwan yang di cintai istriku. Dialah ikhwan yg mencintai Fara dan Fara mencintainya. Dia nampak kebingungan. Di bawah pohon beringin aku dan dia duduk bersama. Memandang bintang. " Ana sama sekali tak menyentuhnya. Tenang saja saudaraku.." ucapku lirih. " Maafkan ana Akh...karena ana yang berada di hatinya dan membuat antum seperti ini " ujar Hanif. Aku hanya tersenyum. " Ana akan menjaganya, sampai antum siap tegak menjaganya " kataku lagi. " Ya Allah...apa antum sudah gila akh? Permainan macam apa ini? Ana sudah mengiklaskannya " hanif berkata kaget. " Antum mau kan membahagiakannya kelak?" tanyaku. Dia menggeleng tegas. " Tidak...tak pantas aku mengharapkan istri orang", balas Hanif. " Tolong akh...." Aku memohon dengan sangat. Hanif malah menangis memelukku. " Aku juga sangat mencintainya Akh...sangat..!! Sampai aku merasa berdosa kepada Nya. Tak pantas rasanya memiliki perasaan kepada seorang yang bukan mahramku dan sudah menjadi istri orang. Tapi aku ingin ada yang menjaganya dan aku tak bisa untuk saat ini. Hanya engkaulah lelaki yg pantas mendampinginya saudaraku Fainan, karena itu aku mengikhlaskannya untuk antum " kata hanif dgn mata basah." Cinta itu bisa di tumbuhkan. Percayalah Fai...yang di butuhkan hanya kesabaran antum, Percayalah..!" lanjutnya. Aku dan dia berbagi hati. Sampai dini hari dan aku harus pulang. Aku takut kalau Fara bangun dan dia tak melihatku di sofa. Aku memeluknya erat. Sahabatku, maafkan aku... -------------------------------------------------------- Aku menyiapkan nasi goreng untuk Mas Fainan. Sebentar lagi dia berangkat kerja, sampai malam nanti. Dia kuliah malam. Kami sudah mengontrak rumah sendiri. Tapi seperti biasa, kami selalu diam. Hanya sesekali kami berdiskusi bila ada hal yang penting.Dia sudah duduk di meja makan takala aku mengeluarkan nasi goreng. Aku belum membuatkan dia teh hangat. Dengan cepat ku siapkan juga minumnya. " Syukron Ukh " aku mengangguk. Seperti biasa aku hanya diam. Dia menghabiskan sarapannya dalam diam. Sementara aku masuk ke kamar dan berganti gamis juga jilbab. Aku mau ke kampus. Saat aku mau berangkat berbarengan dengan dia. " Mau ke kampus?" tanyanya. Aku mengangguk. Kami keluar rumah bareng. Menunggu angkot juga bareng. Bahkan naik angkot yang sama. Tapi tak ada satupun yang tahu bahwa kami adalah suami istri. Tak berapa lama ada sepasang suami istri yang masuk. Mesra keduanya bergandengan tangan. Bahkan bercengkerema dengan asyik di dalam angkot. Kampusku semakin dekat. Ku panggil dia. " Mas, Fara duluan. Assalamualaykum. Depan stop ya Bang " langsung ku cium tangannya. Dia nampak speechless, aku tak pernah melakukan ini sebelumnya. Spontan saja yg kulakukan tadi. Sorenya aku kehujanan saat pulang. Ku rasakan tubuhku menggigil kedinginan. Aku pusing. Ku rebahan di sofa ruang tamu. Antara sadar dan tak sadar kurasakan seseorang menggendongku.,emindahkanku ke kamar kemudian mengompresku.Menyelimutiku dengan selimut.Tengah malam ku tersadar. Mas Fai tertidur di sampingku. Di sampingnnya ada baskom air dan kain handuk. Dia menjagaku. Aku menatap wajahnya yang begitu dekat denganku. Bahkan aku sampai merasakan desahan nafasnya. Wajahnya yang bersih, jenggot tipisnya dan bibirnya yang selalu tersenyum. Aku merasa bersalah padanya. Aku merasa sangat berdosa menyiksanya seperti ini. Dua bulan pernikahan kami. Tapi aku masih dingin kepadanya. Bahkan sehelai rambutkupun ia tak pernah tahu.Mas Fai..maafkan aku. Dihatiku masih dia yang bersemayam kuat. Sulit tuk kulupakan. Bahkan aku masih berharap dia yang sekarang di rumah ini. Di sampingku. --------------------******************--------------------- Pulang dari kajian rumah nampak sepi. Ku cari buku 'Menjadi Pembela Islam' di kamar. Tak ada. Tak kulihat Fara di rumah. Ku obrak abrik kamarku. Oh ya buku itu di pinjam Fara. Ragu ku melangkah ke kemarnya yan berada di sebelah kamarku. Ku putar gerendel pintu tak di kunci. Mungkin dia pergi. Ku langkahkan kaki menuju rak buku. Aku jarang masuk ke kamarnya. Aku takut dia marah. Nanti jika dia ada aku akan memberitahu dia. Ku susuri satu persatu susunan buku. Mencari buku berwarna biru. Di bagian atas tak ada, ku susuri namun tak ketemu.Tiba – tiba pintu kamar mandi terbuka. Dan .........aku kaget, wajah di depanku pias. Pucat. Ubun – ubunku langsung panas. Kulihat istriku terbungkus handuk dengan rambut terurai basah. Tubuhnya masih agak basah. " Eeeng...eh...afwan Ukh....ana kira anti tak di rumah. Ana butuh buku MPI " dia nampak masih kaget. Keringat dingin membasahiku , aku menelan ludah. " Eh...di atas meja...di bawah kamus " aku langsung menundukan pandangan dan berbalik membelakangi dia. Ku cari di meja dan ketemu." Ana minta maaf " aku langsung berjalan cepat ke luar kamar. Sial...aku menabrak kursi..... Sampai di kamar aku langsung ke kamar mandi dan membasuh mukaku di wastafel. Detak jantungku masih sangat abnormal dan cepat sekali. Pemandangan tadi masih terbayang jelas dimataku. " Ya Alloh...jagalah kesucianku " rambut hitam sebahu yang terurai. Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh................" Rabbi...Rabbi...tolong hamba ya Alloh menahan gejolak hati ini " aku merendamkan kepalaku di bak mandi. Untuk menghilangkan bayangan Fara tadi. Sejam kemudian Fara memanggilku. " Makan siang sudah siap Mas " aku keluar dengan dada berdebar. Dia hanya diam. Mengangsurkan piring padaku. Dadaku semakin berdebar. Ku gigit ujung jariku. Sakit.Aku makan dengan pelan. Pepes ikan yang ia buat sangat enak. Aku meliriknya yang juga lahap makan. " Maafkan Mas tadi Ra " dia tersenyum dan mengangguk. Kali ini aku benar – benar melihat senyum tulusnya. " Lupakan saja......jangan di bahas lagi " aku diam. Ya Alloh...sampai kapan kami akan hidup seperti ini,padahal kami suami istri. Luluhkan hatinya untuk memberiku kesempatan padaku ya Alloh. -------------------------------------------- Hari ini tumben Sarah ke rumah. Sarah adiknya Mas Fainan. Ia seumuran denganku bahkan lebih tua dia beberapa bulan. " Mbak Fara...Sarah mau ngomong " ucapnya tho the point. Aku diam. " Aku akan menikah dengan Mas Hanif " deg...bagaikan petir menyambar di siang hari. " Maksudnya?" " Iya..Mas Hanif akan melamar Sarah. Dan Sarah ke sini mau minta izin ke Mas Fai" tiba – tiba mataku panas. Aku memangis. " Sarah tahu...Mbak mencintai Mas Hanif. Sarah juga tahu kalau Mas Hanif mencintai Mbak Fara, dan Sarah tahu Mas Fai akan menentang Sarah. Karena bagi dia kebahagiaan Mbak lebih utama. Dia tak mau melihat mbak terluka..Tapi Sarah ingin mbak sadar. Selamanya mbak tak boleh egois dan mendhzalimi kakakku " lanjutnya. Egois..??? kata hatiku bingung. " Mbak tahu? Mas Fai sangat mencintai mbak. Bahkan rela hidup seperti ini dalam rumah tangga. Apa mbak tahu kalau Mas Fainan pernah memohon ke Mas Hanif untuk menikahi mbak Fara jika mas Hanif sudah siap..? Apa mbak tahu berapa banyak pengorbanan Mas Fai untuk membuat mbak bahagia? Apa mbak tahu kalau dia seringkali shaum untuk menjaga kesucianya agar tak menyentuh mbak? Agar mbak tetap suci untuk Mas Hanif kelak. Dia harusnya terluka....karena mbak mencintai orang lain. Tapi Mas Fai tetep sabar dan selalu tersenyum bukan?" Farah mencecarku. Aku semakin terisak. " Mbak Fara egois, hanya mengejar kebahagiaan mbak semata dengan mengorbankan orang lain. Tak semua yang mbak inginkan harus mbak dapatkan. Cinta itu tak harus memiliki. Cinta itu dapat di tumbuhkan. Mbak saja yang tak mau berusaha menerima takdir mbak kalau Allah sudah mentakdirkan Mas Fai-lah jodoh mbak, bukan mas Hanif.. " lanjutnya. " Inilah cara Mas Hanif mendewasakan mbak. Bukan ia tak cinta tapi ia tak ingin mengorbankan Mas fainan " aku terdiam. Sarah memelukku, " Maafkan Sarah mbak, tapi Sarah sayang sama Mas Fainan. Sayang sama mbak, sarah tak ingin mbak menjadi istri yang durhaka.." aku terisak di pangkuannya. Ya Rabb...Benar aku terlalu menuntut keinginanku. Pernikahanku dengan Mas Fainan bukan kebetulan. Sudah Engkau gariskan dalam takdirMU. Kenapa aku terlalu mendikte-Mu ya Alloh. Aku menyiksa suamiku sendiri. Aku istri yang durhaka. Aku......aku benar – benar di butakan oleh cinta. Aku semakin terisak. Aku ingin segera bertemu dengan dia, suamiku. Aku ingin bersimpuh di kakinya. Sarah akhirnya pulang menjelang maghrib. Malam ini aku sengaja menunggu suamiku pulang. Sampai jam delapan malam Mas Fai belum pulang. Jam sembilan, belum ada tanda – tanda pintu pagar di buka, sampai aku tertidur. ------------------------------------------------------------------------------------ Aku membuka pintu rumah pelan. Pasti Fara sudah tidur. Ku nyalakan lampu ruang tamu. Ternyata Fara tertidur di ruang tamu. Aku mengangkat tubuhnya. Andai dia bangun pasti ia tak mau aku dekati. Tapi belum sampai ke kamarnya ia terbangun dan membuka matanya. Dia diam saja tak minta di turunkan. Malah dia tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya. Ku tidurkan ia di tempat tidurnya. Dan segera ku langkahkan kaki keluar. Tapi dia menarik tanganku. " Mas Fai...jangan pergi. Tidur saja di sini " deg.....aku takut ada yang salah dengan pendengaranku. Dia menggenggam tanganku. Aku berbalik ke arahnya. Ada yang berbeda dengan penampilannya. Dia tak seperti biasanya selalu memakai jilbab. Kali ini dibiarkannya rambutnya terurai tanpa jilbab. Aku takut ini mimpi. Dia beranjak dari tidurnya dan langsung bersimpuh di kakiku. Mencium jemariku. " Maafkan Fara Mas, maafkan aku. Aku ingin menjadi istri Mas sepenuhnya. Berikan aku kesempatan dan ajari Fara tentang cinta yang sesungguhnya..". Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Namun aku merasa begitu bahagia. Aku berjongkok. " Boleh Mas memeluk dek Fara?" tanyaku. Dia mengangguk. " Bahkan lebih dari itu pun boleh " jawabnya sembari tersipu malu. Aku merangkum wajahnya di dadaku, " Terimakasih Rabb...Kau kirimkan bidadariku " Aku rasakan malam ini adalah malam paling berbahagia yang pernah ku rasakan. Karena kini cintaku telah berbalas. Karena aku memiliki seorang istri dan bidadari di rumahku. Terimakasih Yaa Allah, akhirnya Engkau bukakan pintu hati istriku untuk menerimaku sebagai suaminya, yaa..suaminya yang benar-benar suaminya. --------------------------------------------------------------------------------- Padamu ku titipkan cintaku. Padamu ku titipkan rinduku.. Padamu pula ku pasrahkan raga ini, meskipun aku masih dalam tahap belajar untuk mencintaimu, Karena cinta kepada makhluk milikku tengah di pinjam olehNya Bantulah aku dengan kesabaranmu,dengan ketulusanmu, dan dengan cintamu.. Bagiku cukup seorang dan jikapun Allah tidak mentakdirkan, Biarlah waktu yang akan mempertemukan bukan disini ditempat ini, tapi dikeridhoan dan keikhlasan hati Barakallahufikum...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/diantara-tiga-cinta.html

Biar Asa Ini Terbang

