Kalau kita mau merenungkan makna-makna dalam kalimat as
sunnah dan makna-makna dalam kalimat al jama’ah, seperti yang
disinggung dalam beberapa nash syari’at, dan seperti yang diungkapkan serta
dipahami oleh para salafus saleh, kita akan tahu dengan jelas bahwa hal itu
hanya cocok dan sesuai dengan golongan ahli sunnah wal jama’ah.
Siapa sebenarnya mereka? Apa sifat-sifat mereka? Dan apa
manhaj mereka? Berdasarkan hal itu kita bisa mengidentifikasi siapa sejatinya
ahli sunnah wal jama’ah dari beberapa segi sekitar yang menyangkut sifat-sifat
mereka, ciri-ciri mereka, manhaj mereka, dan definisi mereka menurut kaca mata
orang-orang salafus saleh bahwa yang dimaksud ialah mereka. Sebab, pemilik
rumah itu jelas yang paling tahu isi rumahnya, dan walikota itu yang paling
tahu rakyatnya.
Di antara segi tinjauan yang memungkinkan kita bisa
mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu ialah:
Pertama, sesungguhnya mereka adalah para
sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah ahli sunnah,
yakni orang-orang yang mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya,
dan membawanya baik dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi
merekalah yang paling dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
Kedua, selanjutnya ialah para pengikut
sahabat Rasaulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah yang
menerima tongkat estafet agama dari para sahabat, yang mengutip, yang
mengetahui, dan yang mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in dan generasi
yang hidup sesudah mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik sampai hari kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin
bid’ah macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang
beriman.
Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka
adalah para salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as
sunnah, yang konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, yang mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat,
para tabi’in, dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh
panutan dalam urusan agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak
menggantinya, dan yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama
Allah.
Keempat, ahli sunnah wal jama’ah ialah
satu-satunya golongan yang berjaya dan mendapat pertolongan Allah sampai hari
kiamat nanti, karena merekalah yang memang cocok dengan sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam:
“Ada segolongan dari umatku yang
selalu membela kebenaran. Mereka tidak merasa terkena mudharat orang-orang yang
tidak mendukung mereka sampai datang urusan Allah dan mereka tetap dalam
keadaan seperti itu..”
Dalam satu lafazh disebutkan:
“Ada segolongan umatku yang
senantiasa menegakkan perintah Allah….”
Kelima, mereka adalah orang-orang yang
menjadi asing atau aneh ketika dimana-mana banyak orang yang suka mengumbar
hawa nafsu, berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam perbuatan bid’ah
sangat marak, dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam:
“Semula Islam itu asing dan akan
kembali asing. Sungguh beruntung orang-orang yang asing.”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sungguh beruntung orang-orang
yang asing, yakni beberapa orang saleh yang hidup di tengah-tengah banyak
manusia yang jahat. Lebih banyak orang yang memusuhi mereka daripada yang taat
kepada mereka.”
Sifat tersebut cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
Keenam, mereka adalah para ahli hadist,
baik riwayat maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf
menafsiri al tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat,
yakni orang-orang ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli
hadist.
Hal itu berdasarkan
riwayat dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al Madini, dan
Ahmad bin Sinan. Ini benar, karena para ahli hadist lah yang layak menyandang
sifat tersebut, mereka adalah para pemimpin ahli sunnah.
Mengomentari kalimat al tha’ifat al manshurat Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Kalau yang dimaksud dengan mereka bukan ahli
hadist, saya tidak tahu lalu siapa lagi?!”
Al Qadhi Iyadh mengatakan: “Sesungguhnya yang dimaksud
dengan mereka oleh Imam Ahmad ialah ahli sunnah wal jama’ah, dan orang yang
percaya pada madzhab ahli hadist.”
