Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Selasa, 10 April 2012

==Rezeki Halal & Baik==

Ada dua karakteristik rezeki yang direkomendasikan dalam Islam, yaitu Halal dan Baik. Ada rezeki yang baik tapi tidak halal, dan ada pula rezeki yang halal tapi tidak baik.
Rezeki yang baik tapi tidak halal, contohnya makanan yang baik dan segar tapi prosedur mendapatkannya dengan cara mencuri. Sebuah mobil Kijang Innova, makanan Burger di MC Donald, pakaian yang indah dan menarik, kalau hal tersebut didapat dengan cara mencuri, atau uang yang digunakan untuk membelinya merupakan hasil mencuri, adalah contoh jenis rezeki yang baik tapi tidak halal.
Sedangkan rezeki yang halal tapi tidak baik, contohnya seperti nasi (milik kita) yang sudah basi, buah-buahan yang sudah rusak dan mulai membusuk.


Bahkan, jika jelas makanan tersebut sudah rusak dan jika dikonsumsi akan mendatangkan penyakit, maka makanan tersebut bukan hanya tidak baik, tapi juga tidak halal.
Apa keuntungan kita menkonsumsi rezeki yang baik dan halal?
Rezeki yang baik akan berdampak pada pemeliharaan kesehatan, tersedianya zat-zat, vitamin dan lainnya yang sangat diperlukan oleh tubuh secara fisik, sehingga pada gilirannya kesehatan akan terjaga. Ketika tubuh kita sehat, maka kitapun siap beraktifitas.
Sedangkan Rezeki yang halal akan berdampak pada network dan jaringan komunikasi antara seorang hamba dengan Allah selaku pencipta dan pemancar frekuensi kepada seluruh makhluknya.
Rezeki yang halal memiliki sinyal yang kuat untuk menangkap gelombang cahaya Allah, sehingga apabila seseorang telah memperoleh cahaya Allah yang akan tembus langsung ke dalam hati dna kehidupannya, maka aktivitas dan amal orang tersebut akan senantiasa berpedoman oleh nilai-nilai agama.
Ada sebuah kisah, Tatkala Tsabit bin Ibrahim melewati sebuah jalan setapak di samping sebuah kebun, tiba-tiba jatuh sebuah apel. Tsabit mengambil dan memakannya separuh. Dia teringat bahwa apel itu bukan haknya.
Dia masuk ke dalam kebun dan bertanya pada tukang kebun, "Saya telah memakan separuh apel ini. Mohon anda mengikhlaskan apel yang telah saya makan dan ambillah sisanya.
Tukang kebun itu berkata, "Saya tidak memiliki hak untuk mengikhlaskan apel itu. Karena kebun itu bukan milik saya."
Tsabit bertanya, "Siapa pemilik kebun ini?"
Tukang kebun itu menjawab, "Tempat tinggal pemilik kebun ini amat jauh. Untuk mencapainya harus menghabiskan waktu sehari-semalam."
Tsabit berkata, "Saya tetap akan pergi ke sana. Meskipun jalan yang harus saya tempuh amatlah jauh. Karena tubuh ini akan tumbuh dan menjadi bagian dari siksa neraka (jika yang saya makan tidak halal). Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW."
Tsabit pergi berjalan menuju tempat tinggal pemilik kebun. Dia pergi dengan tujuan untuk meminta keridhaan atas separuh apel yang telah dimakannya. Setelah sehari semalam, Tsabit sampai di rumah pemilik kebun itu. Dia mengetuk pintu. Pintu itu dibuka oleh pemilik kebun. Setelah memperkenalkan diri Tsabit berkata,