============================ Kesel, suntuk, bete, marah jadi satu saat ini. Bayangkan hanya dua maddah yang lolos dari sembilan maddah tahun kemarin. Strees sudah pasti dan juga ini yang membuatku frustasi plus putus asa. “Alhamdulillah, syukur dong, Dit,“ Amir teman sekamarku mengomentari rasa suntukku. “Syukur sih syukur, ente nggak merasakan sih apa yang aku rasakan.” Amir teman yang juga adik kelasku di pondok sekarang justru kakak tingkatanku. Sewaktu masih anak baru di sini mungkin mereka-mereka itu, oh ya aku lebih suka menyebut orang-orang yang studinya lancar disini dengan ‘mereka’ kamu tahukan mereka-mereka itu berbeda denganku. Mereka-mereka itu boleh saja merayuku dengan bahwa, aku masih anak baru, biasa di Mesir atau, ada juga yang mengatakan “di Kairo ini, Dit, yang wajar itu kalau studi itu di lalui lebih dari empat tahun” waktu kala pertama kali mungkin perkataan itu masih mengena, tapi sekarang Ah… Sebenarnya alasan lain yang membuatku kesal adalah Andrie, pria blasteran ini selalu saja meledekku. Pertama aku mengenalnya saat kami sama-sama lulus utusan Depag. Kuakui dia pintar, tapi sombongnya itu lho, nggak kuat ... "Dirty, tinggal berapa nih? Rencananya mo nambah berapa tahun depan" Andrie, ia selalu memanggil orang lain sesukanya saja. Sepertinya aku sudah kalah, maka sekarang keputusan untuk tidak melanjutkan kuliah di Mesir adalah pilihan yang tepat. Sebenarnya aku tidak mau ada acara apapun menyangkut kepergianku ini, tapi banyak teman-teman memaksa. Aku pikir ada baiknya juga, aku sudah cukup lama tinggal di Kairo, saat perpisahan itu tentu bisa aku manfaatkan buat maaf-maafan. --------------------------------------------------- Malam ini, walaupun ramai sekali kawan-kawan yang datang, tapi terus terang aku agak ragu, ada rasa tak menerima ini semua. Sepi, sepi sekali jiwa ini. Aku lebih memilih menyendiri di kamar dengan alasan membereskan barang-barang yang akan dibawa besok. Aku benar-benar meminta hak privasi penuh untuk sendiri, dan kawan-kawan sepertinya paham. Hanya ... "Tok-tok-tok..." Kudengar suara ketukan di pintu bercampur suara gelak tawa anak-anak di luar. "Tolong kawan jangan coba membujukku lagi, sudah cukup!" "Maaf, Dit kalo ini membuatmu menganggu, hanya..." Ternyata seorang wanita, mungkin suruhan teman-temanku. Ku akui mereka sangat perhatian padaku, hanya sayang tekadku sudah bulat, walaupun harus menurunkan seorang wanita sekalipun. Hanya? "Hanya apa?" Penasaran juga aku dibuatnya. "Hanya sekedar mengobrol." "Ah, bukankah di luar masih banyak orang, kenapa harus aku?" "Yah, tapi mengobrol dengan orang yang senasib tentu berbeda bukan?" Apa sih maunya perempuan ini? "Sudah begini saja, Nona, kalau ukhti masih bersikeras mau bertemu saya dan mungkin untuk merubah keputusan saya, sepertinya ukhti buang-buang waktu aja deh." "Tidak, tidak harus bertatap muka. Begini lebih baik." Mendengar suaranya seperti aku pernah mengenalnya lama, tapi siapa ya? "Apakah saya kenal denganmu?" "Mungkin ia, mungkin juga tidak. Yang pasti saya kenal antum." Walau aku tidak melihat wajahnya kuakui dari cara ia bicara, ia perempuan yang cerdas. Semakin penasaran aku dibuatnya, mau melihat wajahnya, aku masih cukup gengsi menelan kata-kataku sendiri. "Baik kalau ukhti mau sekedar ngobrol silahkan, dengan syarat tak perlu tatap muka dan satu lagi jangan berbicara tentang keputusanku ini. Setuju?" "Sebenarnya aku datang bukan untuk mendengarkan. Boleh saya minta waktu antum sebentar untuk tidak mengomentari apapun yang saya katakan." Apa lagi sih maunya perempuan ini, terserahlah. "Hemm...." "Sayang ya, ketika kita harus menghancurkan mimpi sendiri." Terus terang aku belum paham apa yang ia inginkan, hanya kerutan di kening ini yang jadi komentarku. "Mimpi yang kita bangun. Letih, lelah, yang selama ini kita tahankan jadi tak berarti, benar-benar tak berarti, kenapa tak dari awal mengambil keputusan ini? Antum masih menyimpan harapan itu bukan?” "Hey, nona! Kita sudah sepakat bukan untuk tidak membicarakan yang satu ini." "Kenapa? Jangan bohongi diri sendiri, Dit. Aku tahu ada rasa tak menerima ini semua, jangan lawan hati nuranimu, Dit..." "Cukup! Tolong nona, aku sudah cukup sabar selama ini. Dan Anda, jangan berbicara hal yang ukhti nggak mengerti itu..." "Apa? Antum pikir saya nggak mengerti? Antum pikir kesabaran itu terhenti pada hitungan tahun? Jangan pikir saya nggak mengerti? Memang antum pikir dua tahun sudah cukup buat mengerti segalanya, gimana kalau tiga atau mungkin malah lima..." Ada gemuruh di dada ini, kalau saja ia bukan seorang wanita mungkin aku sudah mengusirnya dari sini. "Ok, nona, mereka yang kau dengar suara gelak tawa di luar itu berbeda denganku." Aku mencoba merendahkan suaraku. "Mereka tak pernah mengerti dan tak pernah memahami saya. Mereka berbicara ringan padahal berat ada di tanganku. Aku gagal nona, aku gagal. Tak pernah ada yang memahami dan takkan pernah." "Kalau kau pikir ini bisa membuatmu tenang, silahkan saja kau ambil jalan ini. Dan kalau kau berpikir tak ada orang yang memahamimu apa yang kau rasakan, kau salah. Satu lagi kalau kau pikir kau sudah cukup bersabar dengan dua tahun, antum salah, Dit. Karena empat tahun telah mengajarkanku semuanya." Kudengar suara orang berjalan meninggalkan pintu kamarku. Aku masih memikirkan apa yang ia katakan. Malam ini malam yang panjang bagiku. Langit di Kairo dengan sedikit awan, ternyata lebih kupilih. Sekarang aku ada di depan