Menurut saya, seluruh kaum muslimin yang tetap berpegang
pada fitrah aslinya dan tidak suka menuruti keinginan-keinginan nafsu serta
tidak suka membikin berbagai macam bid’ah, mereka adalah ahli sunnah. Mereka
mengikuti jejak langkah ulama-ulama mereka berdasarkan petunjuk yang benar.
Kenapa Dinamakan Ahli Sunnah Wal Jama’ah?
Dinamakan ahli sunnah, karena mereka adalah orang-orang yang
berpegang pada sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, “Kalian
harus berpegang teguh pada sunnahku.”
Adapun as sunnah ialah, syara’ atau agama, dan petunjuk
lahir batin yang diterima oleh sahabat dari Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam, lalu diterima oleh para tabi’in dari mereka, kemudian diikuti oleh
para pemimpin umat dan ulama-ulama yang adil yang menjadi tokoh panutan, dan
oleh orang-orang yang menempuh jalan mereka sampai hari kiamat nanti.
Berdasarkan hal inilah maka orang yang benar-benar mengikuti
as sunnah disebut sebagai ahli sunnah. Merekalah yang sosok dengan kenyataan
tersebut.
Sementara nama al jama’ah, karena mereka berpegang
pada pesan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk setia pada
jama’ah atau kebersamaan. Mereka bersama-sama sepakat atas kebenaran, dan
berpegang teguh padanya. Mereka mengikuti jejak langkah jama’ah kaum muslimin
yang berpegang teguh pada as sunnah dari generasi sahabat, tabi’in, dan para
pengikut mereka. Mengingat mereka bersama-sama bersatu dalam kebenaran,
bersama-sama bersatu ikut pada jama’ah, bersama-sama bersatu taat pada pemimpin
mereka, bersama-sama bersatu melakukan jihad, bersama-sama bersatu tunduk
kepada para penguasa kaum muslimin, bersama-sama bersatu mengerjakan yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar, bersama-sama bersatu mengikuti as
sunnah, dan bersama-sama bersatu meninggalkan berbagai perbuatan bid’ah,
perbuatan yang terdorong oleh keinginan-keinginan nafsu, serta perbuatan yang
mengundang perpecahan, maka merekalah jama’ah sejati yang mendapat perhatian
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Terakhir kita sampai pada sebuah kesimpulan yang konkrit
bahwa nama dan sifat ahli sunnah wal jama’ah adalah istilah yang bersumber:
Pertama, dari sunnah Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada kaum muslimin
untuk berpegang teguh padanya, sebagaiman sabda beliau, “Berpegang teguhlah
kalian pada sunnahku”, ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada mereka
untuk setia pada jama’ah, dan melarang menentang serta memisahkan diri darinya.
Jadi nama ahli sunnah wal jala’ah adalah nama pemberian Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam. Beliaulah yang menyebut mereka seperti itu.
Kedua, dari peninggalan sahabat dan para
salafus saleh yang hidup pada kurun berikutnya. Peninggalan tersebut menyangkut
ucapan, sifat, dan tingkah lakt mereka. Nama itu sudah mereka repakati bersama
dan menjadi sifat para pengikutnya. Peninggalan-peninggalan mereka itu ada pada
karya-karya mereka yang tertulis dalam kitab-kitab hadist dan atsar.
Ketiga, istilah ahli sunnah wal jama’ah
adalah keterangan syari’at yang didukung dengan kenyataan yang benar-benar ada.
Istilah itu membedakan antara orang-orang yang setia pada kebenaran dari
orang-orang yang suka membikin bid’ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa
nafsu. Ini berbeda dengan anggapan sementara orang yang mengatakan, bahwa ahli
sunnah wal jama’ah adalah sebuah nama yang muncul di tengah perjalanan
zaman. Nama ini baru ada di trngah-tengah perpecahan kaum muslimin.
Padahal sebenarnya tidak begitu. Itu anggapan yang keliru. Ahli
sunnah wal jama’ah adalah istilah atau nama ala syari’at yang berasal dari
kaum salaf umat Islam. Artinya, ia sudah ada semenjak zaman sahabat dan para
tabi’in yang hidup pada periode-periode awal Islam.