"Saya mohon keridhaan tuan, atas apel yang telah saya makan. Sedangkan ini sisanya."
Pemilik kebun itu memandang dengan penuh kekaguman dan berkata, "Saya akan mengikhlaskan apel itu, namun dengan 1 syarat."
Tsabit bertanya, "Apa syaratnya."
Pemilik kebun itu menjawab, "Engkau harus menikahi putri saya.'
Tsabit menjawab dengan mantap, "Saya terima nikahnya."
Pemilik kebun itu berkata lagi, "Saya akan menceritkan kepadamu keadaan putri saya itu."
Tsabit menjawab, "Baik."
Pemilik kebun menjelaskan, "Dia buta, tuli, bisu dan cacat –tidak dapat berjalan-."
Tsabit kembali menjawab dengan mantap, "Baik, saya tetap menerima nikahnya. Saya akan serahkan semuanya kepada Allah SWT."
Setelah akad nikah selesai. Tsabit menemui istrinya. Dia masuk ke dalam kamar dan mengucapkan salam, "Assalamu 'alaikum." Padahal dia tahu bahwa istrinya tuli tidak dapat mendengar. Dia tahu juga bahwa istrinya bisu, sehingga tidak mungkin dia akan menjawab salamnya. Hanya saja Tsabit mengucapkan salam, agar dijawab oleh para malaikat. Namun ternyata tidak seperti yang dibayangkannya. Dia terkejut. Karena istrinya tersebut menjawab salam yang diucapkannya. Tsabit melihat padanya. Dia bergerak menghampiri Tsabit dengan kedua kakinya. Dia melihat pada Tsabit. Ternyata istrinya adalah seorang gadis yang amat cantik dan baik.
Tsabit bertanya padanya, "Ayahmu telah memberitahuku bahwa engkau tuli, bisu, cacat dan buta. Namun saya tidak melihat hal itu ada pada dirimu."
Istrinya menjawab, "Ayah saya memberitahumu bahwa saya buta. Saya memang buta, namun saya buta dari hal-hal yang haram. Karena mata saya tidak melihat kepada hal-hal yang diharamkan Allah. Saya memang tuli. Tapi tuli dari suara-suara yang tidak diridhai oleh Allah. Saya memang bisu. Karena saya hanya menggunakan lidah saya untuk berdzikir saja. Saya dikatakan cacat. Karena kaki saya hanya digunakan untuk melangkah ke tempat yang tidak menimbulkan kemarahan Allah."
Subhanallah ! Mereka hidup bersama dalam ketaatan pada Allah swt. Istri Tsabit itu melahirkan anak, yang kemudian menjadi seorang imam, dan terkenal dengan nama Imam Abu Hanifah. Nama aslinya Nu'man bin Tsabit –semoga Allah memberinya rahmat-.


 Tsabit selalu dituntun oleh ketakwaan kepada Allah. Istrinya juga merupakan wanita yang shalihah. Maka tidaklah aneh bila anak yang dilahirkan menjadi orang yang shaleh, seorang yang alim, bahkan menjadi imam besar. Dialah Abu Hanifah An-Nu'man pelopor madzhab Hanafi.
******************
Kunci-kunci pembuka rezeki
Pertama : Mensyukuri Segala Nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan ingatlah tatkala Rabbmu mengumandangkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [Ibrahim : 7]
Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri” [An-Naml : 40]
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai” [Tafsir Al-Qurthubi, 13/206]
Kedua : Membayar Zakat (Sedekah)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdo’a) : “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdo’a :”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran” [Muttafaqun alaih]
Ketiga : Bekerja Mencari Rizki Dengan Hati Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Tidak Serakah



“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akan diberkahi” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani]
Al-Munawi rahimahullah menyebutkan : “Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting tulang untuk menambah hartanya , sampai umurnya habis, kekuatannya sirna ; dan ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak akan memperoleh selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan”
(Faidhul Qadir, 2/236)
Keempat : Bertaubat Dari Segala Perbuatan Dosa
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Nabi Hud Alaihissallam bersama kaumnya.
“Dan (Hud berkata) : Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuta dosa” [Hud : 52]
Akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum ‘Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanita pun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, Nabi Hud Alaihissallam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan.
[Tafsir Ath-Thabari (15/359) dan Tafsir Al-Qurthubi (9/51)]
Kelima : Menyambung Tali Silaturahmi
“Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim” [Muttafaqun ‘alaih]


Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya, ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
[Lihat Syarhu Shahih Muslim (8/350) dan Aunul Ma’bud (4/102)]
Keenam : Mencari Rizki Dari Jalan Yang Halal
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” [HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm dan Al-Hakim]
Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut” [Tafsir Ibnu Katsir, 1/328]
Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Begitu pula dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta.



“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya” [Muttafaqun alaih]
Ketujuh : Bekerja Saat Waktu Pagi.
waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a keberkahan.
“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.
Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh lain dari keberkahan waktu pagi, ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu ‘anhu. Yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya kecuali di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya melimpah ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pada pagi hari hukumnya makruh.


http://romdani45498.blogspot.com/2010/12/rezeki-halal-baik.html