bangunan dengan bendera Amerika, Inggris dan Israel yang tercat di jalan masuk ke pintu gedung. Gedung yang selama dua tahun ini menemaniku. Malam itu benar-benar malam yang panjang, sewaktu perempuan itu bertanya padaku dengan pilihanku ini bisa menyelesaikan segalanya, aku sudah tahu ia benar. Kerana aku tidak ingin kalah dua kali jika harus membayangkan wajah gembira Andrie. Aku masih belum tahu perempuan yang telah menolongku pada malam itu dan aku masih terus mencari tahu. Aku sudah menanyakan kawan-kawan yang datang pada malam itu, tak ada yang tahu dengan kehadirannya, mereka semua terlalu sibuk dengan diri masing-masing, sekarang hanya tinggal satu harapan mencari setiap nama yang pernah gagal di kuliah putri. Ini tidak mudah, sangat tidak mudah. -------------------------------------------------- Aku hampir lupa dengan 'malaikat' yang telah membuatku bangkit, terlalu sibuk dengan ujianku. Semangat ini semakin besar ketika kutahu bahwa telah bertambah satu orang lagi yang akan kecewa melihat aku jatuh, ternyata cukup ampuh tentu dengan do'a juga, sekarang tinggal menunggu hasil tentunya. Liburan ini aku manfaatkan untuk kembali mencari imformasi tentang perempuan misterius itu. Usahaku ternyata tidak sia-sia dengan bantuan kawan-kawan hasilnya, Fitria Ningsih. Keputusannya besok aku akan pergi ke rumahnya, untuk mengucapkan terima kasih yang tertunda. Aku masih membayangkan seperti apa sih, Fitri Ningsih ini? Ah, berpikir tentangnya membuatku susah tidur. Ternyata aku harus pulang juga ke Indonesia liburan ini, perkiraanku hanya akan menghabiskan waktu di Mesir liburan kali ini ternyata meleset. Keputusan pulang ini kuambil setelah seminggu aku memutuskan datang ke rumah Fitria Ningsih, lebih tepatnya bekas rumahnya, karena ternyata sang ‘malaikat’ku sudah pulang dan sepertinya tidak akan kembali. Ketika kutanya kepada kawan-kawannya alasan ia berhenti tak ada yang tahu alasan jelasnya dan akhirnya... "Tunggu sebentar ya, Non Fitri masih ada kerjaan di belakang." Seorang wanita setengah baya mempersilahkanku duduk, mungkin pembantu Fitri. Entahlah. Rumahnya cukup besar, eh itu dia datang bersama adiknya sepertinya, kira-kira seumuran Dita adik perempuanku. "Assalamualaikum, Fit." "Wa’alaikum salam, silahkan duduk." "Masih kenal saya kan?" Ia hanya tersenyum sebentar dan kembali tertunduk, dan kulihat Adiknya duduk di sebelahnya masih asik menyisiri boneka Barbienya. "Sebenarnya maksud kedatangan saya kesini ingin mengucapkan terima kasih." "Atas apa?" "Atas apa yang telah ukhti lakukan buat saya. Lewat lisan ukhti saya mencoba bangkit kembali." Kulihat ia hanya mengangguk sedikit. "Dan ada lagi maksud kedatangan saya kesini ingin menanyakan alasan ukhti berhenti kuliah? Itupun kalau ukhti tidak keberatan menjawabnya." Kulihat ia menarik nafas panjang, sepertinya ada beban yang menghimpit di dadanya. "Saya malu Dit, terlalu lama saya bertahan... " Berat sepertinya ia mengucapkan itu. "Saya bingung dengan ukhti, ukhti mampu merubah saya tetapi kenapa ukhti tidak mampu melawan diri ukhti sendiri. Bukankah ukhti yang bicara sendiri kepada saya bahwa kesabaran itu tidak pada hitungan tahun bukan?" terpaksa ku potong ucapannya. "Masalahnya berbeda, Dit. Saya seorang perempuan, Dit." "Berbeda? Apa yang berbeda, yang saya tahu ukhti sekarang sedang putus asa seperti apa yang saya pernah rasakan." "Orang tua saya takut kalau saya tidak mendapatkan jodoh, Dit!" Kulihat ada beberapa titik air mata yang jatuh dari matanya, ia berusaha menutupi sedihnya. "Kenapa ukhti tidak menyakinkan orang tua ukhti?" "Menyakinkan apa? Menyakinkan saya akan mendapatkan jodoh. Bagaimana saya menyakinkan orang lain pada hal yang saya sendiri tidak yakin akan hal itu?" "Ukhti tidak yakin?" Kulihat ia hanya menggeleng dengan tetap menundukkan kepalanya. "Tahukah ukhti, saya percaya dan saya akan membuktikannya?" Aku berhenti sebentar, mencoba benar-benar menyakinkan dan menenangkan diri. Kutarik nafasku dalam-dalam, tekadku sudah baik insya Allah, bismillahirrahmanirrahim.. "Saya siap menjadi suami ukhti.." "Jangan bercanda, Dit" "Saya tidak sedang bercanda, saya serius," kataku mantap. Kulihat ia diam agak lama, mungkin bingung memikirkan apa yang baru saja saya utarakan. "Dengan alasan apa? Dan lagi saya lebih tua dari antum, juga antum belum mengenal saya." "Kalau ukhti menanyakan alasan, karena saya cinta ukhti karena Allah, saya pikir ini sudah cukup menjawab semuanya. Sekarang tolong jawab pertanyaan saya, maukah ukhti menikah dengan saya?" Kulihat ia hanya diam. "Saya akan menghitung sampai tiga, jika tidak ada jawaban saya anggap ukhti setuju. Satu.. dua..ti..tiga. Alhamdulillah," ucapku syukur. Kulihat ia menangis tapi aku juga melihat ada senyuman di sana, ia pun bangkit dari duduknya dan sebelum ia pergi aku sempat berkata. "Terima kasih ukhti, saya permisi dulu dan minggu depan saya akan buktikan kata-kata saya, saya akan melamar ukhti." Setelah itu akupun pulang dengan seribu bunga di dada, oh indahnya. ------------------------------------------------------------------------------------- Epilog: Akhirnya kami menikah dan bulan madunya keluar negeri, tepatnya ya... ke Kairo. Aku juga naik, walaupun masih tinggal satu maddah. Tapi, aku tidak perlu takut lagi untuk berputus asa karena ada yang akan menemani, memberiku semangat dan meneguhkanku istriku, Fitria Ningsih. Asa ini akan terbang tinggi, sangat tinggi...


