Mengenai Saya

Foto saya
Pangandaran, West Java, Indonesia
Simple

Sabtu, 23 Juni 2012

Tentang Maulid Nabi Muhammad (2)

Pada Bagian 1, telah disebutkan bahwa :
Maulid Nabi memang tidak pernah dilakukan pada masa Rasululloh, para Sahabat dan Tabi'in.
Maulid Nabi muncul pada zaman setelahnya, dengan berbagai versi awal kemunculannya.
Bagi yang menyelenggarakan Maulid Nabi, mereka memberikan argumen antara lain :
Meski tidak diriwayatkan dari Nabi, namun jika peringatan Maulid Nabi itu berisi pujian, penghormatan kepada Nabi Muhammad, berisi hal-hal baik dan tidak melanggar ketentuan syariah, maka itu termasuk dalam bid'ah hasanah.
Bergembira atas hari kelahiran Rasululloh mengundang rahmat Allah, sebagaimana kafir Abu Jahal pun setiap Senin diringankan siksanya, karena pada hari kelahiran Rasululloh sempat bergembira dan memerdekan budak yang memberinya kabar gembira tersebut. Bahkan Rasululloh sendiri "memperingati" hari Senin, dengan berpuasa.
Namun demikian, ada juga pendapat yang menentang diadakannya peringatan Maulid Nabi. Berikut ini adalah beberapa argumentasi mereka :
Cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka mengatakan bahwa Abu Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali saja bergembiranya, yaitu saat kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan kelahiran nabi dengan berbagai ragam seremoni. Kalau pun kegembiraan Abu Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari Senin, bukan berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya nabi SAW akan mendapatkan keringanan siksa.
Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Katsir, sama sekali tidak bisa dijadikan landasan perintah untuk melakukan sermonial khusus di hari itu. Sebab Ibnu Katsir hanya memuji malam hari di mana Nabi SAW lahir, namun tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan seremonial.
Demikian juga dengan alasan bahwa Rasulullah SAW berpuasa di hari Senin, karena hari itu merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak bisa dipakai, karena yang saat dilakukan bukan berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktifitas setahun sekali. Kalau pun mau berittiba’ pada hadits itu, seharusnya umat Islam memperbanyak puasa sunnah hari Senin, bukan menyelenggarakan seremoni maulid setahun sekali.
Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid nabi ini mengaitkannya dengan kebiasaan dari agama sebelum Islam. Di mana umat Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya kebiasaan ini. Buat kalangan mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk diikuti. Sebaliknya harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkannya atau mencontohkannya.
Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaan maulid nabi yang ada sekarang ini adalah bid’ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam untuk menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya.
Jawaban dari Pendukung Maulid :
Tentu saja para pendukung maulid nabi SAW tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku bid’ah. Sebab dalam pandanga mereka, yang namanya bid’ah itu hanya terbatas pada ibadah mahdhah saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau masalah muamalah.
Adapun seremonial maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di luar ritual ibadah formal. Sehingga tdak bisa diukur dengan ukuran bid’ah. Kedudukannya sama dengan seorang yang menulis buku tentang kisah nabi SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa berikutnya, belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.
Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah nabawiyah, apakah hal itu mau dikatakan sebaga bid’ah? Tentu tidak, karena buku itu hanyalah sarana, bukan bagian dari ritual ibadah. Dan keberadaan buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin mengenal sosok beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan mengkaji buku-buku itu.
Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira seremonial maulid itu didudukkan pada posisi seperti buku. Bedanya, sejarah nabi SAW tidak ditulis, melainkan dibacakan, dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan melulu untuk konsumsi otak, tetapi juga menjadi konsumsi hati dan batin. Karena kisah nabi disampaikan dalam bentuk syair yang indah.
Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal melainkan bidang muamalah. Di mana hukum yang berlaku bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung melarangnya secara eksplisit.
Kesimpulan
Sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. Kalau pun kita mendukung salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbedaan pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling tuding, saling caci dan saling menghujat.
Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan maulid nabi SAW, suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa lalu.
Sementara di masa sekarang ini, bukanlah waktu yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesama saudara kita sendiri, hanya lantaran masalah ini. Sebaliknya, kita justru harus saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para musuh Islam akan semakin gembira.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Catatan :
Admin sedikit menambahkan catatan di sini, bahwa bagi yang berada di pihak yang sepakat bahwa peringatan Maulid Nabi adalah bid'ah hasanah. Maka peringatan Maulid Nabi ini pun tidak bersifat wajib diadakan secara seremonial. Kita tetap dapat menghormati dan mengagungkan hari kelahiran Rasululloh dengan memperbanyak sholawat atau mengkaji sirah atau sejarah beliau agar semakin cinta terhadap Rasululloh.
Bagi yang berada di pihak yang masih meyakini bahwa peringatan maulid Nabi adalah bid'ah yang sesat, maka keyakinannya itu tidak dapat dijadikan hujjah pula untuk melarang mereka bersholawat saat merayakan Maulid Nabi karena bagaimana pun sholawat itu adalah hal yang sangat utama.
Marilah kita Para Muslimin semua untuk kembali pada ikatan yang menyatukan kita semua, bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rosul Allah. Selama kita meyakini itu, maka kita semua bersaudara.


Wallahu a'lam bisshowab.




http://romdani45498.blogspot.com/2011/03/tentang-maulid-nabi-muhammad-2.html