Mengenai anggapan sementara orang yang sudah menjadi budak
nafsu bahwa ahli sunnah itu hanya terbatas pada orang-orang salaf mereka saja,
dan bahwa yang dimaksud dengan salafus saleh adalah orang-orang yang
mengikuti madzhab mereka, itu memang benar. Anggapan tersebut tidak keliru,
karena salafus saleh memang ahli sunnah. Begitu pula sebaliknya, baik ditinjau
dari pengertian syari’at maupun kenyataannya, sebagaimana yang sudah saya
kemukakan di atas. Jadi siapa yang tidak mengikuti madzhab salaf dan tidak
menempuh manhaj serta jalan mereka, berarti ia telah memisahkan dari as sunnah
dan jama’ah.
Perlu kita katakan kepada orang-orang sesat yang
meng-ingkari as sunnah dan para pengikutnya, bahwa itulah yang dimaksud as
sunnah, dan mereka itulah para pengikutnya yang bernama ahli sunnah wal
jama’ah. Jika kita berpaling dan menolak ucapan yang benar ini, maka kita hanya
bisa mengingatkan mereka apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Nuh alaihi
salam kepada orang-orang yang berpaling dari seruan dakwahnya, seperti yang
tertuang dalam firman Allah Ta’ala ini:
“Berkata Nuh, ‘Hai kaumku,
bagaiman pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan
diberi-Nya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu.
Apakah akan kamu paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?”
Apakah Mereka Dibatasi Oleh Ruang dan Waktu?
Ahli sunnah wal jama’ah itu tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Mereka banyak terdapat di sebuah negara, namun sedikit di negara
lainnya. Mereka terdapat banyak pada suatu kurun zaman, tetapi hanya sedikit
pada kurun zaman yang lain. Tetapi yang jelas mereka selalu ada di mana dan
kapan saja.
Di tengah-tengah mereka terdapat tokoh-tokoh terkemuka yang
menjadi pelita kegelapan dan hujjah Allah terhadap makhluk-Nya hingga hari
kiamat nanti. Dan karena jasa merekalah terwujud janji Allah yang akan menjaga
agama ini.
Dengan demhkian jelaslah siapa sebenarnya ahli sunnah wal jama’ah?
Siapa itu salafus saleh? Pernyataan golongan-golongan tertentu yang mengaku
sebagai ahli sunnah wal jama’ah tetapi nyatanya mereka justru memisahkan diri
dari as sunnah dan jama’ah, serta menyerang para salafus saleh atau
sebagian dari mereka, adalah pernyataan yang ditolak berdasarkan
ketentuan-ketentuan syari’at, dasar-dasar ilmiah, dan fakta-fakta sejarah.
Demikian pula harus ditolak pengakuan-pengakuan bahwa
seluruh kaum muslimin itu setia pada sunnah. Pengakuan seperti itu selain
mendustakan berita dari Allah dan Rasul utusan-Nya shalallahu alaihi wa
sallam yang menyatakan bahwa ada perpecahan, juga berlawanan dengan
kenyataan yang ada.
Demikian pula dengan pernyataan dan pengakuan-pengakuan
lainnya.
Berdasarkan hal itu, maka sesungguhnya as sunnah bukanlah
partai atau semboyan atau aliran yang dianut secara fanatik. Tetapi ia
merupakan warisan peninggalan Nabi, mtode yang benar, jalan yang lurus tali
yang kuat, dan jalan orang-orang beriman yang terang seterang siang. Siapa yang
berpaling darinya pasti ia akan
celaka.
Berbagai kesalahan, kekeliruan, dan bid’ah yang dilakukan
oleh orang-orang ahli bid’ah atau oleh orang-orang yang mengaku sebagai ahli
sunnah, itu sama sekali bukan dari ajaran as sunnah dan bukan mengikuti manhaj
yang benar.