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/biar-asa-ini-terbang.html

Kisah Seokor Kupu - kupu...Antara Memenangkan Perasaan Atau Perasaan.

Di sebuah kota kecil yang tenang & indah, ada sepasang pria & wanita yang saling mencintai. Mereka selalu bersama memandang matahari terbit di puncak gunung, bersama di pesisir pantai menghantar matahari senja. Setiap orang yang bertemu dengan mereka tdk bisa tidak akan menghantar dengan pandangan kagum & doa bahagia. Mereka saling mengasihi satu sama lain Namun pd suatu hari, malang sang lelaki mengalami luka berat akibat sebuah kecelakaan. Ia berbaring di atas ranjang pasien beberapa malam tidak sadarkan diri di rumah sakit. Siang hari sang wanita menjaga di depan ranjang & dengan tiada henti memanggil2 kekasih yang tidak sadar sedikitpun. Malamnya ia berdoa agar kekasihnya selamat, datanglah Seorang Malaikat Air matanya sendiri hampir kering krn menangis sepanjang hari. Seminggu telah berlalu, sang lelaki tetap pingsan tertidur seperti dulu,sedangkan si wanita telah berubah menjadi pucat pasi & lesu tidak terkira, namun ia tetap dengan susah payah bertahan & akhirnya pada suatu hari Seorang Malaikat terharu oleh keadaan wanita yang setia & teguh itu,lalu Ia memutuskan memberikan kepada wanita itu sebuah pengecualian kepada dirinya. Seorang Malaikat bertanya kepadanya "Apakah kamu sungguah bersedia menggunakan nyawamu sendiri utk menukarnya?" . Si wanita tanpa ragu sedikitpun menjawab "Ya". Seorang Malaikat berkata "Baiklah, Aku bisa segera membuat kekasihmu sembuh kembali, namun kamu harus berjanji menjelema menjadi kupu2 selama 3 tahun. Pertukaran seperti ini apakah kamu juga bersedia?". Si wanita terharu setelah mendengarnya & dengan jawaban yang pasti menjawab "saya bersedia!". Hari telah terang. Si wanita telah menjadi seekor kupu2 yang indah. Ia mohon diri pada Seorang Malaikat lalu segera kembali ke rumah sakit. Hasilnya, lelaki itu benar2 telah siuman bahkan ia sedang berbicara dengan seorang dokter. Namun sayang, ia tidak dapat mendengarnya sebab ia tak bisa masuk ke ruang itu. Dengan di sekati oleh kaca, ia hanya bisa memandang dari jauh kekasihnya sendiri Beberapa hari kemudian, sang lelaki telah sembuh. Namun ia sama sekali tidak bahagia. Ia mencari keberadaan sang wanita pada setiap orang yang lewat, namun tidak ada yang tahu sebenarnya sang wanita telah pergi kemana. Sang lelaki sepanjang hari tidak makan & istirahat terus mencari. Ia begitu rindu kepadanya, begitu inginnya bertemu dengan sang kekasih, namun sang wanita yang telah berubah menjadi kupu2 bukankah setiap saat selalu berputar di sampingnya ? hanya saja ia tidak bisa berteriak, tidak bisa memeluk. Ia hanya bisa memandangnya secara diam-diam. Musim panas telah berakhir, angin musim gugur yang sejuk meniup jatuh daun pepohonan. Kupu2 mau tidak mau harus meninggalkan tempat tersebut lalu terakhir kali ia terbang & hinggap di atas bahu sang lelaki. Ia bermaksud menggunakan sayapnya yang kecil halus membelai wajahnya, menggunakan mulutnya yg kecil lembut mencium keningnya. Namun tubuhnya yang kecil & lemah benar2 tidak boleh di ketahui olehnya, sebuah gelombang suara tangisan yang sedih hanya dapat di dengar oleh kupu2 itu sendiri dan mau tidak mau dengan berat hati ia meninggalkan kekasihnya, terbang ke arah yg jauh dengan membawa harapan. Dalam sekejap telah tiba musim semi yang kedua, sang kupu2 dengan tidak sabarnya segera terbang kembali mencari kekasihnya yg lama di tinggalkannya. Namun di samping bayangan yang tak asing lagi ternyata telah berdiri seorang wanita cantik. Dalam sekilas itu sang kupu2 nyaris jatuh dari angkasa.Ia benar-benar tidak percaya dengan pemandangan di depan matanya sendiri. Lebih tidak percaya lagi dengan omongan yang di bicarakan banyak orang(Temannya kupu-kupu). temannya selalu menceritakan ketika musim dingin, betapa parah sakit sang lelaki. Melukiskan betapa baik dan manisnya dokter wanita itu. Bahkan melukiskan betapa sudah sewajarnya percintaan mereka dan tentu saja juga melukiskan bahwa sang lelaki sudah bahagia spt dulu kala . sebelum dia berjumpa dengan gadis itu. Sang kupu-kupu sangat sedih. Beberap hari berikutnya ia seringkali melihat kekasihnya sendiri membawa wanita itu ke gunung memandang matahari terbit, menghantar matahari senja di pesisir pantai. Segala yang pernah di milikinya dahulu dalam sekejap tokoh utamanya telah berganti seorang wanita lain sedangkan ia sendiri selain kadangkala bisa hinggap di atas bahunya, namun tadak dapat berbuat apa-apa. Musim panas tahun ini sgt panjang, sang kupu2 setiap hari terbang rendah dengan tersiksa dan ia sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk mendekati kekasihnya sendiri. Bisikan suara antara ia dengan wanita itu,ia dan suara tawa bahagianya sudah cukup membuat hembusan napas dirinya berakhir, karenanya sebelum musim panas berakhir, sang kupu-kupu telah terbang berlalu. Musim panas pada tahun ketiga sudah datang, sang kupu-kupu sudah tidak sering lagi pergi mengunjungi kekasihnya sendiri. Sang lelaki bekas kekasihnya itu mendekap perlahan bahu si wanita, mencium lembut wajah wanitanya sendiri. Sama sekali tidak punya waktu memperhatikan seekor kupu-kupu yang hancur hatinya apalagi mengingat masa lalu. Tiga tahun perjanjian Seorang Malaikat dgn sang kupu2 sudah akan segera berakhir dan pada saat hari yang terakhir, kekasih si kupu-kupu melaksanakan pernikahan dengan wanita itu. Sang kupu-kupu secara diam-diam masuk ke dalam dan hinggap perlahan di atas pundak Seorang Malaikat. Ia mendengarkan sang kekasih yg berada dibawah berikrar di hadapan Seorang Malaikat dengan mengatakan "saya bersedia menikah dengannya!". Ia memandangi sang kekasih memakaikan cincin ke tangan wanita itu, kemudian memandangi mereka berciuman dengan mesranya lalu mengalirlah air mata sedih sang kupu-kupu. Dengan pedih hati Seorang Malaikat menarik napas "Apakah kamu menyesal?". Sang kupu-kupu mengeringkan air matanya "Tidak". Seorang Malaikat lalu berkata di sertai seberkas kegembiraan "Besok kamu sudah dapat kembali menjadi dirimu sendiri". Sang kupu-kupu menggeleng-gelengkan kepalanya "Biarkanlah aku menjadi kupu2 seumur hidup". ujar kupu-kupu memandang kekecewaan dari pengorbanannya. NB; hargailah pengorbanan orang lain,,,walaupun kita tidak sadar akan pergobanan dia untuk kita,,,


