Setiap menjelang tidur,sejak dulu,yang selalu melintas dalam benakku,adalah
wajah teduh Ibuku. Masih terngiang jelas di telingaku,bisikan lembut itu.
Bisikan yang menuntun bibir kecilku menguntai beberapa kalimat doa menjelang
kupejamkan mataku.
Gema yang telah lewat lebih dari 22 tahun,masih saja berdengung indah dalam
ingatanku. Suara syahdu ibuku yang selalu mendampingiku tiap kali aku akan
tidur, mulai pertama kali aku mampu mengingat dan dengan cedal menirukan suara
dari gerak bibir beliau.
"Robbigh firli waliwalidayya,warhamhuma kamaa Robbayani
shoghiro".. doa pertama yang diajarkan ibuku padaku
"Ayo Nak,tirukan Umi', Robbana atina fid dun-ya hasanah,wa fil akhiroti
hasanah,wa qina adzaban nar", aku pun dengan ceria menirukan ibuku.
"Robbisy-rohli shodri,wa yassirli amri wahlul uqdatan min
lisaani,yafqohu qouli" aku melanjutkan sendiri doa ketiga,dan ibuku
memujiku,"MasyaAllah,pinter",seraya tersenyum.
"Rodhitu Billahi Robba,wa bil islami diina wa bi Muhammadin Nabiyyan wa
Rosula".. Eh,eh Umi',ceritakan Nabi Muhammad dong? Pintaku,
"udah,besok saja,udah malam,tidur dulu",kata Ibuku sembari
mengelus-elus punggungku..
Dan selalu,sebelum akhir aku memejamkan mataku cepat-cepat,sambil memeluk
erat gulingku,bersama Ibu,aku baca doa tidur, "Bismikallahumma inni ahya
wa amut".. Lantas aku rasakan ada kecupan lembut di pipi dan keningku..
Kuingat indah selalu memory masa kecilku itu. Itu yang kini selalu
kurindukan setiap malamku. Tak akan kulupa pula,entah dengan tatacara
apa,pelan-pelan setiap hari,dengan penuh kesabaran,beliau mendikteku satu-satu
ayat-ayat pendek dalam al-Qur'an,sambil aku sibuk dengan mobil-mobilanku.
Hingga tanpa terasa,usia 4 tahun aku hafal Juz Amma.. Ibuku sendiri yang
telaten mendidikku.
Aku pun tak lupa,tiap usai mandi sore,sambil mendandaniku,mengoleskan Nivea
di tangan dan kakiku,ibuku mengajakku bermain berhitung,
"one,two,three,four.." dan aku kecil,dengan cerewet meneruskan sampai
"one hundred" yang selalu kuakhiri dengan berteriak dan tepuk tangan
ibuku sembari mengulas senyum indahnya padaku.
Waktu pun berjalan,aku mulai masuk sekolah,dan aku tak banyak lagi bersama
ibuku,kecuali beliau mengawasiku. Sesekali menemaniku belajar. Sebab beliaupun
juga sibuk merawat adik-adikku, dan seabreg kegiatan rumah tangga yang lain.
Namun kasih sayangnya tetap mengalir untukku,beliau lah pelindung utamaku
tiap aku dimarahi ayahku. Beliau pula yang menghibur dan meredakan tangisku
tiap aku terisak usai dibentak ayahku gara-gara kenakalan masa kecilku.
Hingga sampai beberapa tahun kemudian,di suatu sore,saat aku usai lulus SMP.
Ayahku memanggilku,menanyakan keinginanku hendak melanjutkan studi ke mana,dan
kujawab sesuai keinginan dan rencana yang tersusun di benakku,sambil menyebut
nama universitas terkenal di Yaman.
Tetapi ayahku memberiku ide dan tawaran lain,beliau bilang, "Bagaimana
jika kamu belajar Nahwu (1) denganku,dan menghafal Qur'an pada Umi'mu,lalu
nanti aku antar kamu ke Makkah?" entah seketika itu saja aku setuju dengan
tawaran ayahku.
Sejak itu,aku kembali lagi pada didikan ibuku. Tiap hari,menjelang ashar,aku
menghafal lembar demi lembar kitab suci al-Qur'an pada Ibuku,dan tiap usai hafalan,beliau
pasti memberiku cerita-cerita kehidupan sembari menunggu adzan ashar
berkumandang.
Tak terasa 3 tahun aku dalam didikan ibuku,sampai pada suatu maghrib di
September 2001,kala dengan kepala tertunduk,aku mengulang kembali hafalan juz
Amma-ku pada Ibuku. Setelah lewat 14 tahun ibuku tak lagi menyimakku usai aku
hafal di usiaku yang ke empat.
Dan tepat beberapa menit menjelang isya',selesai sudah masa pendidikan ibuku
padaku,ya,atas anugerah Allah,aku sukses menghafal al-Qur'an seluruhnya di tangan
ibuku. Aku masih tak lupa sengguk tangisku saat itu di pangkuan ibuku,dan
beliau memelukku dengan penuh kasih sayang,mencium kedua pipiku,
"Umi',terima kasih Umi',Awy' bisa balas apa Umi'",itu kalimat yang
terbata-bata keluar dari bibirku.
Ibu, segalanya bagiku
Ibu, lagu rindu yang tak akan pernah terputus.
Ibu, nada indah yang selalu terulang-ulang
Ibu, doa kehidupan yang terus tersambung
Ibu, sinar mentari pagi nan hangat
Ibu... Ibu... Ibu....
Sejenak menjelang beliau melepasku merantau berpetualang mencari ilmu ke
Makkah,dengan senyum di antara tangis bangganya,beliau berbisik padaku,
"jangan pulang sebelum tumbuh jenggot di dagumu". Isyarat nyata,bahwa
aku harus rajin-rajin belajar,agar menjadi Laki-laki pejuang sebagaimana
harapannya...
Umi',doamu selalu ananda harap,doamu di sepertiga malammu,saat engkau
bermunajat pada Allah Rabbul Izzati wal Jalal
Semoga Allah menjagamu selalu,memanjangkan usiamu dalam nuansa keberkahan..
Umi'ku... Amin ya Rabbal Alamin :)
http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/ordinary-mom-ibulagu-rindu-yang-selalu.html