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/kisah-seokor-kupu-kupuantara.html

♥●♥_◕_♥●♥ Hati Seorang Budiman Bak Bunga Seruni ♥●♥_◕_♥●♥

Bunga seruni tidak seindah dan semenarik seperti bunga-bunga lain, juga tidak memiliki bau wangi yang bisa membuat orang mabuk kepayang. Dia selalu tumbuh dalam terpaan angin dan hujan yang dingin, diam-diam menanggung kesendirian dan kesepian di dalam dunia ini. Senantiasa mempertahankan keacuhan dan kehambarannya yang khas. Namun, kehambarannya justru memiliki kekhasan, rupa dan kecantikan tersendiri, yang dapat disejajarkan dengan anggrek, bunga persik dan bambu. Dimana keempatnya dikenal sebagai ‘empat budiman’ dalam jajaran tanaman. Dia adalah bunga yang rupawan dan cantik, menantang salju dan embun es. Berdiri sendiri dalam udara dingin musim gugur. Watak bunga seruni yang tidak takut dengan dingin ini membuat semua orang mengaguminya. Saat mengamati bunga seruni, nampak bagaikan seorang petapa diantara bunga jenis yang lain. Di saat musim semi hampir berakhir, maka puluhan ribu bunga-bunga yang lain akan berguguran dan layu, hanya bunga seruni yang diam-diam tumbuh di ladang rumah penduduk desa, di pagar-pagar kayu dan bambu. Beberapa bayangan bunganya di atas tembok sedang beradu kecantikan dengan embun es. Dalam tiupan angin yang dingin menusuk tulang di musim gugur, kita dapat merasakan ketidak peduliannya terhadap kondisi sekelilingnya yang kurang menguntungkan, ia hidup dalam kehambaran. Bentuk bunganya yang sangat indah, dengan corak warnanya yang cantik, anggun mulia dan tiada bernoda, sejak dulu dipandang sebagai lambang dari watak yang jujur dan agung, serta anggun dan suci. Dengan memiliki kehambaran hati bagai bunga seruni, dan ketenangan jiwa bagai air, maka seseorang dapat dikatakan sudah mencapai semacam taraf jiwa yang sangat mulia dan agung. Di dalam dunia yang hingar bingar dan rumit ini, menghadapi setiap persoalan yang ada, ia akan selalu melihat kelebihan orang lain, mencoba mencari kekurangan pada diri sendiri. Walaupun diri sendiri mempunyai bakat yang berlimpah tetapi ia akan lebih memilih kehidupan yang sederhana. Saya sangat mengagumi orang yang memiliki watak yang demikian, benar-benar hidup hambar bak bunga seruni. Poin paling berharga yang dimiliki orang semacam ini adalah ia bisa menjadi orang yang setia dan teguh untuk tidak mengejar nama dan kepentingan. Kehambaran ini adalah kehambaran terhadap kemuliaan dan kehinaan, kehambaran terhadap nama dan keuntungan, kehambaran terhadap bujukan, suatu perasaan hambar yang eksis dalam watak yang teguh. Kehambaran semacam ini, bisa membuat kita, memecahkan segala kerisauan, melihat dengan jelas segala urusan dunia, menolak keramaian, kembali ke kesederhanaan, tidak terhanyut oleh berbagai macam nafsu keinginan yang telah banyak menjerat masyarakat dalam kehidupan yang moderen ini. Guna mencapai taraf pikiran seperti setangkai seruni, maka seseorang harus dapat dengan kehambaran hati menghadapi masalah "memperoleh dan kehilangan", dengan mata hati yang tenang memandang hiruk pikuk keramaian dunia. Saat semuanya berjalan lancar, tidak menyombongkan diri, dan sewaktu mengalami kegagalan tidak patah semangat. Di dalam pengalaman hidup melatih ketenangan dan ketabahan hati secara hambar dan santai. Di atas pentas kehidupan manusia yang bergejolak naik dan turun ini, bisa mengemban beban yang berat dengan menganggapnya ringan. Memang bukan hal yang mudah, namun bagi seorang kultivator sejati dia tahu bahwa dia hanya perlu menghilangkan keterikatan terhadap nama dan nafsu keinginan, maka secara otomatis ia pasti bisa mencapai taraf "kehambaran hati bak seruni" . Pepatah kuno mengatakan, "Hati tersangkut oleh bentuk". Dengan hasrat keinginan semakin besar, maka tekanan menjadi semakin berat, bagaikan borgol ribuan kati. Begitu seseorang terjatuh ke dalam jurang ‘nafsu’ dan tidak bisa melepaskan diri, maka jiwanya akan terkikis, nuraninya akan menjadi bejat, sehingga menjadikan diri sendiri sebagai budak dari nafsu keinginan. Di dalam realita kehidupan, manusia yang tercederai tubuhnya, yang rusak namanya, yang kehilangan keluhuran jiwa, banyak kita temui di mana-mana. Mereka semua adalah budak dari hasrat keinginan. Hasrat keinginan manusia beraneka ragam, jika seseorang tidak mengerti bagaimana harus mengekang keinginan diri, saat ia harus berhenti sebelum terperangkap terlalu jauh, maka hanya bisa dikatakan bahwa seumur hidupnya ini hanyalah proses untuk memuaskan keinginan pribadi yang terus-menerus timbul. Hanya seorang arif yang memiliki kejernihan hati dan hasrat yang minim baru bisa mengerti kesederhanaan adalah kebahagiaan, kehambaran adalah kebenaran, dan kepuasan adalah kesahajaan. Menjadi seorang yang berhati hambar bak seruni, merupakan keadaan hati yang selalu bergembira dan berbahagia. Keadaan hati semacam ini tidak berkaitan dengan uang, kekuasaan, keuntungan dan ketenaran. Asalkan kita bisa bermurah hati dalam kehidupan menghadapi kolega, teman sejawat dan keluarga, bisa menarik dan mengulur dengan leluasa, maka didalam hati kita akan timbul sekuntum bunga seruni yang tak akan gugur untuk selamanya, membuat jiwa kita ringan santai, tenteram dan damai. Sebenarnya, segala sesuatu yang berada dalam dunia hanyalah sederhana sekali. Cinta dan benci, bagaikan tiupan angin. Nama dan jasa, bagaikan segumpal awan. Kalau memang roh kita akhirnya harus berpulang ke dunia yang berada di langit, maka menjadi seorang manusia yang berhati hambar bak seruni, menjadi seorang manusia yang berhati jernih berhasrat minim, pasti adalah suatu hal yang sangat indah dan menggembirakan hati. Semoga semua orang dalam dunia bisa berhati hambar bagai seruni, menggunakan suara yang damai menyanyikan syair lagu kedamaian dan welas asih yang diberikan oleh para Sang Maha Sadar, serta dengan kebesaran dan keagungan hati memaafkan kesalahan orang lain ♥●♥_◕_♥●♥ 




http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/hati-seorang-budiman-bak-bunga-seruni.html

Puasa "Asyura

Praktek Puasa 'Asyura oleh Puasa Sunnah Senin-Kamis Alhamdulillah, saat ini kita telah berada di bulan Muharram. Mungkin masih banyak yang belum tahu praktek apa saja yang dianjurkan di bulan ini, terutama mengenai praktek puasa. Insya Allah kita akan membahasnya pada tulisan kali ini. Semoga bermanfaat. Dianjurkan Banyak Berpuasa di Bulan Muharram Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong kita untuk banyak melakukan puasa pada bulan tersebut sebagaimana sabdanya, أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. "[1] An Nawawi-rahimahullah-menjelaskan," Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram. "[2] Lalu mengapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diketahui banyak berpuasa di bulan Sya'ban bukan malah bulan Muharram? Ada dua jawaban yang dikemukakan oleh An Nawawi. Pertama: Mungkin saja Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam baru mengetahui preferensi banyak berpuasa di bulan Muharram di akhir hayat hidup beliau. Kedua: Bisa jadi pula ia memiliki udzur ketika berada di bulan Muharram (seperti bersafar atau sakit) sehingga tidak sempat menunaikan banyak puasa pada bulan Muharram. [3] Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, "Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo'dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab-pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah). "[4] Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu ') ada dua macam: 1. Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram. 2. Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini bukan dinamakan puasa sunnah muthlaq. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal. [5] Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu 'Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram. [6] Bulan haram adalah bulan Dzulqo'dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab. Puasa yang Utama di Bulan Muharram adalah Puasa 'Asyura Dari hari-hari yang sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari 'Asyura' yaitu pada tanggal 10 Muharram [7]. Berpuasa pada hari tersebut akan menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata, وسئل عن صوم يوم عرفة فقال «يكفر السنة الماضية والباقية». قال وسئل عن صوم يوم عاشوراء فقال «يكفر السنة الماضية" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, "Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." Ia juga ditanya mengenai keistimewaan puasa 'Asyura? Beliau menjawab, "Puasa 'Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu." [8] An Nawawi-rahimahullah-mengatakan, "Para ulama sepakat, hukum melaksanakan puasa' Asyura untuk saat ini (setelah diwajibkannya puasa Ramadhan,-pen) adalah sunnah dan bukan wajib. "[9] Sejarah Pelaksanaan Puasa$20'Asyura [10] Tahapan pertama: Nabi shallallahu' alaihi wa sallam melaksanakan puasa 'Asyura di Makkah dan beliau tidak perintahkan lainnya untuk melakukannya. Dari' Aisyah-radhiyallahu 'anha-, beliau berkata , كان يوم عاشوراء تصومه قريش فى الجاهلية, وكان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصومه, فلما قدم المدينة صامه, وأمر بصيامه, فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء, فمن شاء صامه, ومن شاء تركه "Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa 'Asyura. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa 'Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa). "[11] Tahapan kedua: Ketika tiba di Madinah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Ahlul Kitab melakukan puasa' Asyura dan memuliakan hari tersebut. Lalu beliau pun ikut berpuasa saat itu. Kemudian ketika itu, beliau memerintahkan pada para sahabat untuk ikut berpuasa. Melakukan puasa 'Asyura ketika itu semakin ditekankan perintahnya. Sampai-sampai para sahabat memerintah anak-anak kecil untuk turut berpuasa. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata, أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قدم المدينة فوجد اليهود صياما يوم عاشوراء فقال لهم رسول الله - صلى الله عليه وسلم - «ما هذا اليوم الذى تصومونه». فقالوا هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه وغرق فرعون وقومه فصامه موسى شكرا فنحن نصومه. فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - «فنحن أحق وأولى بموسى منكم». فصامه رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وأمر بصيامه. "Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemukan orang-orang Yahudi melakukan puasa' Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?" Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, "Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir'aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini ". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas berkata, "Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa dari kalian.". Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa. "[12] Apakah ini berarti Nabi shallallahu' alaihi wa sallam meniru-niru (tasyabbuh dengan) Yahudi? An Nawawi-rahimahullah-menjelaskan," Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa melakukan puasa 'Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa' Asyura, lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pun ikut melakukannya. Namun ia melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a'lam. "[13] Para ulama berselisih pendapat apakah puasa 'Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dihukumi wajib ataukah sunnah mu'akkad? Di sini ada dua pendapat: Pendapat pertama: Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, pada waktu tahapan kedua, puasa 'Asyura dihukumi wajib. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Abu Bakr Al Atsrom. Pendapat kedua: Pada waktu tahapan kedua ini, puasa 'Asyura dihukumi sunnah mu'akkad. Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi'i dan kebanyakan dari ulama Hambali. [14] Namun yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa 'Asyura tidak diwajibkan lagi dan dinilai sunnah. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi-rahimahullah-. [15] Tahapan ketiga: Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk berpuasa' Asyura dan tidak terlalu menekankannya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh 'Aisyah radhiyallahu' anha dalam hadits yang telah lewat dan dikatakan pula oleh Ibnu 'Umar berikut ini. Ibnu Umar-radhiyallahu 'anhuma-mengatakan, أن أهل الجاهلية كانوا يصومون يوم عاشوراء وأن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - صامه والمسلمون قبل أن يفترض رمضان فلما افترض رمضان قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - «إن عاشوراء يوم من أيام الله فمن شاء صامه ومن شاء تركه. "Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari 'Asyura. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan. "[16] Ibnu Rajab-rahimahullah-mengatakan," Setiap hadits yang serupa dengan ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan lagi untuk melakukan puasa' Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Akan tetapi, ia meninggalkan hal ini tanpa melarang jika ada yang masih tetap melaksanakannya. Jika puasa 'Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab (disunnahkan)? Hal ini ada perselisihan di antara para ulama. Begitu pula jika hukum puasa 'Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad (ditekankan). Oleh karenanya, Qois bin Sa'ad mengatakan, "Kami masih tetap melakukannya." [17] Intinya, puasa 'Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan masih tetap dianjurkan (disunnahkan). Tahapan keempat: Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak sendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari lainnya. Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu' alaihi wa sallam melakukan puasa hari 'Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata, يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى. "Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani." Lantas ia mengatakan, فإذا كان العام المقبل - إن شاء الله - صمنا اليوم التاسع "Bila tiba tahun depan-insya Allah (jika Allah menghendaki) - kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan. "Ibnu Abbas mengatakan, فلم يأت العام المقبل حتى توفى رسول الله - صلى الله عليه وسلم -." Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah keburu meninggal. "[18] Menambahkan Puasa 9 Muharram Sebagaimana dijelaskan di atas (pada hadits Ibnu Abbas) bahwa di akhir umurnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertekad Tambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun ia sudah keburu meninggal sehingga beliau belum sempat melakukan puasa pada hari itu. Lalu bagaimana hukum menambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut kami sarikan penjelasan An Nawawi rahimahullah. Imam Asy Syafi'i dan ulama Syafi'iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan. Apa hikmah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Tambahkan puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat sinyal tentang hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambahkan hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a'lam. [19] Ibnu Rojab mengatakan, "Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi'i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. "[20] Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa 'Asyura ada dua tingkatan yaitu: 1. Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus. 2. Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja. [21] Puasa 9, 10, dan 11 Muharram Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura [22]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, صوموا يوم عاشوراء وخالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما أو بعده يوما "Puasalah pada hari' Asyura '(10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya. "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu 'Adi, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho'if (lemah). Di dalam sanad tersebut ada Ibnu Abi Laila-yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin 'Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Ia berkata, "Daud kadang yukhti '(keliru)." Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Namun, ada hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma'anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari 'Atho' dari Ibnu Abbas. Ia radhiyallahu 'anhuma berkata, خالفوا اليهود وصوموا التاسع والعاشر "Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram. "Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai kata sahabat). [23] Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka dapat ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Imam Ahmad-rahimahullah-mengatakan, "Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka bisa berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian. "[24] Sebagai Motivasi Semoga kita terdorong untuk melakukan puasa Asyura. Cukup ayat ini sebagai renungan. Allah Ta'ala berfirman, كلوا واشربوا هنيئا بما أسلفتم في الأيام الخالية "(Kepada mereka dikatakan):" Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu "." (QS. Al Haqqah: 24 ) Mujahid dan selainnya mengatakan, "Ayat ini turun pada orang yang berpuasa. Barangsiapa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan makanan dan minuman yang lebih baik, dan akan mendapat ganti dengan pasangan di akhirat yang kekal (tidak mati). "[25] Inilah balasan untuk orang yang gemar berpuasa .


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/puasa-asyura.html